Sisi Kehidupan Nelayan Cacing Sutra Kota Tangerang

waktu baca 3 menit
Jumat, 12 Feb 2021 18:41 0 94 Redaksi TD

KOTA TANGERANG | TD — Profesi sebagai nelayan cacing sutra dilakoni Yuswanto, 45 tahun, sejak 21 tahun yang lalu. Berbekal perahu, setiap hari ia menelusuri sungai Cisadane demi menafkahi anak dan istri.

Bahkan dari profesi itu, satu dari tiga anaknya kini tengah mengenyam pendidikan di salah satu universitas swasta di Kota Tangerang.

Bermukim di Kampung dibantaran Sungai Cisadane, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Ruswanto beserta warga lainnya menggantungkan hidup dari mencari cacing sutera di sungai tersebut.

Ditemui TangerangDaily, Jumat, 12 Februari 2021, Yuswanto yang baru selesai mencari cacing sutera tampak bersemangat. Dua bak ukuran besar diperahunya, telah terisi penuh lumpur bercampur cacing sutra.

“Saya baru selesai mencari cacing sutra. Ini yang kedua kali di hari ini,” ungkapnya dengan wajah ceria.

Lumpur di bak tersebut berisi cacing sutra yang belum bersihkan. Yuswanto memindahkannya ke dalam tong, dan bergegas turun dari perahu. Ia lalu menumpahkannya ke dalam bak amparan berbentuk kotak dengan ukuran sekitar 1×1 meter.

Berita Tangerang, Berita Tangerang Terbaru, Berita Tangerang Terkini, Berita Tangerang Hari Ini, Berita Kota Tangerang, Berita Kota Tangerang Terbaru, Berita Kota Tangerang Terkini, Berita Kota Tangerang Hari Ini: Sisi Kehidupan Nelayan Cacing Sutra Kota Tangerang

Yuswanto memindahkan lumpur berisi cacing sutra ke bak amparan berukuran sekitar 1×1 meter tempat membersihkan cacing sutra dengan lumpur. (Foto: Milania Dewi Sujarwo Putri/TangerangDaily)

Langkah tersebut adalah tahapan pertama untuk memisahkan cacing sutra dari lumpur. Bak amparan itu kemudian ditutup menggunakan terpal untuk didiamkan selama dua jam.

Selanjutnya, Yuswanto memisahkan cacing sutra dari lumpur dengan cara bak amparan ditaburi air lalu lumpur diaduk-aduk dengan tangan.

Setelah cacing terpisah dengan lumpur, kemudian dimasukkan ke dalam ember, lalu ditumpahkan lagi ke dalam bak pembersih di sekitar rumahnya yang telah dilengkapi blower. Blower itu membersihkan cacing sutra dari lumpur dan kotoran lainnya. Proses ini berlangsung sekitar setengah jam.

“Air di bak pembersih ini akan mulai bening, itu tandanya cacing sutra sudah bersih dari lumpur dan kotoran,” katanya.

Berita Tangerang, Berita Tangerang Terbaru, Berita Tangerang Terkini, Berita Tangerang Hari Ini, Berita Kota Tangerang, Berita Kota Tangerang Terbaru, Berita Kota Tangerang Terkini, Berita Kota Tangerang Hari Ini: Sisi Kehidupan Nelayan Cacing Sutra Kota Tangerang

Cacing sutera yang telah dibersihkan dari lumpur. (Foto: Milania Dewi Sujarwo Putri/TangerangDaily)

Cacing sutra yang sudah bersih itu berwarna merah muda. Lalu didiamkan lagi sekitar tiga sampai empat jam untuk memastikan cacing benar-benar bersih. Cacing yang telah bersih diangkat kembali untuk dipindahkan ke dalam bak di sebelahnya. Proses pembersihan cacing telah selesai, dan siap untuk dijual.

Yuswanto mengatakan, setiap hari ia dua kali mencari cacing sutra di sungai Cisadane, yaitu pagi sampai siang, kemudian siang hingga sore hari. Tapi terkadang juga hanya sekali dalam sehari.

“Setiap hari, rata-rata mendapatkan 20 sampai 25 gayung cacing sutera. Tergantung kondisi sungai, kalau arus sedang deras, hanya dapat sedikit karena lumpur terbawa hanyut arus sungai,” jelasnya.

Selain mencari sendiri, ia mempekerjakan satu orang untuk membantu dirinya mencari cacing sutra di sungai Cisadane. Dari kerja kerasnya itu, Yuswanto mengantongi rupiah hingga ratusan ribu rupiah.

“Satu gayung dijual 20 ribu rupiah. Kalau 20 gayung ya 800 ribu rupiah. Alhamdulilah, bisa untuk mencukupi kehidupan sehari-hari keluarga, dan menyekolahkan anak,” katanya.

Sehingga, meski sedang berlangsung pandemi corona, ekonomi keluarganya tidak terlalu terdampak, karena pembeli cacing sutra terus berdatangan, tidak hanya dari sekitar Tangerang, tetapi juga dari luar daerah.

“Ada pembeli dari Lampung, Bogor, Pendeglang, bahkan Banyuwangi,” ujarnya.

Selain Yuswanto, di perkampungan cacing itu ada sekitar 60 kepala keluarga. Mereka puluhan tahun telah bermukim di area itu, dan menggandalkan penghasilan dengan mencari cacing sutra di sungai Cisadane.(Riska Melani/Milania Dewi Sujarwo Putri)

LAINNYA