Semarang, 5 Juni 2025 – Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia menjadi titik reflektif yang penting untuk memperkuat kesadaran kolektif dalam menjaga keseimbangan alam. Di tengah ancaman nyata perubahan iklim, degradasi lingkungan, serta kehilangan tutupan hutan, berbagai organisasi mengajak publik untuk berpartisipasi aktif dalam upaya perlindungan lingkungan. Salah satunya adalah LindungiHutan, sebuah platform kolaboratif yang sejak 2016 fokus pada konservasi ekosistem hutan dan pemberdayaan masyarakat.
LindungiHutan menegaskan bahwa solusi atas permasalahan lingkungan tidak bisa ditangani secara parsial. Dibutuhkan sinergi dari seluruh elemen masyarakat—mulai dari individu, komunitas, hingga sektor swasta. Melalui berbagai inisiatif penghijauan, LindungiHutan telah berhasil menanam lebih dari satu juta pohon di 35 wilayah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan, mulai dari pesisir hingga area tangkapan air.
“Upaya pelestarian alam membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan konsistensi tindakan. Tidak cukup hanya dengan wacana, tetapi perlu aksi yang terukur dan berkelanjutan,” ujar CEO LindungiHutan, Miftachur Robani.
Berdasarkan data Global Forest Watch, Indonesia telah kehilangan lebih dari 250 ribu hektare hutan alam pada tahun 2024. Ini berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon yang berdampak langsung pada krisis iklim dan keanekaragaman hayati. Di sinilah peran program rehabilitasi berbasis partisipasi publik menjadi sangat penting.
Dengan berdonasi mulai dari Rp25.000, masyarakat sudah dapat mendukung penanaman pohon dan perawatannya dalam jangka panjang. Model ini tak hanya memperluas tutupan hijau, tapi juga membuka peluang kerja bagi petani lokal di area penanaman.
Salah satu contoh dampak nyata terlihat di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, di mana penanaman pohon-pohon endemik dilakukan untuk mendukung habitat gajah Sumatera. Kegiatan ini menciptakan rantai manfaat—baik bagi satwa liar, ekosistem, maupun kesejahteraan warga sekitar.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, konversi lahan dan kegiatan pertambangan tanpa reklamasi menjadi penyebab utama deforestasi. Oleh karena itu, pendekatan restoratif berbasis masyarakat menjadi strategi efektif untuk memperbaiki kondisi lingkungan dan menguatkan ketahanan ekologis.
Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 menjadi pengingat bahwa setiap aksi kecil memiliki arti besar. Gerakan menanam pohon bukan hanya simbol, tapi bentuk nyata dari komitmen kolektif dalam membangun masa depan yang lestari. Dengan keterlibatan aktif masyarakat dan konsistensi langkah, pemulihan alam bukan lagi mimpi, melainkan kenyataan yang tumbuh dari akar perubahan.
Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES