KESEHATAN| TD – Era digital telah memberi kita akses terhadap informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun kemudahan ini mempunyai konsekuensi yang harus ditanggapi dengan serius. Ini adalah fenomena yang sering disebut sebagai “brain rot”.
Meskipun tidak ada definisi medis formal, istilah ini mengacu pada dampak negatif konsumsi konten yang berlebihan, terutama konten yang dangkal, berkualitas rendah, dan pasif. Dampaknya sangat luas, memengaruhi kinerja kognitif, kesehatan mental, dan bahkan produktivitas pribadi.
Konsumsi konten yang berlebihan, maksudnya menghabiskan waktu berjam-jam mengakses berbagai platform digital seperti media sosial, menonton video streaming, bermain game online, dan lain-lain tanpa tujuan yang jelas dan terukur sehingga menimbulkan kekacauan yang mengakibatkan lingkungan informasi tidak terstruktur.
Aliran informasi yang konstan dan terfragmentasi ini membebani otak dan mengganggu kemampuannya untuk memproses informasi secara efektif, menganalisis secara kritis, dan membangun pemahaman yang mendalam.
Salah satu dampak terbesar dari brain rot adalah berkurangnya kemampuan berkonsentrasi. Otak yang terus-menerus dibombardir dengan rangsangan eksternal akan sulit fokus pada tugas-tugas yang memerlukan pemikiran mendalam dan konsentrasi intens. Studi menunjukkan korelasi antara penggunaan media sosial yang berlebihan dan gangguan kemampuan menyelesaikan tugas kompleks, mengingat informasi, dan memecahkan masalah. Kemampuan untuk mempertahankan perhatian berkelanjutan, yang diperlukan untuk pembelajaran dan produktivitas, sangat terganggu.
Selain itu, pembusukan otak dapat menyebabkan penurunan kemampuan berpikir kritis. Konsumsi konten secara pasif, seperti menonton video tanpa analisis kritis atau membaca informasi tanpa mengevaluasi sumbernya, menghambat perkembangan berpikir kritis. Individu menjadi lebih mudah menerima informasi tanpa mempertanyakan kebenaran atau biasnya.
Hal ini menciptakan kerentanan terhadap misinformasi dan propaganda, yang pada akhirnya dapat memengaruhi pengambilan keputusan dan pandangan dunia.
Penurunan memori juga merupakan konsekuensi yang sering dikaitkan dengan brain rot. Aliran informasi yang konstan dan tidak terstruktur mengganggu proses konsolidasi memori, yaitu proses penguatan koneksi saraf yang diperlukan untuk menyimpan informasi jangka panjang. Otak yang terus-menerus beralih dari satu stimulus ke stimulus lain akan kesulitan untuk mengingat detail dan informasi penting.
Ini bukan hanya mempengaruhi kemampuan akademis atau profesional, tetapi juga kehidupan sehari-hari, seperti mengingat janji temu atau tugas-tugas sederhana.
Efek negatif brain rot juga meluas ke kesehatan mental. Paparan yang konstan terhadap konten negatif, seperti berita buruk secara berlebihan atau konten yang memicu emosi negatif, dapat meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan stres.
Perbandingan sosial di media sosial, di mana individu cenderung membandingkan diri mereka dengan kehidupan yang tampak sempurna dari orang lain, dapat menyebabkan perasaan rendah diri dan ketidakpuasan diri. Kurangnya interaksi sosial tatap muka yang digantikan oleh interaksi virtual yang dangkal juga berkontribusi pada isolasi sosial dan peningkatan risiko masalah kesehatan mental.
Selain itu, brain rot dapat menyebabkan gangguan tidur. Paparan cahaya biru dari layar perangkat digital sebelum tidur mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur-bangun. Akibatnya, individu mengalami kesulitan untuk tidur nyenyak. Sehingga akhirnya dapat mempengaruhi konsentrasi, suasana hati, dan kesehatan fisik secara keseluruhan. Kurangnya tidur yang cukup secara langsung berkorelasi dengan penurunan fungsi kognitif.
Dampak brain rot juga terlihat pada produktivitas dan efisiensi kerja. Ketidakmampuan untuk fokus, mengingat informasi, dan berpikir kritis akan secara signifikan menurunkan produktivitas. Individu yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengonsumsi konten yang tidak produktif akan memiliki lebih sedikit waktu dan energi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting. Ini dapat berdampak negatif pada kinerja akademik, profesional, dan bahkan kehidupan pribadi.
Penting untuk membedakan antara konsumsi informasi yang sehat dan konsumsi berlebihan yang menyebabkan brain rot. Mengakses informasi dan berbagai konten secara moderat dan dengan tujuan yang jelas dapat menjadi hal yang positif, bahkan bermanfaat. Namun, tanpa kesadaran dan pengaturan diri, konsumsi berlebihan akan berdampak negatif.
Kunci untuk menghindari brain rot adalah dengan mempraktikkan kesadaran digital. Ini melibatkan secara sadar memilih konten yang dikonsumsi, mengatur waktu penggunaan perangkat digital, dan memprioritaskan aktivitas yang mempromosikan pertumbuhan kognitif dan kesehatan mental.
Beberapa cara mengatasi brain rot diantaranya, dengan cara mengelola waktu penggunaan perangkat digital, memilih konten secara selektif, berlatih mindfulness ataupun meditasi, dan sebagainya.
Itu dia penjelasan dan beberapa langkah dalam mengatasi brain rot. Fenomena brain rot merupakan tantangan nyata di era digital. Dampaknya yang meluas pada kemampuan kognitif, kesehatan mental, dan produktivitas menuntut kesadaran dan tindakan pencegahan.
Dengan mengadopsi strategi pengelolaan waktu, memilih konten secara selektif, dan memprioritaskan kesejahteraan mental, individu dapat menghindari jebakan brain rot dan memanfaatkan potensi penuh dari akses informasi yang luas tanpa harus mengorbankan kesehatan kognitif dan mental mereka.
Penting untuk selalu mengingat bahwa teknologi seharusnya menjadi alat yang memberdayakan, bukan instrumen yang menghancurkan potensi manusia. (Nazwa/Pat)