EKBIS | TD – Di tahun 2025, terjadi kenaikan harga emas yang cukup mencolok, baik di pasar internasional maupun domestik. Situasi ini tidak hanya mencerminkan ketidakpastian dalam ekonomi global, tetapi juga menandakan bahwa masyarakat semakin terdorong untuk menginvestasikan dana mereka pada hal yang dianggap lebih aman.
Selama kuartal pertama tahun 2025, harga emas terus menunjukkan persentase yang semakin meningkat. Di level internasional, harganya hampir mencapai USD 3.000 per ons, angka yang sebelumnya dianggap sebagai prediksi optimistis oleh beberapa institusi keuangan internasional. Di Indonesia, harga emas batangan Antam telah menembus hingga Rp1.770.000 per gram, dan berhasil mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah.
Kenaikan harga ini bukanlah sebuah kebetulan. Berbagai faktor seperti ketidakpastian ekonomi, ketegangan geopolitik, serta penurunan suku bunga global menjadi pemicu utama. Ketika pasar saham mengalami volatilitas dan nilai tukar tidak menentu, emas kembali diakui sebagai ‘tempat berlindung paling aman’ bagi banyak investor.
Situasi ini membawa dampak positif bagi penjualan emas, baik dari individu maupun institusi yang berlomba-lomba menambah koleksi emas mereka. Toko-toko emas ramai dikunjungi, sementara platform investasi digital yang menyediakan produk emas juga mengalami peningkatan pengguna yang signifikan. Emas tidak hanya dilirik untuk investasi jangka panjang, tetapi juga sebagai langkah mitigasi terhadap potensi krisis ekonomi di masa mendatang.
Namun, ada beberapa kawasan di Indonesia yang sudah merasakan konsekuensi dari lonjakan harga ini. Di pasar tradisional dan toko perhiasan, harga perhiasan emas turut mengalami kenaikan, yang berdampak pada angka inflasi di sektor barang konsumsi di daerah tersebut.
Ada sejumlah elemen kunci yang mempengaruhi kenaikan harga emas tahun ini:
Banyak hal yang mempengaruhi keamanan dan perekonomian dunia. Beberapa di antaranya yaitu perang tarif yang dipicu Amerika Serikat akhir-akhir ini, keamanan yang selalu dalam guncangan di Timur Tengah, dan konflik geopolitik lainnya. Situasi yang tak kondusif tersebut memicu kecemasan global, dan membuat investor mempertimbangkan lebih memilih aset yang lebih stabil.
Beberapa bank sentral, termasuk The Fed, mulai melakukan pemotongan suku bunga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadikan emas yang tidak memiliki bunga lebih diminati dibandingkan dengan obligasi.
Negara-negara seperti China dan India, yang dikenal sebagai konsumen emas terkemuka, meningkatkan pembelian emas untuk keperluan industri dan budaya.
Pertanyaan ini sepenuhnya tergantung pada tujuan investasi masing-masing. Jika tujuannya adalah untuk mengamankan aset dalam bentuk fisik yang tahan inflasi, emas tetap menjadi opsi yang solid. Namun, penting untuk diingat bahwa harga emas bisa berfluktuasi sejalan dengan kondisi pasar global dan kebijakan ekonomi yang ada. Sehingga, diversifikasi tetap menjadi langkah krusial agar tidak bergantung pada satu jenis aset saja. (Nazwa/Pat)