Suara Mahasiswa dalam Dinamika Legislasi: Manifestasi Kedaulatan Rakyat dan Tantangan Demokrasi Liberal

waktu baca 3 minutes
Rabu, 18 Jun 2025 13:40 0 Patricia Pawestri

JAKARTA | TD – Aksi demonstrasi mahasiswa kembali terjadi di depan Gedung DPR RI pada awal 2025. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas menolak beberapa pasal dalam rancangan undang-undang yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Fenomena ini mencerminkan semangat kedaulatan rakyat, sekaligus mengundang refleksi terhadap praktik demokrasi liberal di Indonesia.

Dalam teori kedaulatan rakyat, kekuasaan sejati berasal dari rakyat dan harus dijalankan demi kepentingan bersama. Ketika wakil-wakil rakyat tidak mewakili aspirasi publik, mahasiswa sering kali mengambil peran sebagai pengontrol kekuasaan melalui aksi-aksi demonstrasi di ruang publik.

Salah satu pemicu terbaru adalah ketidakpuasan terhadap Rancangan Undang-Undang yang dianggap merugikan rakyat kecil. Diah (20), mahasiswi Fakultas Hukum, mengatakan, “Kami turun ke jalan bukan karena benci pada negara, tapi karena kami cinta pada demokrasi dan ingin menjaga suara rakyat.”

Namun, dari sudut pandang demokrasi liberal, peran warga negara terbatas hanya dalam kerangka formal seperti pemilu, partai politik, dan lembaga hukum. Demokrasi liberal menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak individu, termasuk kebebasan berpendapat dan hak untuk tidak mendapat perlakuan sewenang-wenang oleh negara. Sayangnya, dalam praktiknya, kedua teori ini seringkali berbenturan dengan realitas.

Studi Kasus: Demo Hari Buruh 2025 dan Represi Aparat

Pada aksi peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025 lalu, sejumlah mahasiswa ikut bergabung menyuarakan penolakan terhadap sistem kerja kontrak dan upah murah. Aksi tersebut berujung ricuh. Beberapa mahasiswa tertangkap secara brutal oleh aparat, bahkan sebelum mereka sempat menyampaikan aspirasinya.

Video penangkapan tersebut tersebar luas dan memicu kecaman dari publik. Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, di mana rakyat memiliki hak menyampaikan kritik terhadap kebijakan negara. Penindasan terhadap demonstrasi damai ini juga mencederai prinsip dasar demokrasi liberal, yakni perlindungan terhadap kebebasan sipil.

Pengamat hukum tata negara, Prof. Ratna Indrawati, menyatakan, “Ketika negara membungkam kritik rakyat dengan kekerasan, ia tidak hanya melukai demokrasi, tapi juga mengkhianati kedaulatan yang seharusnya berada di tangan rakyat.”

Aksi mahasiswa, baik dalam demonstrasi legislasi maupun Hari Buruh, adalah cerminan dari semangat demokrasi yang hidup. Mereka tidak sekadar bereaksi, tetapi menunjukkan bahwa partisipasi rakyat tidak boleh menjadi terbatas oleh karena institusi tertentu atau mengalami tekanan dengan kekerasan.

Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bahwa demokrasi tidak cukup hanya diukur dari terselenggaranya pemilu. Demokrasi sejati membutuhkan keseimbangan antara prosedur formal ala demokrasi liberal dan partisipasi aktif sebagaimana dalam teori kedaulatan rakyat. Tanpa keduanya, demokrasi hanya menjadi slogan tanpa jiwa.

Catatan

Artikel ini ditulis sebagai bagian dari kajian teori politik, dengan mengangkat peran mahasiswa dalam dinamika legislasi di Indonesia, khususnya sebagai bentuk manifestasi kedaulatan rakyat dan kritik terhadap praktik demokrasi liberal yang dinilai belum sepenuhnya melindungi hak-hak warga negara.

Penulis: Anggita Naila Dwi Hartika, Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Editor: Patricia

LAINNYA