Pilkada 2020PolitikTangerang Selatan

Prediksi Pengamat: Pemenang Pilkada Adalah Paslon yang Bisa Kerahkan Pendukung ke TPS

256
Berita Tangerang, Berita Tangerang Selatan: Prediksi Pengamat: Pemenang Pilkada Adalah Paslon yang Bisa Kerahkan Pendukung ke TPS
Calon Walikota dan Wakil Walikota pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan 2020.
Bagikan:

TANGSEL | TD — Pengamat politik memprediksi pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Tangerang Selatan adalah pasangan calon (paslon) yang bisa mengerahkan pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS).

Berdasarkan survei yang dipublikasikan Kajian Politik Nasional (KPN), Jumat, 4 Desember 2020, diprediksi ada sekitar 33,4% pemilih pada Pilkada Kota Tangerang Selatan yang tidak akan datang saat pemungutan suara 9 Desember nanti.

Alasan ketidakhadiran pemilih terutama karena takut terkena covid-19 (22,2%), lalu alasan tidak ada paslon yang dapat membawa perubahan di Kota Tangsel (6,4%), alasan urusan pekerjaan/usaha (2,9%), serta alasan lainnya (1,9%). Sebanyak 4,9% sisanya menjawab belum tahu/tidak tahu.

Berdasarkan data tersebut, Zaki Mubarak, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah, memprediksi pemenang Pilkada Kota Tangsel 2020 adalah paslon yang mampu mendorong pendukungnya untuk memberikan suaranya.

“Kontestan dan mesin politik harus bekerja keras untuk mendorong pendukungnya datang saat pencoblosan. Kalau pendukung cuma bicara tapi tidak mencoblos, ya, enggak ada artinya karena pemenang dihitung berdasarkan suara terbanyak di kotak pencoblosan,” ujar Zaki kepada TangerangDaily, Senin (7/12/2020).

Zaki melanjutkan, situasi pandemi covid-19 menjadikan Pilkada Kota Tangsel ini dilematis. Pada satu sisi, publik diharapkan partisipasinya; disisi lain, publik dapat terancam keselamatannya.

“Tampaknya pemerintah sudah salah prediksi. Gelombang jumlah pasien covid-nya di banyak daerah pelaksana Pilkada justru makin menggila. Tapi sudah telanjur dan sulit dibatalkan,” tambahnya.

Dengan kondisi demikian, ia memprediksi Pilkada 2020 akan minim kualitas dan partisipasi publik.

“Yang tidak bersedia hadir karena alasan kesehatan harus kita hargai, tidak boleh kita memberi stigma negatif. Di bagian dunia mana pun, salah satu tujuan politik adalah membangun masyarakat yang sehat, bukan sebaliknya. Karena itu, aspek kesehatan publik memang seharusnya lebih diprioritaskan,” pungkasnya. (Sayuti/Rom/ATM)

Bagikan:
Exit mobile version