Utopis Manfaat Organisasi Mahasiswa, (Bukan) Jadi Tempat “Sirkulasi Pengetahuan”

waktu baca 3 minutes
Minggu, 23 Nov 2025 18:20 0 Nazwa

OPINI | TD — Bagi sebagian calon anggota, organisasi mahasiswa kerap dibayangkan sebagai ruang berkumpulnya orang-orang “intelek” yang hari-harinya dipenuhi diskusi, buku, serta ide-ide perubahan. Mereka membayangkan organisasi sebagai tempat lahirnya para agent of change. Namun, apakah realitasnya demikian?

Di lapangan, tidak banyak organisasi mahasiswa yang mampu memberi dampak nyata bagi anggotanya. Keilmuan dan pola pikir organisasi sering mandek di tempat. Tidak ada inovasi, tidak ada keberlanjutan, tidak ada manfaat intelektual yang benar-benar dirasakan baik oleh anggota baru maupun anggota lama.

Ironisnya, organisasi yang seharusnya membawa maslahat justru berubah menjadi kumpulan orang problematik yang tidak visioner maupun inovatif. Tersisa nama dan struktur, tapi kehilangan tujuan. Jika kondisi sudah sedemikian rupa, tidak ada jalan lain selain rekonsiliasi menyeluruh.

Menata ulang organisasi yang ketinggalan zaman tentu tidak mudah. Ego anggota, pimpinan, dan para senior (demisioner) sering menjadi hambatan tersendiri. Kesadaran kolektif untuk rekonstruksi harus ditempatkan sebagai prioritas, bukan sekadar wacana.

Sebab pada dasarnya, tujuan berorganisasi adalah menambah ilmu—sesuatu yang tidak didapatkan secara formal di ruang kelas. Anggota menginvestasikan tenaga, waktu, dan materi. Maka organisasi wajib membalasnya melalui program-program yang menambah pengetahuan dan pengalaman, bukan sekadar kegiatan seremonial yang berulang.

Karena itu, organisasi mesti memiliki visi-misi yang jelas dan terukur. Meski demikian, selalu ada tantangan: tujuan berorganisasi sering kali bergantung pada pola pikir anggotanya. Ada yang ingin bergerak maju, ada yang puas dengan rutinitas lama yang membosankan.

Untuk menjawab persoalan tersebut, organisasi membutuhkan sirkulasi keilmuan yang sehat. Sirkulasi keilmuan seperti apa? Dan bagaimana menerapkannya di tengah karakter organisasi yang majemuk?

Sebenarnya, konsep ini tidak rumit. Namun banyak organisasi mengabaikannya. Atas nama kekerabatan atau kedekatan, keilmuan justru dipasung oleh pola pikir internal yang stagnan. Contohnya, organisasi mahasiswa A melakukan perekrutan, lalu menggelar Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK). Alih-alih menghadirkan pemateri berkompeten, mereka memilih para demisioner yang tidak menunjukkan perkembangan berarti.

Sangat disayangkan ketika organisasi tersebut tidak memanfaatkan nama “organisasi” untuk mengundang pihak luar yang lebih relevan demi menghadirkan sirkulasi keilmuan. Akibatnya, anggota hanya mendapat ilmu yang itu-itu saja.

Padahal, sebagaimana dijelaskan Ostling dkk. (2018) dalam “The History of Knowledge and the Circulation of Knowledge: An Introduction”, sirkulasi pengetahuan tidak boleh berpusat pada organisasi itu sendiri. Interaksi, komunikasi, ide, dan gagasan semestinya melibatkan para ahli, bukan hanya orang-orang internal yang geraknya stagnan.

Temuan Ostling dkk. tersebut memberi gambaran jelas: organisasi mahasiswa harus membuka diri terhadap pengetahuan yang berkembang, salah satunya dengan menghadirkan pemateri eksternal yang kompeten. Jika tetap berkutat pada demisioner yang stagnan—bahkan pasangan para demisioner—itu bukan hanya memalukan, tetapi juga menunjukkan bahwa visi organisasi sebenarnya kerdil.

Lebih jauh, Ostling dkk. menegaskan bahwa sirkulasi pengetahuan tidak boleh berjalan di tempat. Diperlukan konektivitas keluar agar ilmu yang diterima anggota selalu segar dan tidak membusuk di tangan sumber yang itu-itu saja.

Hal ini menjadi refleksi pula bagi saya sebagai Pembina HIMA PG PAUD Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT). Organisasi mahasiswa harus dikelola dengan pikiran progresif agar anggotanya tidak menyesal telah bergabung. Dari sana, anggota diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang berguna di masa depan.

Penulis: Muhammad Guruh Nuary
Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang, Pembina HIMA PG PAUD, Anggota Serikat Pekerja Kampus (SPK), Mahasiswa S3 Unika Atma Jaya. (*)

LAINNYA