Debat Publik Cagub Banten: Akademisi Nilai Hanya Sebagai Panggung Retorika Tanpa Substansi

waktu baca 2 menit
Kamis, 17 Okt 2024 16:23 0 129 Redaksi

SERANG | TD — Ikhsan Ahmad, seorang akademisi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), mengungkapkan ketidakpuasan terhadap pemaparan kedua calon gubernur dan wakil gubernur Banten dalam debat perdana yang berlangsung pada Rabu malam, 16 Oktober 2024.

Menurut Ikhsan, materi yang dibahas dalam debat tersebut tidak menyentuh isu-isu substansial, melainkan hanya sebatas pada tataran normatif.

“Contohnya, masalah ketimpangan antara utara dan selatan di Banten, serta isu stunting dan kemiskinan ekstrem yang seharusnya menjadi perhatian, justru tidak tersentuh dengan strategi yang mendalam dalam debat ini,” ungkap Ikhsan kepada TangerangDaily pada Kamis, 17 Oktober 2024.

Ia melanjutkan, debat tersebut lebih menonjolkan kemampuan retoris para calon, dengan membahas isu-isu umum yang sudah diketahui oleh masyarakat.

“Hal ini menciptakan normativisme yang tidak memiliki ukuran validitas, karena diungkapkan dalam bentuk janji-janji yang dikemas dalam formalitas visi dan misi. Seharusnya masing-masing calon lebih menekankan pada rencana aksi yang metodologis dan strategi terukur. Ini adalah harapan publik untuk mendapatkan tawaran konkret dari janji perubahan,” jelasnya.

Ikhsan juga mengamati bahwa kedua pasangan calon tampak enggan untuk mengangkat perasaan masyarakat Banten yang mengalami krisis kepercayaan terhadap pemimpin mereka.

Ia menyebutkan, Airin seharusnya berani menegaskan kepemimpinan dan kekuatannya saat memimpin, namun ada pengalaman yang kurang baik di mata masyarakat Banten, mengingat Airin adalah istri dari Tubagus Chaeri, yang diduga berperan sebagai pengendali di belakang layar.

“Di tengah budaya dan etika keluarga yang menuntut istri untuk tunduk kepada suami, bagaimana kepemimpinan Airin ke depan? Selain itu, tidak ada keberanian dari Airin untuk menjawab secara tegas isu korupsi yang disampaikan dengan halus oleh Andra Soni,” katanya.

“Sementara itu, Andra Soni juga belum mampu menjelaskan secara rinci tentang rencana pemberantasan korupsi dan bagaimana sekolah gratis akan dilaksanakan, termasuk batasan dan kriteria yang jelas,” tambahnya.

Ikhsan menilai bahwa kedua calon gubernur terlihat lemah dalam isu pemberantasan korupsi dan politik uang pada Pilkada. “Keduanya tidak tegas dalam menyatakan bahwa mereka tidak akan melakukan praktik saweran atau serangan fajar untuk mempengaruhi pemilih,” tegasnya.

Dalam hal pembenahan birokrasi, baik Airin maupun Andra Soni dinilai tidak memiliki konsep yang kuat, di tengah polarisasi dukungan ASN terhadap kedua pasangan calon di lingkungan pemerintah Banten.

“Mengenai kepemimpinan, Andra Soni semestinya berani menyatakan bahwa dirinya adalah kekuatan milik masyarakat Banten, bukan sekadar pegawai partai politik.”

“Dari kedua calon, satu hal yang positif adalah Andra Soni berani mengangkat isu besar mengenai pemberantasan korupsi. Sementara itu, Airin menunjukkan keunggulan dalam penguasaan konsep pembangunan yang akan dilakukan,” tutupnya. (Red)

LAINNYA