Walhi Gugat Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 dan 10

waktu baca 3 menit
Kamis, 5 Nov 2020 21:55 0 96 Redaksi TD

KOTA SERANG | TD – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menggugat izin lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 dan 10 karena PLTU yang terletak di Kelurahan Suralaya (Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon) itu dinilai akan memperburuk kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat sekitarnya.

Walhi menggugat Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Banten Nomor: 570/2/ILH.DPMPTSP/III/2017 tentang Pemberian Izin Lingkungan kepada PT Indonesia Power. Gugatan telah terdaftar pada Pengadilan Tata Usaha Negara Serang dan memperoleh nomor perkara 51/G/LH/2020/PTUN.SRG.

“Sebelum mendaftarkan gugatan, Walhi telah terlebih dahulu mengajukan surat keberatan terhadap izin lingkungan PLTU Jawa 9 dan 10 kepada Gubernur Banten pada tanggal 5 Agustus 2020. Namun, surat keberatan tersebut tidak mendapatkan balasan,” kata kuasa hukum penggugat, Ronald Siahaan, dalam keterangannya, Kamis (5/11/2020).

Ronald mengatakan, penggugat selanjutnya mengajukan banding administratif kepada Presiden pada 1 September 2020, tetapi banding administratif tersebut juga tidak dibalas oleh Presiden.

“Mengingat hingga saat ini di wilayah Suralaya telah terdapat PLTU 8 dengan total kapasitas 4.025 MW yang letaknya begitu berdekatan dengan pemukiman masyarakat, PLTU Jawa 9 dan 10 diproyeksikan akan memperburuk kualitas udara di Suralaya dan Provinsi Banten secara umum,” ujarnya.

Ronald menambahkan, Banten saat ini memiliki 21 unit PLTU dan menempatkannya sebagai salah satu provinsi dengan jumlah PLTU paling banyak di Indonesia.

Selain itu, buruknya kualitas udara di Suralaya menyebabkan tingginya tingkat penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Kota Cilegon. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Cilegon, sejak tahun 2018 sampai dengan Mei 2020 terdapat 118.184 kasus ISPA di kota Cilegon.

“Sayangnya, dalam Amdal PLTU Jawa 9 dan 10 tahun 2017 dampak penurunan kualitas udara dan gangguan kesehatan masyarakat akibat pembangunan dan operasi PLTU Jawa 9 dan 10 tidak didasarkan atas informasi yang utuh dan valid sehingga prakiraan dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan dan operasi PLTU Jawa 9 dan 10 lebih rendah dari yang seharusnya,” kata dia.

Walhi menganggap, selain dampak terhadap kualitas udara dan gangguan kesehatan masyarakat, Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) tersebut juga gagal memperkirakan dampak pembangunan dan operasi PLTU terhadap kualitas air laut dan risiko kerusakan yang akan timbul akibat tsunami.

Menteri LHK pada tahun 2019 telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal (Permen LHK 15/2019) yang mengatur emisi Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Partikulat (PM), dan Merkuri (Hg) lebih ketat dibandingkan peraturan baku mutu emisi sebelumnya yang menjadi dasar terbitnya Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 dan 10.

“PLTU Jawa 9 dan 10 seharusnya mengikuti baku mutu emisi yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK 15/2019. Akan tetapi, hingga diajukannya gugatan ini tidak ada kejelasan perubahan Izin Lingkungan dan Amdal untuk penyesuaian standar. Padahal, ini merupakan salah satu kewajiban pemegang izin dan kegagalan pemenuhannya menyebabkan izin lingkungan yang ada dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 37 ayat (2) Huruf c UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH),” jelas Ronald.

Menurutnya, gugatan ini didaftarkan untuk kepentingan perlindungan lingkungan hidup dari dampak negatif yang berpotensi ditimbulkan oleh pembangunan dan operasi PLTU Suralaya 9 dan 10.

“Untuk itu, kami meminta Gubernur Provinsi Banten untuk membatalkan Izin Lingkungan PLTU Suralaya 9 dan 10,” katanya. (Iqbal/ROM/ATM)

""
""
""
LAINNYA