UI Buka Suara Soal Polemik Tuntutan Pembatalan Gelar Doktor Bahlil

waktu baca 2 minutes
Kamis, 13 Mar 2025 02:04 0 Redaksi

DEPOK | TD — Universitas Indonesia (UI) memberikan penjelasan mengenai polemik yang berkaitan dengan tuntutan pembatalan gelar doktor Bahlil Lahadalia. UI menegaskan bahwa permintaan untuk membatalkan disertasi Bahlil tidak berdasar, karena ia belum dinyatakan lulus.

Menurut Arie Afriansyah, Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Bahlil Lahadalia belum mendapatkan kelulusan dari program S3 di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) karena disertasinya belum diterima oleh empat organ utama UI.

Keempat organ tersebut meliputi Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB).

“Keputusan dari keempat organ UI menyatakan bahwa mahasiswa yang bersangkutan harus melakukan revisi disertasi. Ini menunjukkan bahwa disertasinya belum dapat diterima sebagai dokumen pendukung kelulusan. Jika disertasi belum disetujui dan dinyatakan sah, bagaimana mungkin bisa dibatalkan?” jelas Arie dalam keterangan tertulis yang diterima TangerangDaily pada Rabu, 12 Maret 2025.

Lebih lanjut, Arie menjelaskan bahwa keempat organ UI juga telah memutuskan untuk menunda kelulusan Bahlil dengan mekanisme menunda yudisium hingga revisi disertasi selesai.

“Tuntutan untuk membatalkan kelulusan juga tidak tepat. Karena disertasi yang menjadi syarat kelulusan belum diterima oleh keempat organ UI, ini berarti Mahasiswa yang bersangkutan belum lulus,” tambahnya.

Terkait tuntutan pembatalan gelar doktor Bahlil, Arie menegaskan bahwa hal tersebut juga tidak relevan, mengingat Menteri ESDM tersebut belum lulus.

“Tuntutan untuk mencabut gelar mahasiswa yang bersangkutan tidak relevan. Mahasiswa tersebut dinyatakan oleh keempat organ UI belum lulus dan belum mendapatkan ijazahnya,” imbuhnya.

Arie juga menekankan bahwa UI telah mengambil langkah tegas dalam melakukan pembinaan terhadap semua pihak yang terlibat dalam pelanggaran akademik dan etik, termasuk Promotor, Ko-promotor, Manajemen Sekolah (Direktur, Dekan, Kepala Program Studi), dan Mahasiswa.

Pembinaan bagi Bahlil mencakup kewajiban untuk meningkatkan kualitas disertasi dan memenuhi syarat tambahan berupa publikasi ilmiah. Sementara itu, bagi Promotor, Ko-Promotor, Direktur Sekolah, dan Kepala Prodi, bentuk pembinaan meliputi larangan mengajar, menerima mahasiswa bimbingan baru, serta larangan menjabat di posisi struktural untuk jangka waktu tertentu.

“Langkah pembinaan bagi manajemen berpangkat tinggi di strata akademik dan struktural di UI menunjukkan bahwa keempat organ UI tidak tebang pilih dalam penerapan sistem dan mekanisme etik,” tutupnya.  (*)

""
""
""
LAINNYA