KESEHATAN MENTAL | TD – ‘People pleaser’ adalah fenomena di mana kita sering kali terjebak dalam keinginan untuk menyenangkan dan memuaskan orang lain, kegiatan ini dapat sangat menguras energi bahkan mengganggu kesehatan mental kita.
Pada fenomena ini kita ditekan untuk selalu mengatakan ‘ya’, walaupun sebenarnya kita ingin mengatakan ‘tidak’. Padahal, penting untuk diingat, memprioritaskan diri sendiri dan membuat batasan adalah salah satu bagian penting dalam menjaga kesehatan mental dan juga emosional.
Pada pembahasan kali ini, penulis membedah beberapa alasan mengapa seseorang cenderung menjadi people pleaser, dampak dari fenomena ini, dan bagaimana cara untuk mulai mengatakan ‘tidak’ tanpa dihantui rasa bersalah.
Bagi sebagian orang, proses terjadinya people pleaser dimulai dari rumah. Orang-orang yang tumbuh dalam lingkungan di mana mereka merasa harus memenuhi harapan orang tua atau anggota keluarga lainnya, mungkin belajar untuk mendahulukan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan mereka sendiri.
Misalnya, anak-anak yang terus-menerus dipuji karena berbuat baik atau menyenangkan orang tuanya cenderung belajar dan beranggapan bahwa cinta dan penerimaan hanya dapat dicapai melalui pengorbanan diri.
Pengalaman masa kecil yang buruk, seperti diacuhkan juga dapat memengaruhi perilaku ini. Anak-anak yang merasa tersisihkan akan berusaha menyenangkan orang lain. Mereka tahu bahwa dengan memenuhi kebutuhan orang lain, mereka dapat membangun hubungan yang lebih baik dan mendapatkan cinta yang mereka inginkan.
Tekanan sosial juga berperan dalam fenomena people pleaser. Di era media sosial, kita terus-menerus dihadapkan pada gambaran kehidupan orang lain yang tampaknya sempurna. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak cukup baik, memaksa kita bekerja lebih keras untuk menyenangkan orang lain guna mendapatkan persetujuan orang lain.
Selain itu, norma budaya yang menekankan pentingnya kebaikan dan ketaatan dapat membuat kita merasa bersalah ketika menolak permintaan orang lain.
Meskipun niat dibalik perbuatan ini mungkin baik, perilaku people pleaser tetap memiliki dampak negatif yang cukup signifikan terhadap kesehatan mental dan juga emosional. Salah satu dampaknya yaitu stres dan kelelahan secara emosional. Ketika seseorang secara terus menerus berusaha untuk menyenangkan orang lain, seseorang tersebut sering kali melupakan kebutuhan dan keinginannya sendiri.
Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya stres secara berkepanjangan dan juga membuat seseorang kelelahan secara emosional. Kemungkinan paling buruk pun dapat terjadi, yakni orang tersebut mungkin mengalami perasaan terjebak dalam siklus di mana ia selalu berusaha memenuhi ekspektasi orang lain. Kondisi yang tidak sehat secara mental ini seringkali berakhir dengan rasa kekosongan dan ketidakpuasan terhadap hidup yang ia jalani.
Lebih lanjut, salah satu dampak sangat merugikan yang timbul dari fenomena ini adalah hilangnya identitas diri. Saat seseorang terlalu fokus pada ekspektasi orang lain, ia akan kehilangan pandangan terkait apa yang diinginkan dan siapa dirinya sebenarnya. Hal ini dapat mengakibatkan seseorang mengalami krisis identitas, di mana ia merasa kebingungan akan tujuan hidup dan hal apa yang sebenarnya membuatnya bahagia.
Salah satu cara yang baik untuk mengatakan ‘tidak’ adalah dengan menggunakan bahasa yang jelas dan juga tegas.
Hindari menggunakan alasan yang rumit, karena hal tersebut akan membuat seseorang dinilai tidak yakin. Cukup katakan, “Maaf, saya tidak dapat membantu hal itu.”
Kelugasan dan ketegasan akan membuat orang lain lebih memahami posisi kita tanpa ragu.
Jika keadaan memungkinkan, menawarkan alternatif lain adalah sebuah kunci. Sebagai contoh, ketika seseorang meminta bantuan kita pada waktu yang kurang tepat, kita bisa mengatakan, “Saya tidak bisa ikut membantu hari ini, tapi mungkin saya bisa membantumu di hari esok.” Kalimat ini menunjukkan bahwa kita tetap peduli, walaupun kita tidak dapat memenuhi permintaan tersebut.
Saat mengatakan ‘tidak’, penting untuk kita menjaga emosi dan intonasi agar tetap terlihat tenang. Jika kita merasa cemas ataupun bersalah, hal tersebut dapat terlihat dari cara kita menyampaikan penolakan. Sehingga, orang lain dapat merasakan kecemasan yang kita rasakan.
Demikian beberapa penjelasan mengenai people pleaser.
Dengan memahami akar dari perilaku people pleaser, mengenali dampaknya, dan belajar cara untuk menolak permintaan orang lain, kita dapat membangun hidup yang lebih seimbang dan memuaskan. Ingatlah bahwa kita berhak untuk menetapkan batasan dan mengutamakan diri sendiri tanpa merasa bersalah.
Sekali lagi, perlu diingat bahwa mengatakan ‘tidak’ bukanlah tindakan yang egois, melainkan langkah penting untuk menjaga kesehatan mental dan emosional kita. (Nazwa/Pat)