KOTA TANGSEL | TD – Seorang warga bernama Sumiyati, yang tinggal di Pondok Betung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, dilaporkan oleh pihak kepolisian terkait kasus memasuki pekarangan yang dianggap terlarang.
Kuasa hukum Sumiyati, Sulaiman N. Sembiring, menyatakan bahwa kliennya menjadi terlapor dalam laporan polisi yang menuduhnya memasuki area tanpa izin, padahal milik kliennya sendiri.
Sulaiman menjelaskan bahwa sidang perdana untuk kasus ini akan segera dimulai. “Kami merasa prihatin dengan kondisi klien kami, karena sebagai pemilik sah tanah, dia justru dilaporkan atas tuduhan yang tidak masuk akal. Ini adalah kasus yang aneh dan seharusnya ada pemeriksaan lebih lanjut sebelum laporan dibuat,” ungkap Sulaiman pada Sabtu, 9 Februari 2025.
Ia menambahkan bahwa masalah ini sebenarnya merupakan bagian dari sengketa tanah yang lebih besar, melibatkan delapan ahli waris di Pondok Aren yang berkonflik dengan salah satu BUMN.
Sulaiman juga mengungkapkan rencananya untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua ke Mahkamah Agung (MA) untuk memperjuangkan hak kliennya, bersamaan dengan proses persidangan terkait tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin. “Kami percaya putusan sebelumnya tidak tepat, sehingga kami akan mengajukan PK kedua agar MA dapat meninjau kembali kasus ini. Ada banyak hal yang perlu diperbaiki,” jelasnya.
“Harapan kami adalah agar tanah ini dikembalikan kepada ahli warisnya, demi perbaikan sistem hukum yang ada. Kami akan mendampingi klien dalam persidangan yang menurut kami tidak adil,” tambahnya.
Selain mengajukan PK kedua, tim kuasa hukum juga berencana untuk meminta perhatian dari Presiden, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Langkah ini diambil agar kasus ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
“Jika bukan negara yang melindungi hak masyarakat, lalu siapa lagi? Kami akan meminta perhatian dari Presiden, Menteri ATR, dan DPR agar kasus ini tidak diabaikan. Salah satu jalur yang bisa ditempuh adalah melalui Pak Nusron Wahyu,” ujarnya.
Sulaiman juga menyoroti bahwa rumah yang menjadi objek sengketa sudah berdiri sejak 2021, namun dalam dakwaan disebutkan seolah-olah tidak ada kepemilikan yang jelas. Ia juga mengeluhkan kesulitan dalam mendapatkan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari kepolisian, yang seharusnya menjadi hak kliennya untuk pembelaan.
Keberadaan seorang bernama Muslihuddin sebagai terlapor dalam kasus ini juga dipertanyakan oleh kuasa hukum, karena identitasnya dianggap tidak jelas dan bahkan dikabarkan sudah meninggal. Hal ini menambah kejanggalan dalam kasus tersebut.
Sulaiman juga mempertanyakan pemanggilan kliennya oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang dianggap tidak sesuai prosedur. Ia mengungkapkan bahwa surat panggilan tersebut tidak memiliki nomor, stempel, dan tanda tangan yang sah. (*)