TANGERANG | TD – Pengajar Ilmu Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Devi Dwi Siskawardani, mengimbau penyajian mi instan yang lebih baik bagi mereka yang menggemarinya.
“Banyak orang Indonesia yang mengonsumsi mi instan dicampur dengan nasi. Padahal cara itu membahayakan kesehatan karena bahan baku mi instan tinggi akan karbohidrat dan gula,” imbau Devi Dwi Siskawardani dikutip dari laman situs UMM, pada hari Rabu, 17 Mei 2023.
Devi mengatakan bahwa masyarakat harus mewaspadai cara penyajian mi instan. Selain itu, interval mengkonsumsi mi instan yang terlalu sering juga mempunyai akibat buruk untuk kesehatan.
“Mengonsumsinya terlalu banyak akan meningkatkan risiko beberapa penyakit seperti tekanan darah tinggi, diabetes, sakit kepala, gangguan hati, bahkan obesitas,” Devi menjelaskan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek negatif dari mengkonsumsi mi instan adalah:
1. Membuang air rebusan pada mi rebus instan.
Air rebusan mi hendaknya tidak ikut dikonsumsi. Kuah mi yang disajikan sebaiknya berasal dari air matang yang bersih dan baru.
2. Mengganti sebagian bumbu.
Devi menyarankan agar masyarakat tidak menggunakan seluruh bumbu yang disediakan dalam bungkus mi instan. Tetapi menguranginya, dan menggantinya dengan bahan-bahan alami.
Bahan alami yang dapat digunakan untuk menggantikan bumbu instan yaitu bawang putih dan merah, sayuran, serta daging.
Selain memberikan rasa yang enak, bahan-bahan alami tersebut juga menyediakan serat dan gizi yang dibutuhkan tubuh.
3. Memilih mi instan yang lebih aman.
Masyarakat dapat memilih mi instan yang mengandung pengawet, pewarna, dan penguat rasa lebih sedikit. Bahan mi yang terbuat dari wortel, umbi-umbian, tahu, dan varian lain selain gandum juga dianjurkan.
4. Tidak terlalu sering mengkonsumsi mi instan.
Meskipun iklan mi instan selalu mengklaim produknya sehat dan aman, tetapi masyarakat tidak boleh terlalu sering mengkonsumsi mi instan. Devi menganjurkan untuk mengkonsumsi mi instan secukupnya saja, tidak berlebihan.
“Tentu ada alasan kenapa saya mengimbau hal ini. Yakni agar kandungan bahan kimia pada mi instan tidak masuk ke dalam tubuh, tapi dibuang. Intensitas konsumsi mi juga tidak boleh terlalu sering. Maksimal dua kali dalam seminggu,” tuturnya tegas. (*)