KABUPATEN TANGERANG I TD — Banjir menjadi persoalan serius yang dihadapi negara-negara di dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Selain karena pemanasan global yang memicu anomali cuaca, banjir juga dipicu oleh praktik pembangunan yang mengabaikan keseimbangan lingkungan.
Pada awal tahun 2020, banjir bandang terjadi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, (Jabodetabek) dan Lebak. Curah hujan yang tinggi sejak 31 Desember 2019, membuat sungai-sungai di wilayah tersebut tak dapat menampung debit air, sehingga meluap ke pemukiman.
Kemudian, peristiwa serupa terulang pada awal tahun 2021. Bencana banjir dan longsor terjadi tak hanya di wilayah Jabodetabek dan Banten, namun juga di Kalimantan Selatan.
Curah hujan yang tinggi disebut sebagai pemicu bencana yang merenggut korban jiwa dan harta tersebut. Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), hujan pada awal tahun 2020 memecahkan rekor terbaru sebagai curah hujan tertinggi di Jakarta sejak dilakukan pengukuran pertama tahun 1866. Curah hujan pada 31 Desember sampai 1 Januari 2020 tersebut mencapai 377 milimeter per hari, lebih tinggi dari curah hujan pada tahun Februari 2015 sebesar 367 milimeter.
Sementara, curah hujan pada Februari 2021, BMKG merilis mencapai hingga 226 milimeter per hari pada 18-19 Februari.
Namun, banjir bukan hanya persoalan yang dihadapi Indonesia, dampak anomali cuaca juga dirasakan di negara-negara lain. Seperti apa teknologi meminimalisir banjir, berikut rangkuman TangerangDaily yang dikutip dari berbagai sumber.
Water-Gate merupakan alat reaksi cepat anti banjir yang praktis karena mudah dibongkar pasang. Alat ini berfungsi seperti karung pasir atau tanggul darurat untuk menahan air.
Cara kerjanya cukup sederhana. Water-Gate ini awalnya rata dengan permukaan tanah. Namun saat air datang, tekanan air mendorong Water-Gate terbuka seperti kipas dan kemudian mengembang menjadi tanggul.
Di Selandia Baru alat ini biasanya dipasang di sungai, jalan raya, akses jalan perumahan dan tempat lainnya yang diperkirakan akan berpotensi banjir.
Sejak dulu negeri kincir angin ini tidak diragukan dalam penanganan banjir. Salah satu infrastruktur besar di Belanda yang berfungsi menahan banjir adalah Maeslant Storm Surge Barrier di Rotterdam.
Maeslant Storm Surge Barrier adalah pintu gerbang raksasa untuk menutup kanal dari ancaman banjir. Seperti diketahui, sungai dan kanal di Belanda digunakan untuk lalu lintas kapal. Karena itu, dibutuhkan teknologi untuk buka tutup sungai.
Cara kerjanya, ketika permukaan air naik, sensor bahaya akan menyala. Lalu gerbang pelan-pelan akan menutup dari pinggir sungai dengan cara digeser. Gerbang ini kemudian diisi air sebagai pemberatnya. Maka, terciptalah bendungan di sungai.
Aquobex Flood Guard adalah inovasi tekonologi pencegah banjir yang dipasang di rumah-rumah. Fungsi alat ini sebagai tanggul sementara. Alat ini dipasang di pintu rumah, sehingga air tidak masuk ke dalam rumah.
Tepatnya di Kuala Lumpur terdapat proyek pengendali banjir bernama terowongan Stormwater Management and Road Tunnel (SMART). Infrastruktur ini awalnya hanya digunakan untuk mengatasi banjir, namun kemudian dikembangkan juga menjadikan jalan tol bawah tanah untuk mengurai kemacetan ketika sedang tak terjadi banjir.
Terowongan yang memiki panjang 9,7 kilometer ini mampu menampung 3 juta meter kubik air dan mengalirkannya ke tempat penampungan dan laut guna mencegah banjir di pusat kota. Ketika banjir sudah surut, terowongan akan langsung dibersihkan dan bisa dilewati kembali oleh kendaraan.
Untuk melindungi kota Tokyo dari banjir yang kerap melanda, pemerintah Jepang bekerjasama dengan Shutoken Gaikaku Housui membangun tangki-tangki bawah tanah berukuran raksasa yang tersembunyi di kedalaman 22 meter yang bernama G-Cans.
Tangki bawah tanah ini terhubung dengan terowongan-terowongan yang akan mengalirkan air dari permukaan tanah dan ditampung ke bawah tanah. Saluran itu menyedot air dari sungai yang berukuran lebih kecil dan sedang di Tokyo utara dan memindahkannya ke sungai Edo yang dapat menampung air dengan volume lebih besar.
Ketika salah satu sungai meluap, air akan jatuh ke satu dari lima tangki silindris setinggi 70 meter yang tersebar di sepanjang saluran ini.
Untuk mengatasi wilayahnya yang sering terkena banjir dari luapan sungai Danube, pemerintah kota Grein, Austria memasang dinding anti banjir. Uniknya, dinding dengan tinggi mencapai 3,6 meter ini bisa dipindah-pindah sehingga bisa dilepas ketika banjir usai. Pada banjir yang terjadi pada 2013, teknologi ini langsung terkenal karena dinilai efektif mengatasi banjir.
Itulah beberapa teknologi yang digunakan di beberapa negara yang juga kerap dilanda banjir. Teknologi tersebut cukup efektif untuk menanggulangi banjir sehingga penduduknya bisa terlindungi. Teknlogi tersebut bisa ditiru di Indonesia, khususnya di wilayah dataran rendah seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang kerap menjadi wilayah langganan banjir.
Penulis: Aldrien Adi Surono
Editor: Mohamad Romli