KESEHATAN MENTAL | TD – Dalam keluarga yang sedang menghadapi isu perselingkuhan, anak merupakan pihak yang paling rentan menerima dampaknya. Tidak hanya merasakan sakit dan sedih, anak pun pasti mengalami kebingungan. Bahkan, kesehatan mentalnya dapat terpengaruh.
Meskipun masing-masing anak mempunyai respon yang berbeda, tetapi anak-anak secara pasti akan mengalami gejolak dalam jiwanya ketika mengetahui kedua orang tuanya bertengkar atau terlibat perkara perselingkuhan. Kadangkala dampak emosional ini terbawa hingga mereka dewasa. Karenanya, penting untuk memperhatikan anak-anak yang berada dalam kondisi demikian.
Berikut ini 5 dampak perselingkuhan orang tua yang dapat mempengaruhi anak:
1. Timbul kebingungan dan sikap menyalahkan diri sendiri pada anak.
Ketika mendapati bahwa orang tuanya bukanlah pasangan yang bahagia dan ingin saling meninggalkan, secara otomatis anak akan merasakan ketidakpercayaan. Ia dapat merasa bingung bagaimana memandang orang tua yang semula ia percayai untuk selalu bersama dan saling melindungi. Ia menjadi merasa keluarga dan rumah bukan lagi tempat yang aman dan dapat ia percaya.
Sebagian anak bahkan menyalahkan diri mereka sendiri atas apa yang terjadi pada orang tuanya. Dan ia dapat menjadi bingung untuk memperbaiki kesalahan itu. Akhirnya anak akan merasa tertekan.
2. Anak menjadi cenderung menarik diri dari pergaulan sosial.
Kondisi emosi yang tak stabil karena merasakan kesedihan, kebingungan, bercampur rasa takut akan apa yang terjadi di sekitar akan mendorong anak menyendiri. Apalagi bila ada teman atau tetangga menyebutkan permasalahan keluarga, ia akan semakin tertekan.
Hal ini tentu tidak baik bagi kesehatan mentalnya. Ia juga akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosialnya karena rasa percayanya, baik pada diri sendiri maupun pada sesama, yang memudar.
3. Anak menjadi pemberontak.
Rasa trauma dan ketidakpercayaan pada orang tua yang timbul karena isu perselingkuhan orang tua dapat membuat sebagian anak menjadi lebih agresif. Ia akan cenderung menolak perintah dan bahkan norma-norma sosial.
Perubahan perilaku menjadi pemberontak ini dapat mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah. Dan, hubungan mereka dengan orang-orang di sekitar juga dapat bermasalah.
4. Timbulnya penderitaan mental bagi anak.
Tidak jarang, anak-anak dari pasangan yang bercerai harus berjuang hingga dewasa karena kesehatan mental yang terganggu akibat isu perselingkuhan yang pernah menerpa keluarga.
Kecemasan, depresi, atau gangguan post traumatic stress disorder (PTSD) dapat menyiksa mental anak. Dan, tentu memerlukan dukungan dari segala pihak agar hal ini dapat menjadi lebih ringan.
5. Kemarahan tak berujung pada orang tua.
Anak-anak sangat mungkin menjadi marah karena mereka kecewa kepada orang tua yang tak lagi dapat menjadi gambaran kebahagiaan dan perlindungan yang ia harapkan karena peristiwa perselingkuhan.
Pemulihan hubungan dan kepercayaan antara anak dan orang tua ini memerlukan waktu dan usaha yang cukup besar. Melakukan komunikasi yang jujur dan terbuka, memberikan dukungan emosional kepada anak, dan mungkin bantuan dari ahli kesehatan mental dapat menjadi langkah untuk memperbaiki hubungan tersebut.
Orang tua juga dapat mendukung pemulihan kesehatan mental anak dengan memastikan kegiatan rutin anak berjalan dengan lancar. Hal ini akan membantu stabilnya emosi dan memberikan waktu agar kepercayaan diri anak kembali pulih.
Satu lagi yang harus menjadi perhatian orang tua. Yaitu menghindari bertengkar dengan pasangan di depan anak-anak. Pulihkanlah gambaran orang tua sebagai pasangan yang selalu siap dan bersedia memberikan pengayoman bagi anak-anak dengan selalu bersikap saling menghargai dan komunikatif. (Pat)