Kasal, Futur, dan Malal: Tiga Bayangan Halus yang Melemahkan Ruh Ibadah

waktu baca 3 minutes
Rabu, 5 Nov 2025 12:45 0 Nazwa

RELIGI | TD — Dalam perjalanan ruhani, seorang hamba tidak selalu berjalan dengan langkah yang sama. Ada masa ia berlari dengan semangat tinggi, dan ada pula masa ia tersandung lemah, tertatih dalam keheningan. Di antara berbagai ujian batin yang menimpa para pencari jalan Allah, tiga di antaranya sangat halus namun berbahaya: kasal, futur, dan malal.

Ketiganya tidak tampak di permukaan seperti dosa besar, namun mampu mematikan getaran cinta dalam hati seorang mukmin.

Kasal: Saat Hati Kehilangan Rasa Syukur

Kasal berarti malas dalam beribadah.
Namun kemalasan yang dimaksud para sufi bukanlah sekadar enggan menggerakkan tubuh, melainkan mati rasa hati dalam ketaatan.
Orang yang kasal tetap shalat, tetap berzikir, tetapi hatinya kosong. Ia melakukan karena kebiasaan, bukan karena cinta.

Ibn ‘Athaillah as-Sakandari menulis dalam al-Hikam:

Tanda matinya hati adalah malas dalam ketaatan dan tenang dalam kelalaian.

Kasal adalah penyakit mereka yang lupa bahwa semangat beribadah bukan hasil usaha diri, melainkan anugerah taufiq dari Allah.
Ketika seseorang merasa berat, berarti ia sedang diselimuti hijab — bukan karena tubuhnya lelah, tapi karena ruhnya jauh.

Obatnya bukan menambah aktivitas, melainkan menyadari kembali makna ibadah sebagai kehormatan, bukan beban.
Ibadah bukan tugas yang harus diselesaikan, melainkan undangan yang harus disyukuri.

Futur: Saat Nyala Semangat Meredup

Futur adalah kondisi lemahnya semangat setelah sebelumnya menyala terang.
Seseorang yang futur tidak lagi punya gairah seperti dulu. Ibadah terasa hambar, dzikir tak bergetar, majelis ilmu terasa berat.

Al-Qusyairi dalam Risalah-nya menulis:

Allah menjadikan masa futur sebagai jeda, agar seorang hamba tidak bersandar pada kekuatan amalnya, melainkan kembali kepada kasih sayang-Nya.

Futur adalah jeda ilahi, masa tenang yang menguji:

Apakah engkau beribadah karena Allah, atau karena suasana yang menyenangkan di sekitarmu?
Apakah semangatmu murni dari cinta, atau hanya dari dorongan orang lain?

Ibn ‘Athaillah mengingatkan:

Jangan bangga dengan semangat di awal perjalanan, sebab yang hakiki bukan bagaimana engkau memulai, tapi bagaimana engkau berakhir.

Maka, jika futur datang, jangan marah pada dirimu.
Bersabarlah, tenangkan langkahmu.
Futur bukan tanda engkau gagal — itu tanda Allah sedang mendidik cintamu agar lebih murni.

Malal: Bosan karena Tidak Lagi Merasa

Malal berarti bosan dalam ibadah.
Ini penyakit halus yang lahir dari jiwa yang ingin cepat menikmati hasil.
Ia ingin merasakan kelezatan spiritual, ingin hatinya bergetar setiap kali berdzikir, ingin menangis setiap kali berdoa.
Namun ketika rasa itu hilang, ia bosan dan ingin berpindah ke hal baru.

Padahal, kata Ibn ‘Athaillah:

Janganlah engkau meninggalkan dzikir karena tidak merasakan kehadiran Allah di dalamnya, sebab kelalaianmu di dalam dzikir lebih ringan daripada kelalaianmu karena meninggalkan dzikir sama sekali.

Rasa bosan adalah ujian ketulusan.
Apakah engkau beribadah karena Allah — atau karena ingin merasakan sesuatu dari ibadah?
Allah menyembunyikan rasa manis agar engkau tahu, bahwa yang dicari bukan rasa, tetapi Ridha-Nya.

Kembali Menemukan Ritme Jiwa

Tiga penyakit ini — kasal, futur, dan malal — sering datang silih berganti dalam perjalanan seorang hamba Allah.
Kasal membuat langkah berat, futur membuat semangat pudar, dan malal membuat hati bosan.
Namun ketiganya bukan akhir.
Justru di situlah ruang untuk mengenali diri dan menghidupkan kembali keikhlasan.

Ibn ‘Athaillah menulis sebuah kalimat yang indah:

Jangan nilai dirimu dari semangatmu, tapi dari kesetiaanmu dalam taat. Sebab yang sampai kepada Allah bukan yang cepat, melainkan yang tetap.

Maka teruslah berjalan.
Jika semangat datang, syukuri.
Jika futur datang, istirahatlah dalam dzikir.
Jika bosan datang, sabarlah dan perbaharui niat.
Karena setiap langkah yang engkau pertahankan dalam kesetiaan, walau kecil, akan menjadi cahaya yang membimbingmu menuju cinta-Nya. (*)

LAINNYA