BANTEN | TD — Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten mengungkap praktik pungutan liar kepengurusan sertifikat lahan di Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Kabupaten Lebak.
Sebanyak 4 pegawai kantor BPN Lebak dan seorang Lurah di Lebak dalam OTT yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten pada Jumat 12 November.
Polda Banten juga telah menyita barang bukti berupa satu bundel berkas permohonan SHM milik pemohon atas tanah di Desa Inten Jaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak, tiga map kuning dan amplop coklat berisi uang masing-masing sebesar Rp15.000.000, Rp11.000.000 dan Rp10.000.000, sehingga total uang Rp36.000.000, satu unit DVR CCTV dan dua unit handphone.
Polda Banten tengah mendalami kode 2000 untuk atas dan 1000 untuk bawah dalam kasus pungutan liar sertifikat pengurusan lahan di Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Kabupaten Lebak.
“Informasi 2000 atas 1000 bawah sedang didalami oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Banten,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Shinto Silitonga menjawab pertanyaan Tempo soal tindaklanjut penyidikan pungli di BPN Lebak, Selasa 16 November 2021.
Shinto mengatakan hal tersebut menjadi penting untuk bisa menemukan fakta apakah modus ini dilakukan secara sistematis di lingkungan kerja BPN Lebak.
Polda Banten sudah menetapkan dua tersangka pungli yaitu RY (57), PNS Bagian Penata Pertanahan di Kantor BPN Lebak, PR (41), Pegawai Pemerintah Non PNS pada Bagian Administrasi Kantor BPN Lebak.
Wakil Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten Ajun Komisaris Besar Hendi Febrianto mengatakan modus pungutan liar pegawai Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Kabupaten Lebak, meminta tambahan biaya untuk pelayanan pengurusan SHM. “Para pelaku memberi target uang senilai tertentu per m2 diluar PNBP,” ujarnya.
Padahal, kata Hendi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 128 Tahun 2015 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, ditentukan nilai PNBP hanya sebesar Rp100 per m2. “Dan itu pun sudah dibayar oleh pemohon.”
Selain itu, prosedur pengurusan SHM juga tidak dilaksanakan sesuai dengan time lining yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPN nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. “Pasca pemohon membayar PNBP di loket, maka sesuai aturan, dalam jangka waktu 18 hari peta bidang harus diterbitkan, namun faktanya, pemohon tidak juga mendapatkan peta bidang sesuai hasil pengukuran tersebut,” tegas Hendi.
Hendi mengatakan bahwa motif para pelaku adalah dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi baik bagi diri sendiri maupun orang lain. “Hingga saat ini penyidik masih mendalami apakah perilaku ini terjadi secara sistematis di dalam lingkungan kerja di Kantor BPN Lebak,” kata Hendi. (Faraaz/Rom)