TANGERANG | TD – Lahirnya aliran sastra simbolisme diawali oleh kemunculan Charles Baudelaire, Arthur Rimbaud, Paul Verlaine, dan Stephane Mallarme pada akhir abad ke-19 di Prancis.
Para penyair tersebut seringkali mengungkapkan ide pemikiran dan perasaan mereka dengan sugesti-sugesti dan menghindari ekspresi langsung. Dalam bahasa puisinya, mereka memilih menggunakan lambang-lambang sebagai ekspresi pengalaman batiniah.
Aliran simbolisme ini kemudian menyebar dari Prancis ke berbagai negara Eropa dan kemudian juga Amerika. Pengaruh aliran sastra simbolisme ini juga sangat terasa dalam karya-karya sastra modern.
Di Indonesia, aliran sastra simbolisme muncul saat masa penjajahan Jepang. Para penulis sastra memakai teknik simbolisme untuk menyamarkan sekaligus menyindir dan mengkritik keadaan sosial dan politik yang terjadi. Simbolisme membuat Jepang tak dapat melakukan sensor atas apa yang ditulis oleh para sastrawan karena bahasa simbolis yang mengakibatkan bias.
Contoh karya sastra yang termasuk aliran simbolisme antara lain puisi Aku karya Chairil Anwar. Chairil menggunakan kata “aku” sebagai simbol dari jiwa manusia yang ingin memberontak hingga menuju kebebasannya.
Karya sastra simbolisme lainnya adalah Sengsara Membawa Nikmat karya Sutan Sati. Sutan menuliskan kehidupan dari tokoh Midun menjadi simbol dari kehidupan rakyat Indonesia yang sangat menderita di bawah belenggu penjajahan.
Berikut ini beberapa teknik simbolisme yang digunakan dalam karya sastra.
1. Penggunaan bahasa yang indah, puitis, dan sarat dengan makna.
2. Pemakaian simbol-simbol untuk menyiratkan pesan secara tersembunyi.
3. Cerita atau karya yang menonjolkan aspek batiniah, subjektif, dan imajinatif.
4. Menggunakan sudut pandang yang mistis, idealis, dan religius.
5. Cerita atau karya mengandung unsur penolakan terhadap kenyataan buruk, kehidupan yang keras, dan ketidakadilan.
Teknik simbolisme dalam suatu karya sastra membuat karya tersebut menjadi prismatis. Dalam teknik seperti ini, karya akan terasa lebih indah karena penulis dapat bebas berekspresi dengan bahasa yang mereka sukai.
Namun, kelemahannya adalah tantangan yang dihadapi pembaca dalam mengartikan maksud penulis. Bahasa simbolisme bisa saja menimbulkan kesalahpahaman dan penafsiran yang berbeda-beda. (*)