Warna-Warni Alami: Kenali Pigmen yang Terkandung pada Cabai dan Manfaatnya

waktu baca 3 menit
Senin, 25 Nov 2024 23:34 0 139 Redaksi

OPINI | TD — Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang paling digemari di Indonesia. Sering digunakan sebagai bumbu masak, cabai tidak hanya berfungsi sebagai penyedap, tetapi juga menambah cita rasa, aroma, dan memberikan rasa pedas yang khas. Di pasar atau di tukang sayur, kita sering menemukan berbagai jenis cabai dengan warna yang beragam. Namun, pernahkah Anda penasaran mengapa cabai memiliki beragam warna tersebut? Mari kita simak penjelasannya.

Warna adalah hal pertama yang terlihat dan sangat menentukan minat konsumen untuk membeli cabai segar. Menurut penelitian oleh Parfiyanti et al. (2016), warna cabai yang kita lihat tergantung pada pigmen yang terkandung di dalamnya. Pigmen adalah zat warna alami yang ditemukan pada tumbuhan dan hewan.

Umumnya, saat masih muda, buah cabai memiliki warna hijau tua, hijau, putih, atau kuning pucat. Saat buah cabai semakin tua, warnanya akan berubah menjadi merah, merah tua, hijau kemerahan, atau bahkan merah gelap mendekati ungu.

Cabai hijau mengandung pigmen hijau yang dikenal sebagai klorofil. Klorofil juga terdapat di daun tanaman dan berperan penting dalam proses fotosintesis, di mana tanaman mengubah cahaya matahari menjadi energi. Dilansir dari penelitian Lingga (2014), klorofil tidak hanya memberikan warna hijau, tetapi juga memiliki manfaat bagi kesehatan manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa klorofil dapat membantu detoksifikasi tubuh, meningkatkan oksigenasi sel, dan memiliki sifat antikanker.

Sementara itu, cabai yang berwarna merah, kuning, atau oranye mengandung pigmen lain yang disebut karotenoid. Karotenoid adalah pigmen berwarna oranye, merah, atau kuning yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam air. Buah dan sayuran yang mengandung karotenoid juga dikenal memiliki manfaat kesehatan, termasuk sebagai antioksidan.

Perubahan warna pada cabai saat matang, dari hijau menjadi merah, kuning, atau oranye, disebabkan oleh perubahan pigmen dalam buah tersebut. Ketika cabai matang, terdapat perubahan kimia yang menghasilkan zat baru yang tidak dapat dikembalikan. Pada cabai muda, klorofil mendominasi warna, sehingga tampak hijau. Namun, saat cabai mulai matang, klorofil mulai rusak akibat gas etilen yang diproduksi oleh buah itu sendiri. Gas etilen adalah hormon tanaman yang bertugas dalam proses pematangan buah.

Ketika klorofil terurai, pigmen karotenoid mulai terlihat dan memberikan warna merah, kuning, atau oranye pada cabai. Variasi warna cabai tergantung pada jenis dan jumlah karotenoid yang ada di dalamnya, seperti beta-karoten, lutein, zeaxanthin, dan lainnya.

Selain itu, perubahan warna pada cabai rawit juga berkaitan dengan proses metabolisme. Penelitian oleh Sulistyaningrum dan Darudyo (2018) menyatakan bahwa semakin tinggi laju metabolisme, semakin cepat perubahan warna cabai terjadi. Aktivitas metabolisme ini juga mempengaruhi berbagai sifat cabai, baik fisik maupun kimia.

Intensitas sinar matahari juga memainkan peran penting dalam perubahan warna cabai. Sinar matahari dapat mempercepat proses penguapan air di dalam buah dan meningkatkan produksi gas etilen. Selain itu, sinar matahari dapat mempercepat kerusakan klorofil, sehingga karotenoid menjadi lebih terlihat.

Meskipun kaya manfaat, kadar karotenoid dalam cabai sering kali berhubungan dengan kandungan capsaicin, senyawa yang memberikan rasa pedas dan dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan jika dikonsumsi berlebihan. Oleh karena itu, penting untuk mengonsumsinya dalam jumlah yang sesuai dengan toleransi tubuh masing-masing.

Keindahan warna-warni cabai bukan hanya mencerminkan keanekaragaman hayati, tetapi juga menggambarkan bagaimana proses biokimia mendukung kehidupan dan kesehatan manusia. Melalui penelitian lebih lanjut, manfaat klorofil dan karotenoid pada cabai dapat dieksplorasi lebih mendalam, baik untuk kebutuhan nutrisi maupun pengembangan produk kesehatan.

Referensi

  1. Lingga, L. (2014). Health Secret of Pepper. Elex Media Komputindo.
  2. Parfiyanti, E. A., Hastuti, R. B., & Hastuti, E. D. (2016). Pengaruh suhu pengeringan yang berbeda terhadap kualitas cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Jurnal Akademika Biologi, 5(1), 82-92.
  3. Sulistyaningrum, A., & Darudryo, D. (2018). Decreasing of Cayenne Pepper Quality During Storage in Room Temperature. Jurnal Agronida, 4(2).

Penulis: Syania Zulfa Sulthoniah, Mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

LAINNYA