Amanah Khalifah: Menyelamatkan Bumi dari Kerusakan Lingkungan Perspektif Al-Qur’an

waktu baca 3 menit
Senin, 2 Des 2024 06:02 0 120 Redaksi

OPINI | TD — Kerusakan lingkungan merupakan krisis global yang mengancam keberlangsungan hidup manusia. Perubahan iklim, deforestasi, polusi, dan kepunahan spesies bukanlah sekadar isu lingkungan semata, melainkan ancaman eksistensial yang menuntut solusi segera dan komprehensif. Al-Qur’an, sebagai pedoman hidup umat Islam, menawarkan perspektif yang relevan dan mendalam dalam memahami dan mengatasi permasalahan ini. Lebih dari sekadar seruan moral, Al-Qur’an memberikan kerangka teologis dan etis yang kuat untuk melindungi lingkungan, menganggapnya sebagai amanah ilahi yang harus dijaga oleh manusia sebagai khalifah di bumi.

Teks Al-Qur’an sarat dengan ayat-ayat yang menekankan pentingnya keseimbangan ekosistem dan tanggung jawab manusia dalam memeliharanya. Angka 800 ayat yang membahas alam semesta dan lingkungan bukanlah sekadar angka statistik, melainkan bukti nyata akan perhatian Ilahi terhadap kelestarian ciptaan-Nya. Manusia, sebagai khalifah, bukanlah penguasa mutlak yang berhak mengeksploitasi alam tanpa batas, melainkan pemimpin yang bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutannya. Konsep ini jauh berbeda dengan pandangan antropogenik yang menempatkan manusia di atas alam dan mengeksploitasinya demi kepentingan sesaat.

Al-Qur’an secara tegas melarang kerusakan lingkungan. Meskipun tidak secara eksplisit menggunakan istilah “kerusakan lingkungan” dalam terminologi modern, ayat-ayat seperti dalam Surah Al-A’raf (7:56) yang secara harfiah berbunyi “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya”, memberikan peringatan keras akan konsekuensi dari tindakan merusak alam. Ayat ini, bukan sekedar larangan, melainkan merupakan penegasan akan tanggung jawab moral manusia untuk menjaga dan memperbaiki apa yang telah Allah ciptakan. Interpretasi ayat ini menekankan bahwa kerusakan lingkungan bukan hanya tindakan yang merugikan manusia, tetapi juga merupakan bentuk ketidaktaatan terhadap kehendak Allah.

Lebih lanjut, Surah Ar-Rum (30:41) menjelaskan, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Ayat ini secara eksplisit mengaitkan kerusakan lingkungan dengan perbuatan manusia dan menekankan adanya konsekuensi atas tindakan tersebut. Ini bukanlah sekadar ancaman, melainkan sebuah peringatan yang menekankan hubungan sebab-akibat antara tindakan manusia dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Global warming, polusi, dan bencana alam yang kita saksikan saat ini dapat diinterpretasikan sebagai konsekuensi dari ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan.

Selain larangan merusak, Al-Qur’an juga menekankan pentingnya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana dan berkelanjutan. Konsep ini tercermin dalam berbagai ayat yang menggambarkan kekayaan dan keindahan alam semesta sebagai rahmat Allah bagi manusia. Namun, rahmat ini tidak boleh disalahgunakan dengan eksploitasi yang berlebihan dan tidak berkelanjutan. Prinsip keberlanjutan (sustainability) yang menjadi isu sentral dalam upaya penyelamatan lingkungan saat ini, sejalan dengan ajaran Al-Qur’an mengenai pemanfaatan sumber daya alam secara adil dan bijaksana, untuk kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang.

Kesimpulannya, Al-Qur’an menawarkan perspektif yang komprehensif dan relevan dalam menghadapi krisis lingkungan. Bukan hanya sebagai seruan moral, melainkan sebagai pedoman hidup yang menekankan tanggung jawab manusia sebagai khalifah dalam menjaga dan memelihara keseimbangan alam. Implementasi ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, melalui peningkatan kesadaran lingkungan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan penegakan hukum yang melindungi lingkungan, merupakan langkah krusial dalam upaya penyelamatan bumi dari kerusakan yang semakin parah. Perbaikan lingkungan bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga tertentu, melainkan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia, yang diilhami oleh ajaran-ajaran suci dalam Al-Qur’an.

Penulis: Fadel Ramadhan, mahasiswa Komunikasi dan penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, Universitas Islam negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (*)

LAINNYA