KESEHATAN MENTAL | TD – Pada era digital saat ini, Generasi Z atau Gen Z berhasil menjadi topik yang selalu hangat diperbincangkan terutama dalam lingkup dunia pekerjaan.
Sebagai generasi yang lahir pada akhir 1990-an hingga awal 2010-an, Gen Z tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Gen Z dikenal sebagai generasi yang berteman baik dengan teknologi, memiliki nilai-nilai yang kuat, dan cenderung lebih terbuka akan isu-isu sosial.
Meskipun Gen Z memiliki banyak kelebihan, Gen Z tetap tidak luput dari stigma buruk terutama dalam dunia pekerjaan. Pada artikel kali ini, akan kita bahas bersama mengenai alasan atau penyebab munculnya stigma buruk tersebut. Dan, berharap dapat memberikan penjelasan yang lebih baik tentang tantangan yang dimiliki oleh generasi zoomers ini.
1. Perbedaan nilai dan etika dalam dunia kerja.
Penyebab utama munculnya stigma buruk terhadap Gen Z dapat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya yaitu perbedaan nilai dan etika kerja bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Gen Z dinilai memiliki pandangan yang lebih fleksibel terhadap pekerjaan. Mereka lebih mengutamakan dan menghargai keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan dunia kerja. Hal satu ini sering kali dianggap sebagai kurangnya profesionalisme dan dedikasi terhadap pekerjaan. Terutama, oleh generasi sebelumnya atau yang lebih tua dan tumbuh dalam budaya kerja yang menekankan kerja keras dan pengorbanan.
Perbedaan nilai ini dapat menyebabkan kesalahpahaman antara Gen Z dan atasan mereka. Contohnya, bila seorang karyawan Gen Z lebih memilih untuk bekerja dari rumah atau work from home. Hal tersebut dapat dianggap sebagai tanda ketidakseriusan oleh atasan yang menganut pandangan tradisional.
Kesalahpahaman ini dapat membuat terciptanya sebuah kesan, bahwa Gen Z tidak mampu memenuhi tuntutan dalam pekerjaan. Walaupun, pada kenyataannya, Gen Z tetap memiliki komitmen dan mengerjakan pekerjaan mereka dengan cara yang berbeda.
2. Ketergantungan terhadap teknologi.
Gen Z tumbuh bersama teknologi dan internet sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Gen Z dikenal sebagai generasi digital natives.
Meski kemampuan mereka dalam mengendalikan teknologi merupakan sebuah aset berharga di lingkungan pekerjaan, ketergantungan Gen Z pada teknologi juga sering kali menjadi sumber munculnya stigma.
Banyak orang yang beranggapan bahwa Gen Z terlalu bergantung pada perangkat digital, misalnya handphone. Sehingga gen Z dinilai kurang mampu berinteraksi secara langsung dengan rekan kerja. Ketergantungan ini dapat dilihat dari cara Gen Z berkomunikasi. Mereka cenderung lebih nyaman berkomunikasi melalui pesan teks daripada melakukan komunikasi secara langsung atau tatap muka.
Hal itu dapat menimbulkan kesan bahwa Gen Z kurang pandai dalam membangun hubungan interpersonal yang baik dalam lingkungan kerja. Padahal, Gen Z memiliki cara unik dan berbeda dalam membangun koneksi, walaupun mungkin cara yang dilakukan sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.
Terdapat banyak tantangan besar yang dihadapi Gen Z di dunia profesional. Salah satunya adalah persepsi dari perusahaan terhadap keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki. Banyak perusahaan yang memilih kandidat berdasarkan pengalaman kerja, hal ini menjadi kendala utama bagi Gen Z yang baru saja memasuki dunia kerja.
Stigma ini dapat membuat Gen Z merasa kurang dihargai bahkan tersisihkan, meskipun pada kenyataannya mungkin mereka memiliki keterampilan yang lebih relevan dan potensi yang cukup baik. Sebagai generasi yang baru memasuki dunia kerja, banyak Gen Z yang dituntut harus berjuang lebih kuat untuk membuktikan kemampuan yang mereka miliki.
Gen Z sering kali dihadapkan dengan pertanyaan terkait pengalaman kerja sebelumnya, dan pertanyaan ini dapat membuat mereka merasa tidak percaya diri. Hal tersebut dapat membangun kesan bahwa mereka tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan untuk sukses di tempat kerja. Meskipun sebenarnya mereka mungkin memiliki keterampilan yang dapat diterapkan dalam konteks yang berbeda.
Kesehatan mental menjadi salah satu isu penting yang mulai diperhatikan di dunia kerja. Gen Z dikenal sebagai generasi yang lebih terbuka dan peduli terhadap isu kesehatan mental, sehingga Gen Z sering kali menghadapi stigma terkait tantangan yang mereka hadapi.
Banyak individu yang beranggapan bahwa generasi ini memiliki sensitivitas yang terlalu tinggi, atau tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan di tempat kerja. Sehingga pada akhirnya hal ini dapat menciptakan kesan negatif terhadap mereka.
Tantangan pada isu kesehatan mental ini sering kali diperburuk oleh tekanan yang dihadapi Gen Z dalam memenuhi ekspektasi yang tinggi. Baik ekspektasi milik sendiri maupun dari lingkungan sekitar.
Selain itu, mereka juga cenderung merasa tertekan dalam meraih kesuksesan dalam berkarier. Dan, ketika sedang mengalami kesulitan, stigma yang ada membuat mereka merasa terisolasi atau terasingkan.
Dalam hal ini, masih banyak perusahaan yang belum sepenuhnya memahami dan peduli terhadap pentingnya kesehatan mental di lingkungan pekerjaan. Namun, kabar baiknya, beberapa perusahaan sudah mulai mengadopsi kebijakan dalam mendukung kesehatan mental para pekerja.
Itu dia empat penyebab munculnya stigma buruk terhadap Gen Z di dunia kerja. Untuk mengatasi stigma ini, penting bagi kedua belah pihak baik Gen Z maupun perusahaan untuk saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada.
Dengan menciptakan komunikasi yang baik dan lingkungan kerja yang mendukung, stigma yang ada dapat di minimalisir. Dan, potensi Gen Z pun dapat dioptimalkan. Dengan demikian, generasi ini dapat berkontribusi secara positif dalam dunia profesional dan menciptakan perubahan yang berarti. (Nazwa/Pat)