Abraham Garuda Laksono Perjuangkan Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak di Banten

waktu baca 2 menit
Rabu, 6 Nov 2024 23:17 0 63 Redaksi

TANGERANG| TD — Di tengah meluasnya kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak di Indonesia, anggota DPRD Provinsi Banten, Abraham Garuda Laksono, menekankan urgensi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Perempuan dan Anak di Banten. Raperda ini bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi kelompok rentan di Banten, sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak akan kerangka hukum yang jelas dan efektif dalam menangani isu-isu sosial yang semakin mengkhawatirkan.

Legislator termuda di DPRD Banten itu menyatakan bahwa Raperda ini adalah langkah strategis untuk mengatasi permasalahan yang telah ada sejak lama. “Kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sosial yang mempengaruhi perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Kita perlu memberikan perhatian serius terhadap perlindungan dan hak-hak mereka,” ujarnya kepada wartawan usai menyosialisasikan Raperda ini di Pura Parahyangan Bhuwana Raksati, Desa Sodong, Kecamatan Tigaraksa, pada Rabu, 6 November 2024.

Menurut data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), selama periode Januari hingga Oktober 2024, tercatat 21.847 kasus kekerasan di Indonesia, dengan 18.955 di antaranya adalah perempuan. Di Banten sendiri, terjadi 755 kasus dengan 421 korban perempuan, mayoritasnya merupakan anak-anak, dengan jumlah 700 korban.

Data ini menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Raperda ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dengan memberikan mekanisme yang lebih baik untuk melindungi korban dan mencegah terjadinya kekerasan,” tegasnya.

Raperda yang diusulkan mencakup berbagai aspek, mulai dari pencegahan hingga penanganan kasus, serta edukasi bagi masyarakat tentang hak-hak perempuan dan anak. Abraham menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan LSM dalam mengimplementasikan Raperda ini. “Tanpa dukungan semua pihak, upaya ini tidak akan berhasil. Kita perlu membangun kesadaran kolektif untuk melindungi perempuan dan anak,” tambah alumni James Cook University, Singapura tersebut.

Meskipun Raperda ini mendapat dukungan luas, beberapa pihak masih skeptis mengenai efektivitas implementasinya. Kritikus berpendapat bahwa tanpa pengawasan dan penegakan hukum yang ketat, Raperda hanya akan menjadi dokumen tanpa tindakan nyata. Oleh karena itu, Abraham menegaskan pentingnya evaluasi berkala pasca-pengesahan untuk memastikan kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dengan demikian, Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak yang diperjuangkan oleh Abraham Garuda Laksono bukan sekadar langkah simbolis, melainkan merupakan upaya konkret untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh perempuan dan anak di Banten. Ini adalah panggilan bagi semua elemen masyarakat untuk bersatu dan berkomitmen dalam menciptakan lingkungan yang aman dan berkeadilan. (*)

Unggulan

LAINNYA