EKBIS | TD – Perjalanan Indonesia dalam bidang teknologi dan energi kini hampir memasuki tahap baru dengan kesediaan berbagai negara untuk berinvestasi untuk membangun pusat energi nuklir di tanah air.
Hal tersebut telah menjadi pembicaraan sejak Presiden Prabowo menghadiri KTT G20 di Brazil dan APEC di Peru beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan para pemimpin dunia tersebut, berbagai negara menyatakan ketertarikannya untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam mengembangkan nuklir, termasuk Perancis, Amerika Serikat, Cina, Korea, dan Rusia.
Pada saat ini, Menteri Perekonomian RI Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia telah berada dalam kesepakatan dengan Jepang dan Amerika Serikat dalam misi pengembangan pusat energi nuklir.
Dalam salah satu kerja sama tersebut, akan dibangun nuclear small modular reactor berkapasitas 300 W di Kalimantan Barat. Tujuan pembangunan unit tenaga nuklir berskala kecil ini adalah untuk menguji kelayakan apakah teknologi nuklir dapat berjalan di Indonesia.
Penelitian dengan menggunakan rektor modular kecil nuklir tersebut dijalankan oleh BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) bersama PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan NuScale Power yang berasal dari Amerika, serta USTDA (Agen Pengembangan dan Perdagangan Amerika Serikat).
Reaktor tersebut, rencananya, akan dapat beroperasi pada tahun 2036 dan memiliki ketahanan 10 hingga 15 tahun.
Sementara, negara-negara lainnya, seperti Cina, Perancis, dan Korea, masih dalam tahap penawaran kerja sama dalam bentuk business to business atau B2B.
Adapun, berbagai negara di seluruh dunia tengah menempatkan fokus mereka untuk mengembangkan teknologi nuklir. Teknologi ini kemungkinan besar akan menjadi andalan karena lebih bersih dalam hal emisi. Selain itu, teknologi nuklir dapat menyediakan energi dengan lebih efisien ketimbang sumber energi lainnya, termasuk fosil.
Kabar gembira tentang pengembangan nuklir dengan melibatkan negara-negara maju tentunya memberikan rasa optimis akan pembangunan, dan tersedianya energi melimpah yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomi. Namun, ada beberapa hal yang patut diperhatikan. Yaitu bahwa Indonesia merupakan wilayah rawan gempa. Kerawanan ini dapat berakibat buruk bila reaktor nuklir dibangun tidak cukup kuat dan aman, sehingga dapat mendatangkan bencana dalam kehidupan masyarakat.
Dampak terburuk yang terjadi bila pembangunan nuklir tidak mempunyai perhitungan cermat dalam hal keamanannya adalah limbah radioaktif yang dapat menyebabkan keracunan, generasi cacat genetik, dan musnahnya makhluk hidup pada area yang luas.
Studi Kelayakan Pengembangan Teknologi Nuklir di Indonesia
Untuk itulah, feasibility study atau studi kelayakan perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum memasuki tahap pengembangan selanjutnya. Studi kelayakan pengembangan energi nuklir meliputi:
1. Kelayakan teknis
Yaitu dengan mempelajari apakah teknologi nuklir yang ada dapat dilaksanakan secara teknis.
2. Kelayakan ekonomi
Menganalisa apakah teknologi nuklir yang akan dijalankan dapat bermanfaat secara ekonomi.
3. Kelayakan hukum
Menyelaraskan proyek pengembangan teknologi nuklir dengan hukum dan aturan yang ada di Indonesia.
4. Kelayakan operasional
Yakni melihat apakah sumber daya manusia dan juga infraastruktur yang tersedia cukup memadai dalam proyek energi tersebut.
Feasibility study di atas bertujuan menganalisa potensi keberhasilan proyek nuklir serta rintangan yang mungkin muncul di masa depan. Studi ini akan mempengaruhi kebijakan yang akan diambil dalam langkah pengembangan selanjutnya, yaitu pemilihan lokasi yang potensial, perizinan, pengujian secara menyeluruh, serta mulainya reaktor baru beroperasi serta tindakan pemeliharaannya.
Untuk membicarakan teknologi nuklir yang aman dan mungkin dikembangkan di Indonesia, saat ini sedang berlangsung diskusi antara Bappenas dengan Amerika Serikat dan Rusia.
Proses pengembangan reaktor nuklir yang akan berjalan cukup lama ini sangat diharapkan untuk berhasil. Sehingga Indonesia dapat memenuhi target zero net emission pada 2060 dan dapat menyediakan energi yang melimpah demi kesejahteraan bangsa. (Pat)