Berbagai Tes yang Dilakukan untuk Mendiagnosa HIV/AIDS

waktu baca 3 menit
Selasa, 5 Mar 2024 10:57 0 73 Patricia Pawestri

KESEHATAN | TD – Keberhasilan pengendalian HIV di Indonesia, salah satunya adalah karena pengobatan antiretroviral yang dilakukan secara terus menerus kepada penderita HIV/AIDS.

Dalam catatan Kementerian Kesehatan, metode pengobatan antiretroviral (ARV) sudah dilakukan sejak 1996 di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, yang sebagian besar wilayahnya merupakan kategori daerah dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi. Sedangkan wilayah di Indonesia dengan kategori tingkat epidemi meluas adalah Papua.

Target penanggulangan HIV /AIDS adalah menuju “getting 3 zeroes“, yaitu:

1. zero new infections
2. zero AIDS-related death
3. sero stigma and discrimination.

Hal pertama yang dilakukan dalam pengobatan ARV adalah diagnosa HIV yang dilakukan melalui konsultasi dan tes. Sangat penting untuk diperhatikan bahwa semakin cepat diagnosa didapatkan, berarti keberhasilan perawatan penyakit HIV/AIDS akan semakin besar.

Diagnosa atau tes HIV ini dilakukan untuk mereka yang telah dewasa maupun masih remaja dan anak-anak, terutama yang mempunyai riwayat tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular seksual. Dan juga pada ibu hamil atau ibu bersalin yang dianggap rentan.

Bayi atau anak-anak yang sering sakit, terutama yang berkaitan dengan malnutrisi, OAT berulang, TBC berat, pneumonia berulang, atau diare kronis juga dianggap rentan dan memerlukan diagnosa.

Begitu juga bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi, atau anak yang mempunyai saudara kandung pengidap HIV.

Tes diagnosa HIV dilakukan secara rutin setiap 6 bulan sekali pada orang-orang yang disebut ‘populasi kunci’, misalnya para pekerja seks, dan waria. Selain itu juga diperuntukkan bagi pasangan ODHA, ibu hamil di wilayah epidemi terkonsentrasi maupun meluas, semua orang yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan di daerah dengan epidemi meluas, pasien TBC, pasien infeksi menular seksual, pasien hepatitis, warga binaan pemasyarkatan, dan lelaki berisiko tinggi (LBT).

Jenis-jenis tes atau pemeriksaan lanoratorium untuk HIV ada beberapa macam. Yaitu:

A. Tes Serologi

Tes ini terdiri dari:

1. Tes cepat

Tes ini dilakukan secara cepat pada sampel yang sedikit untuk mendeteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2.

2. Tes Enzim Immunoassay (EIA)

Tes ini, selain memeriksa adanya antibodi HIV-1 dan HIV-2, juga mendeteksi reaksi antigen-antobodi.

3. Tes Western Blot

Tes ini jarang dilakukan. Biasanya untuk kasus yang sulit.

B. Tes Virologi

Biasanya tes ini dilakukan untuk bayi berusia kurang dari 18 bulan. Tes ini juga dsebut Polymerase Chain Reaction atau PCR. Tes virologi terbagi menjadi dua, yakni:

1. EID atau tes HIV DNA kualitatif, biasanya dilakukan pada bayi

2. Tes HIV RNA kuantitatif yang dilakukan untuk dewasa.

Vonis atau diagnosa dari hasil pemeriksaan HIV dapat berupa positif, negatif, atau intermediat. Penderita dengan diagnosa positif akan langsung dirujuk pada pengobatan HIV.

Sedang untuk yang berdiagnosa negatif, selalu disarankan untuk tidak melakukan perbuatan berisiko, dan dianjurkan menjaga pola hidup sehat.

Untuk mereka yang berisiko tinggi terkena HIV, diharuskan untuk melakukan pemeriksaan ulang setiap 3, 6, atau 12 bulan.

Bila hasil diagnosa HIV adalah intermediate, maka tes akan diulang setelah dua minggu, dan dilanjutkan dengan tes PCR. Tes-tes diagnosa akan dilakukan rutin, yakni setiap 3 bulan selama 1 tahun untuk memastikan si terperiksa negatif dari paparan virus HIV/AIDS. (Pat)

 

Unggulan

LAINNYA