PENDIDIKAN | TD – Meskipun terus mengalami tekanan dari pemerintahnya, Universitas Harvard terus bergerak maju. Dengan berani, Harvard lawan Trump sanksi cabut SEVP mahasiswa asing yang sedang menempuh pendidikan di kampus favorit dunia tersebut.
Para mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan tinggi di Universitas Harvard, Amerika, sedang dalam keadaan harap-harap cemas. Pasalnya, Donald Trump mengeluarkan putusan untuk mencabut Student and Exchange Visitor Program (SEVP) bagi setiap mahasiswa asing universitas tersebut.
Putusan tersebut diumumkan tanggal 22 Mei 2025. Dan para mahasiswa asing diharuskan berpindah ke lembaga pendidikan lainnya. Jika tidak, maka mereka terancam kehilangan status hukumnya sebagai mahasiswa asing yang diperkenankan menimba ilmu di Negeri Paman Sam tersebut.
SEVP merupakan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat. Program ini merupakan pengawasan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat. Tujuannya untuk memantau mahasiswa maupun pelajar asing yang menempuh pendidikan di AS. SEVP dimiliki oleh mereka yang mempunyai visa akademik (F-1), vokasi (M-1), dan juga peserta pertukaran (J-1).
Presiden Amerika Serikat ke-47 tersebut memutuskan hal ini setelah Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat meminta Harvard memberikan informasi detail mengenai kegiatan dari mahasiswa asing di universitas tersebut. Namun hal ini ditolak oleh pihak Harvard.
Sebelumnya, keributan antara Trump dengan Harvard telah dimulai sejak Desember 2023. Tepatnya, sejak anggota Kongres AS dari Partai Republik menekan presiden Harvard saat itu, yakni Claudine Gay, untuk mengutuk segala slogan pro Palestina. Namun, Gay hanya menjawab hal itu akan bergantung pada konteks slogan.
Trump kemudian menuduh Harvard sebagai tempat berkembangnya paham anti-Semit, anti-Amerika, dan juga mendukung mereka yang pro-teroris. Ia juga telah menghentikan dana bantuan pemerintah untuk Harvard senilai 2,2 miliar dolar, atau setara 35,673 triliun rupiah. Serta memberikan sanksi akan mencabut kebebasan pajak Harvard.
Pihak Harvard mengartikan keputusan presiden Amerika tersebut sebagai balas dendam politik. Hal itu juga merupakan tindakan ilegal, atau melawan hukum. Pertama, melawan hukum kebebasan akademik. Kedua, tidak melalui regulasi yang seharusnya. Ketiga, putusan Trump telah menimbulkan ancaman bagi komunitas akademik.
Keempat, sekaligus menjadi bukti pelanggaran terhadap keharusan prinsip nondiskriminasi. Dalam hal ini, Trump melanggengkan upaya membekap hak berekspresi.
Sebaliknya, Harvard akan tetap mempertahankan keberadaan mahasiswa asing untuk terus menempuh pendidikan di universitas ternama dunia tersebut. Mereka mengatakan keberadaan pada mahasiswa asing merupakan kekayaan tak terhingga yang dapat dimiliki Harvard. Dan, jumlahnya kini melebihi seperempat dari keseluruhan mahasiswa serta berasal dari 140 negara di seluruh dunia.
Untuk itu, Harvard telah mengajukan gugatan hukum. Dan sidang pun telah dijadwalkan pada 21 Juli 2025. Harvard juga tengah mencari solusi alternatif untuk menyediakan dana bagi kelanjutan berbagai penelitian yang terancam mandeg. (Pat)