KABUPATEN TANGERANG | TD — Warga Kampung Gembong Jatake, Balaraja dan Kampung Keramat, Desa Sumur Bandung, Jayanti yang tinggal di sekitar PT Mayora Indah Tbk, Jayanti mengaku belum menerima dana kompensasi selama empat tahun lebih produsen makanan dan minuman itu beroperasi.
“Seperakpun saya mah belum terima,” ujar Husna, 40 tahun, warga kampung Gembong Jatake, Desa Gembong, Balaraja, Selasa 28 September 2021.
Padahal, Husna yang rumahnya berjarak hanya sekitar 10 meter dari bangunan pabrik itu selalu terganggu suara bising dari pabrik baik siang maupun malam. “Suara bising gak kenal waktu, malam lagi tidurpun kadang terganggu,” ujarnya.
Selain bising, kata Husna, warga kampung itu harus tersiksa dengan aroma busuk limbah yang setiap hari mengalir melalui saluran pembuangan. Saluran pembuangan melintasi perkampungan itu melalui saluran irigasi yang selanjutnya mengalir ke arah Sungai Cidurian.
“Baunya kadang menyengat, kadang kalau lagi makan baunya muncul, nafsu makan jadi hilang,” ujarnya.
Siti Arnaningsih, 30 tahun warga Kampung Kramat, Desa Sumur Bandung, Jayanti juga mengaku sejak pabrik makanan dengan merk terkenal itu beroperasi sekitar 2017 belum pernah mendapatkan dana kompensasi.
“Seharusnya kan ada, karena di tempat tempat lain yang ada industri warganya dapat dana kompensasi setiap bulan,” ujarnya.
Arnan yang rumahnya hanya terhalang satu bangunan dan dibatasi tembok beton dengan bangunan utama pabrik Mayora itu mengatakan selain merasakan bising, bau, air sumur di rumahnya pun berubah warna dan rasa sejak perusahaan itu beroperasi.
“Keruh dan kekuningan, kalau diminum rasanya gak enak,” ujarnya.
Manajer Area PT Mayora Indah Jayanti, Mukhlis mengaku tidak tahu dana kompensasi untuk warga sekitar. “Bisa ada, bisa tidak ada, saya cek dulu,” ujarnya. (Red/Rom)