Kasus Tanah Abadi Tjendera: Kuasa Hukum Tegaskan Tak Ada Kriminalisasi, Semua Berdasar Fakta Hukum

waktu baca 2 minutes
Kamis, 16 Okt 2025 23:33 0 Nazwa

TANGERANG | TD — Kuasa hukum Abadi Tjendera, Rully Tarihoran, menegaskan bahwa perkara yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang bukan bentuk kriminalisasi, melainkan murni proses penegakan hukum yang didukung bukti sah. Pernyataan ini disampaikan menyusul putusan sela majelis hakim yang menolak seluruh eksepsi atau keberatan dari pihak terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana penguasaan lahan.

Putusan sela tersebut menegaskan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sah secara hukum dan perkara layak dilanjutkan ke tahap pembuktian.

“Dengan ditolaknya eksepsi, pengadilan menilai dakwaan JPU sah secara formal dan materiil. Ini membuktikan bahwa perkara ini bukan kriminalisasi, melainkan benar-benar mengandung unsur pidana,” ujar Rully kepada wartawan di Tangerang, Kamis (16/10/2025).

Sidang yang digelar pada Rabu (15/10/2025) itu memutuskan bahwa surat dakwaan terhadap dua terdakwa, Andreas Tarmudi dan Januaris Siagian, telah disusun dengan cermat, jelas, dan memenuhi ketentuan hukum acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Majelis hakim dalam pertimbangannya tidak menemukan alasan hukum untuk membatalkan dakwaan sebagaimana diminta oleh pihak terdakwa. Karena itu, sidang akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi dan pembuktian.

“Putusan ini sekaligus membantah tudingan kriminalisasi. Proses hukum berjalan transparan dan objektif sesuai Pasal 167 KUHP tentang penguasaan lahan tanpa hak,” lanjut Rully.

Lebih lanjut, Rully menjelaskan bahwa laporan pidana yang diajukan Abadi Tjendera didasarkan pada hak kepemilikan sah atas tanah yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanah tersebut, kata dia, dibeli melalui akta jual beli resmi di hadapan PPAT dan diakui oleh negara.

“Sementara pihak terdakwa hanya berpegang pada Surat Pelepasan Hak Tanah dan Kuasa sejak tahun 2000. Mereka bahkan menempati, membangun, memagari, dan menyewakan tanah itu tanpa izin dari pemilik sah,” jelas Rully.

Menurutnya, tindakan penguasaan lahan tanpa hak jelas termasuk tindak pidana, bukan sekadar sengketa perdata seperti yang diklaim oleh pihak terdakwa. Ia menilai narasi perdata hanya dijadikan tameng oleh oknum yang mencoba mengaburkan fakta hukum.

“Kalau semua pelanggaran hak dibilang perdata, maka mafia tanah akan terus bebas dari jerat pidana,” tegasnya.

Rully juga menyoroti maraknya narasi kriminalisasi di ruang publik yang menurutnya dapat memengaruhi opini masyarakat dan mengganggu independensi aparat penegak hukum.

“Menyebut penegakan hukum sebagai kriminalisasi adalah bentuk tekanan opini publik. Kami hormati proses pengadilan dan yakin hukum harus ditegakkan berdasarkan bukti, bukan narasi sepihak,” pungkasnya. (*)

LAINNYA