KOTA TANGERANG | TD — Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang menghadirkan saksi ahli seorang pakar hukum pidana Chairul Huda dalam sidang lanjutan kasus dugaan mafia tanah seluas 45 hektare di Kelurahan Kunciran Jaya dan Cipete Kecamatan Pinang, Senin (9/8/2021).
Dalam persidangan tersebut, Choirul menilai yang dilakukan terdakwa Darmawan, 48, dan Mustafa Camal Pasha, 61, merupakan indikasi membuat dokumen palsu.
Sidang lanjutan ini berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Klas 1 A secara virtual dan tatap muka. Sidang yang dipimpin hakim ketua Nelson Panjaitan ini diikuti juga perwakilan warga yang menjadi korban pencaplokan tanah dan kuasa hukum terdakwa. Sedangkan terdakwa menghadiri secara virtual di Lapas Pemuda Tangerang.
Sebelum menjalani sidang, Chairul disumpah menurut kepercayaannya. Kemudian dia ditanya banyak pertanyaan oleh hakim ketua, jaksa dan kuasa hukum terdakwa.
Nelson bertanya soal hubungan Chairul dengan para terdakwa. Choirul menjawab, dirinya tak mengenal dengan kedua terdakwa tersebut.
“Tidak kenal yang mulia,” jawab Chairul.
Kemudian Nelson bertanya soal keterangan yang diberikan Chairul kepada penyidik saat kasus ini ditangani oleh Polres Metro Tangerang Kota. Chairul mengaku saat dimintai keterangan oleh penyidik ada beberapa ketentuan soal kasus ini yang dia beberkan
Dia memberikan keterangan terkait Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Lalu, Pasal 27 KUHP. Kemudian, Pasal Pasal 167 KUHP tentang memasuki lahan orang lain tanpa izin.
Pasal 266 KUHP kata Chairul menjelaskan barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarnanya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keteranganya sesuai dengan kebenaran, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
“Akta itu dibuat dan diterbitkan oleh pejabat berwenang berdasarkan keterangan pemohon. Misalnya pemohon memberikan informasi tidak benar kemudian ditandatangani oleh pejabat itu, ini masuk kategori pasal 266 KUHP,” katanya dalam persidangan.
“Kemudian, perumusan delik pemalsuan surat. Modusnya pemalsuan surat ada dua cara, membuat surat palsu dan memalsukan surat,” tambah dia.
Dia mengatakan surat yang dipalsukan itu harus surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, dapat menerbitkan suatu perjanjian, dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang. Kemudian, surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa.
“Maka telah terjadi perbuatan pemalsuan surat. Yang bersangkutan mengetahui bahwa surat itu palsu. Jadi unsur kesengajaan, surat palsu menjadi persoalan utama,” jelasnya.
Chairul menjelaskan pemalsuan surat dapat dilakukan dengan dua cara, yakni membuat surat palsu yang keterangan dan isinya palsu. Lalu memalsu surat dengan meniru surat asli namun menggantinya.
“Dalam hal tidak ada surat asli sebagai pembanding bukanlah suatu masalah. Selama ada bukti bahwa surat tersebut pernah ada (melalui bukti fotokopi) dan materiil isi fotokopinya tidak sesuai fakta maka tetap masuk dalam delik pemalsuan. Sehingga tidak diperlukan surat asli dalam hal pemenuhan delik pemalsuan,” jelasnya.
“Juga terkait waktu terjadinya tindak pidana, dilihat bukan pada saat surat palsu tersebut dibuat melainkan pada saat surat tersebut digunakan. Secara umum pendapat ahli sangat tajam dan membantu persidangan kali ini,” tambah Chairul.
Diketahui, dalam melancarkan aksinya dalam percobaan menguasai lahan warga, Darmawan menggunakan tiga dokumen berbeda. Pertama pada 2017 lalu, Darmawan menggunakan Girik sebagai bukti kepemilikan lahan, namun upaya itu gagal.
Lalu, pada 2018 Darmawan menggunakan SK Residen Banten, lagi-lagi upaya tersebut gagal. Kemudian di 2020, mereka menggunakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) 1 sampai 9 masing-masing dengan luas 5 hektare. Upaya tersebut pun kembali gagal.
Chairul mengatakan hal tersebut dapat dibuktikan kepalsuan dokumen yang digunakan terdakwa dengan meminta keterangan para warga. Atau saksi lainnya yang mengetahui keaslian sertifikat tanah tersebut.
“Juga terkait delik menggunakan surat palsu. Dalam hal ini ahli memberi keterangan bahwa pelaku tidak harus menghendaki menggunakan surat palsu, cukup dengan mengetahui surat tersebut palsu dan menggunakannya maka sudah dianggap memenuhi delik menggunakan surat palsu,” papar Chairul.
Sidang pun usai setelah Chairul menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh hakim ketua, jaksa dan kuasa Hljukum terdakwa. Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin, (16/08/2021) mendatang dengan agenda mendengarkan saksi dari terdakwa.
Salah satu warga, Saipul Basri mengaku puas dengan keterangan yang dibeberkan saksi ahli dalam persidangan ini. Menurut dia, apa yang disampaikan itu sesuai.
“Kami apresiasi atas keterangan yang diberikan saksi ahli. Artinya benar ini perbuatan melawan hukum,” katanya.
Sejauh ini kata Saipul pihaknya memang belum pernah melihat wujud atau keaslian dari SHGB 1-9. “Kami berharap pelaku bisa dijatuhi sanksi. Hak tanah jelas, sertifikat yang dimiliki pihak tergugat palsu,” pungkasnya. (Eko Setiawan/Rom)