Warga Jurumudi Serahkan 164 Bukti Kejanggalan Proyek JORR II Tangerang

waktu baca 3 menit
Rabu, 3 Mar 2021 08:26 0 104 Redaksi TD

KOTA TANGERANG | TD — Sidang kasus penggusuran tanah milik warga Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, yang terdampak proyek Tol JORR II, Kota Tangerang kembali digelar, Selasa (2/3/2021).

Sidang ke-9 di Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang itu dengan agenda pembuktian berkas dari pihak warga. Sebanyak 164 bukti diajukan kuasa hukum warga Jurumudi kepada majelis hakim.

Kuasa Hukum Warga Jurumudi dari LPBHNU Kabupaten Tangerang, Anggi Alwik Juli Siregar mengatakan bukti tersebut terdiri dari KTP warga, sertifikat hak milik, AJB akta jual beli, resume harga tanah dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), surat konsinyasi, 13 undangan sosialisasi penggusuran dari pengembang tahun 2013 dan 2017.

“Tadi sidang berlangsung sekitar 1 jam karena pembuktian cukup lama, karena diperiksa hakim dan diperiksa oleh tergugat,” ujarnya usai sidang, Selasa, (2/3/2021).

Berita Tangerang, Berita Tangerang Terbaru, Berita Tangerang Terkini, Berita Tangerang Hari Ini, Berita Kota Tangerang, Berita Kota Tangerang Terbaru, Berita Kota Tangerang Terkini, Berita Kota Tangerang Hari Ini: Warga Jurumudi Serahkan 164 Bukti Kejanggalan Proyek JORR II Tangerang

Warga Jurumudi, korban gusuran proyek JORR II Kota Tangerang di depan Pengadilan Tangerang, Selasa (2/3/20210. (Foto: Eko Setiawan/TangerangDaily)

Kepada Hakim dalam sidang tersebut Anggi juga menyampaikan sejumlah peraturan perundang-undangan yang dinilai telah dilanggar oleh pengembang. Di antaranya Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Demi Kepentingan Umum untuk Pembangunan. Lalu, Perpres nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan tanah.

“Ada juga KUH (Kitab Undang-Undang Hukum) perdata ada juga TAP MPR (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat) tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan peraturan peraturan lainnya. Jadi total ada 164 bukti,” jelas Anggi.

Pihak tergugat yang hadir diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Badan Pertanahanan Nasional (BPN) dan PT Jasamarga Kunciran Cengkareng (JKC), Wali Kota Tangerang, BPN dan Gubernur diwakili kuasa hukumnya. Hadir pula pihak Kelurahan Jurumudi dan sementara pihak Kecamatan Benda tak hadir, Sementara KJPP konsisten tak hadir sejak awal sidang pertama.

Semua bukti-bukti tersebut, kata Anggi, sudah diterima oleh majelis hakim. Namun, ada satu bukti yang dikembalikan lantaran kurang lengkap.

“Ada satu tadi soal sertifikat milik penggugat 9 atas nama Ibu Aas, karena memang ada kesalahan tulis, jadi di sertifikat dengan dialat bukti tulis itu tidak sesuai namanya, nanti kami perbaiki. Nah minggu depan kami tambahkan sebagai alat bukti. Selasa nanti,” jelasnya.

Bukti yang disampaikan itu, kata dia, sudak berimbang. Namun menyoroti kejanggalan harga tanah. Dimana ada perbedaan antara surat dari KJPP dan Konsinyasi.

“Harapan setelah sidang ini, hakim bisa melihat bahwasanya memang bukti yang diberikan oleh penggugat, warga Jurumudi, itu sudah lengkap dan kami sudah bisa dilihat tergugat dalam hal ini Kementerian PUPR maupun BPN sampai Jasamarga telah melakukan perbuatan melawan hukum,” katanya.

Salah satu warga, Dedi Sutrisno berharap majelis hakim dapat bersikap objektif. Kata dia bila berbicara cacat hukum hal itu sudah dapat terlihat jelas dari prosesnya sejak awal.

“Saya ingin menyampaikan beberapa hal misalnya resume yang dilakukan KJPP itu tidak melihat langsung ke lapangan atau tidak sesuai dengan harga pasaran, mereka hanya melihat gambar dan foto,” katanya.

“Yang kedua mereka melawan hukum, hasil resume itu tidak sesuai dengan konsinyasi yang dilakukan pemohon dalam hal ini tergugat 1, PUPR. Yang ketiga inventarisasi itu tidak lengkap semua,” tambahnya.

Kemudian keempat, kata dia,, semua barang milik warga yang rusak saat proses penggusuran belum mendapatkan ganti rugi dari pengembang. Sehingga dia meminta keadilan soal hal tersebut.

“Yang kelima belum ada konsinyasi tetapi sudah dieksekusi seperti kemarin, padahal lahannya bangunannya sudah enggak ada. Tapi kenapa baru tiba-tiba mereka minta permohonan pengosongan lahan, dan masih banyak lagi lainnya,” kata Dedi. (Eko Setiawan/Rom)

LAINNYA