Kebijakan Ekspor Pasir Laut: Jalan Dua Arah Menuju Bencana atau Kemakmuran?

waktu baca 3 minutes
Jumat, 6 Des 2024 09:34 0 Redaksi

OPINI | TD — Ekspor pasir laut oleh Pemerintah Indonesia, sebuah isu yang menyimpan paradoks tajam, tengah menjadi sorotan. Di satu sisi, ia menawarkan peluang ekonomi yang menggiurkan bagi negara-negara berkembang yang kaya akan sumber daya pesisir seperti Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Pendapatan negara yang dihasilkan dapat menjadi sumber pendanaan pembangunan infrastruktur, meningkatkan taraf hidup, dan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.

Namun, di balik kilauan emas ekonomi ini, tersembunyi ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan yang berpotensi menghancurkan jauh lebih banyak daripada yang dihasilkan. Ini bukanlah debat ekonomi semata, melainkan pertarungan antara pembangunan jangka pendek dan keberlanjutan jangka panjang, antara keuntungan sesaat dan warisan yang akan kita tinggalkan untuk generasi mendatang.

Mimpi Ekonomi yang Menggoda, Namun…

Potensi ekonomi ekspor pasir laut memang tak bisa dipungkiri. Industri konstruksi global haus akan pasir laut berkualitas tinggi untuk pembuatan beton, dan permintaan terus meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur yang pesat di seluruh dunia.

Indonesia, dengan kekayaan lautnya, telah lama menjadi pemain utama dalam pasar ini. Namun, pertanyaannya bukanlah apakah kita bisa mendapatkan keuntungan ekonomi dari ekspor ini, melainkan bagaimana kita bisa melakukannya tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat pesisir.

Keuntungan ekonomi sesaat yang diraih dengan mengorbankan lingkungan tak ubahnya seperti membangun kastil di pasir – cepat runtuh dan meninggalkan kehancuran.

Ancaman Tersembunyi di Bawah Permukaan

Dampak lingkungan dari penambangan pasir laut bersifat destruktif dan meluas. Penghancuran terumbu karang, yang merupakan benteng pertahanan alami terhadap erosi dan bencana alam seperti tsunami, merupakan konsekuensi yang paling nyata.

Hilangnya terumbu karang tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati laut yang kaya, tetapi juga meningkatkan kerentanan wilayah pesisir terhadap bencana alam, berujung pada kerugian ekonomi yang jauh lebih besar dalam jangka panjang. Pergeseran garis pantai, peningkatan risiko banjir, dan pencemaran laut hanyalah beberapa dari dampak negatif lainnya yang perlu dipertimbangkan secara serius.

Regulasi yang Lemah dan Penegakan Hukum yang Terlambat

Meskipun beberapa negara telah mengeluarkan regulasi terkait penambangan pasir laut, implementasinya masih jauh dari ideal. Kelemahan dalam pengawasan, praktik penambangan ilegal yang merajalela, dan lemahnya penegakan hukum menjadi kendala besar.

Peraturan yang ada seringkali tidak cukup kuat untuk mencegah eksploitasi yang berlebihan dan kerusakan lingkungan yang parah. Akibatnya, potensi keuntungan ekonomi yang diharapkan justru terancam oleh kerusakan lingkungan yang tak terkendali.

Menuju Solusi Berkelanjutan: Lebih dari Sekedar Regulasi

Untuk mengatasi pradoks ini, tentunya dibutuhkan pendekatan multi dimensi yang lebih komprehensif. Regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih efektif hanyalah langkah awal. Investasi dalam teknologi alternatif, seperti penggunaan pasir buatan atau daur ulang material konstruksi, sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasir laut.

Edukasi publik dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan juga krusial untuk membangun kesadaran dan tanggung jawab kolektif. Penting pula untuk membangun kerjasama regional dan internasional untuk mengelola sumber daya pasir laut secara berkelanjutan.

Kesimpulan: Sebuah Pilihan yang Harus Diambil

Ekspor pasir laut bukanlah masalah yang bisa diabaikan. Ini adalah pilihan yang harus kita ambil dengan bijaksana, mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari setiap keputusan.

Kita harus memilih antara keuntungan ekonomi sesaat yang menghancurkan lingkungan dan masa depan yang berkelanjutan di mana pembangunan ekonomi berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan.

Kegagalan untuk mengambil tindakan yang tegas dan berkelanjutan akan berujung pada kerugian yang jauh lebih besar daripada keuntungan yang pernah kita bayangkan. Jalan menuju kemakmuran haruslah jalan yang bertanggung jawab, jalan yang menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.

Penulis: Muhammad Andri Maulana, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (*)

LAINNYA