KESEHATAN | TD – Dalam dunia medis, keputusan untuk tidak melakukan tindakan resusitasi, yang dikenal dengan istilah Do Not Resuscitate (DNR), adalah langkah yang diambil dengan pertimbangan yang matang. DNR merupakan instruksi medis yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan tidak akan melakukan tindakan penyelamatan seperti resusitasi jantung paru (CPR) jika pasien mengalami henti jantung atau henti napas. Meskipun keputusan ini terdengar berat, ada alasan yang kuat di baliknya, baik dari segi medis, etika, maupun kualitas hidup pasien.
Apa Itu DNR?
DNR adalah perintah resmi yang dicatat dalam dokumen medis dan hanya dapat diterapkan setelah mendapatkan persetujuan dari pasien yang memiliki kapasitas mental yang baik, atau dari anggota keluarga terdekat jika pasien tidak dapat memberikan persetujuan secara sadar. Tujuan utama dari DNR bukanlah untuk mempercepat kematian, melainkan untuk menghindari tindakan medis yang dianggap tidak lagi bermanfaat atau bahkan dapat menambah penderitaan pasien.
Alasan Medis di Balik Keputusan DNR
Salah satu pertimbangan utama dalam penetapan DNR adalah kondisi medis pasien yang sudah sangat lemah atau berada di tahap akhir dari suatu penyakit kronis. Resusitasi jantung paru dalam kondisi ini sering kali tidak berhasil dan dapat menyebabkan komplikasi tambahan, seperti kerusakan otak permanen, patah tulang dada, atau gagal organ.
Pada kasus tertentu, pasien dengan penyakit degeneratif seperti kanker stadium akhir, gagal jantung berat, atau penyakit neurologis progresif memilih DNR karena tindakan resusitasi dianggap tidak akan memperbaiki kondisi atau memperpanjang hidup dengan cara yang bermakna. Dalam situasi ini, tenaga medis lebih memfokuskan perawatan pada kenyamanan dan pengurangan rasa sakit, bukan pada usaha untuk memperpanjang usia.
Pertimbangan Etis dan Hak Pasien
Keputusan DNR berkaitan erat dengan prinsip otonomi pasien, yaitu hak individu untuk menentukan jenis perawatan yang diinginkan. Dalam etika medis, menghormati keputusan pasien sama pentingnya dengan memberikan pengobatan yang efektif. Oleh karena itu, dokter dan keluarga perlu membuka ruang dialog yang jujur, objektif, dan penuh empati mengenai kemungkinan hasil dari tindakan resusitasi.
Selain itu, keputusan DNR juga didasarkan pada prinsip non-maleficence, yaitu tidak melakukan tindakan yang dapat menyebabkan kerugian atau penderitaan yang tidak perlu. Dalam beberapa kasus, tindakan medis untuk menyelamatkan nyawa bisa berarti memperpanjang proses kematian dengan kualitas hidup yang sangat rendah.
Faktor Sosial dan Dukungan Keluarga
Meskipun keputusan DNR bersifat medis, pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial dan komunikasi antaranggota keluarga. Di masyarakat yang masih menganggap kematian sebagai hal yang tabu, diskusi tentang DNR sering kali ditunda hingga pasien tidak lagi dapat membuat keputusan sendiri.
Keterbukaan dalam membahas perawatan akhir hayat dapat membantu keluarga memahami keinginan pasien dan menghindari konflik emosional di kemudian hari. Oleh karena itu, penting bagi keluarga dan pasien untuk merencanakan lebih awal melalui dokumen seperti Advance Directive atau Living Will, yang mencerminkan kehendak pasien dalam menghadapi kondisi kritis.
Sebagai kesimpulan, DNR bukanlah keputusan untuk menyerah, melainkan pilihan yang rasional berdasarkan evaluasi medis, etika, dan nilai hidup yang diyakini oleh pasien. Dengan memahami alasan di balik penetapan DNR, masyarakat dapat lebih bijak dalam menanggapi pilihan ini dan memberikan dukungan yang sesuai kepada pasien serta tenaga kesehatan yang terlibat. (*)