JAKARTA | TD — SPD Sampai Hati sebuah grup musik yang memainkan musik tradisional asal Minangkabau tampil di Gelora Bung Karno pada 26 dan 27 Mei 2022.
Pertunjukan bertajuk ‘Minangkabau di Tanah Rantau’ itu sendiri digelar dari tanggal 23 sampai 29 Mei oleh Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) Jakarta Pusat.
“Gamaik pernah sangat populer di Minang ini namun sempat juga mati suri. Baru belakangan ini gamaik kembali bergeliat. Cukup banyak grup gamaik yang bermunculan saat ini,” kata Tati, salah satu musisI Minang yang melawat ke Jakarta pekan depan bersama grup musik SPD Sampai Hati, dikutip Minggu, 29 Mei 2022.
Padahal, sambung Tati, gamaik merupakan salah satu kekayaan budaya milik masyarakat Sumbar umumnya, khususnya Minang.
Pada pertunjukan tersebut, SPD Sampai Hati membawakan beberapa lagu gamaik. Memang salah satu misi mereka dalam gelaran itu ialah memopulerkan kembali gamaik, selain menghibur dan mengobati rindu para perantau akan kampung halaman.
Gamaik dan Semangat Multikulturalisme
Sore itu, 20 Mei 2022 di Rumah Dinas Ketua DPRD Sumbar menjadi ruang latihan bagi SPD Sampai Hati. Selain Tati, tampak juga musisi seperti Ferry YJ, Kadri Tanjung, Saiful Kelana, Eva Kemala, dan lainnya. Juga tampak akademisi seperti Yon Hendri yang ikut mematangkan persiapan SPD Sampai Hati sebelum tampil di Gelora Bung Karno.
“Gamaik ini punya potensi yang luar biasa untuk dikembangkan. Gamaik punya daya adaptasi yang luar biasa, gamaik bisa dipadukan dengan berbagai gaya musik,” kata Ferry YJ di saat jeda latihan.
“Meski begitu, gamaik tetap unik karena secara musikalitas strukturnya berbeda dengan musik-musik modern,” sambung Ferry.
Lebih dari itu, yang lebih penting bagi Ferry ialah semangat yang dibawa oleh gamaik itu sendiri. Menurut anak dari almarhum Yan Juned yang merupakan salah satu musisi yang berjasa mengembangkan gamaik ini, gamaik membawa semangat multikulturalisme.
“Dalam gamaik ada beberapa unsur budaya. Mulai dari India, Tionghoa, dan Minang sendiri. Ini bisa dilihat dari instrumen musiknya,” katanya.
Ia menerangkan bahwa alat musik Gazal dalam gamaik berasal dari India, sementara Gambang merupakan alat musik yang dibawa para musisi Tionghoa. Kebudayaan Minang kemudian memasukkan unsur pantun dan irama ke dalam gamaik. Ini yang membuat gamaik kaya secara musikalitas.
Jika ditampilkan dalam format yang lebih tradisional, seperti dalam gamaik baradaik, menurut Ferry, kita akan lihat betapa kayanya kesenian ini.
Dalam gamaik baradaik, ada seni tari, seni tutur (kato sasambahan), serta seni musik yang berasal dari perpaduan berbagai kebudayaan. Pantun-pantun dalam gamaik jenis ini berisi ajaran budi, nasehat, serta parasaian hidup.
Menurutnya lagi, semua itu memperlihatkan betapa gamaik merupakan simbol persatuan antaretnis. “Gamaik adalah kesenian yang mempersatukan etnis,” kata Ferry dengan mata berbinar.
“Karena itu, kita harus bangkitkan kembali gamaik yang sempat terbenam ini,” pungkasnya.
Perlunya Dukungan Kebijakan dan Penganggaran
Partisipasi SPD Sampai Hati dalam perhelatan yang digelar IKM itu, tidak terlepas dari upaya Supardi, Ketua DPRD Sumbar bekerjasama dengan Dinas Penghubung Sumatera Barat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
“Mengangkat kembali gamaik bukan hal yang mudah,” tutur Sapardi saat diwawancarai di sela-sela latihan SPD Sampai Hati.
“Kita perlu dukungan dari banyak pihak, termasuk dukungan di level kebijakan dan penganggaran,” sambungnya.
“Saat ada momentum seperti acara yang diadakan IKM itu, kita harus memanfaatkannya dengan memberi fasilitas pada para musisi kita,” tambahnya.
Politisi dari partai Gerindra ini berharap dengan tampilnya SPD Sampai Hati di tanah rantau, generasi muda Minangkabau yang lahir dan besar di rantau mengenal gamaik sebagai bagian dari dirinya. Selain itu, ia juga berharap masyarakat Minang secara umum, baik di rantau atau di ranah, tidak melupakan gamaik sebagai salah satu kekayaan budaya milik bersama.
Di samping itu, Supardi juga meminta pada dinas terkait seperti Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata agar memberi ruang dan fasilitas bagi musisi Minang yang terlibat dalam pengembangan gamaik di Sumatera Barat.
“Kita berharap Dinas Budaya juga mulai memperhatikan kelangsungan musik gamaik ini”, kata Supardi lagi.
Menurutnya, dengan melihat potensi gamaik yang sangat besar serta nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya, sudah saatnya pengembangan gamaik betul-betul diperhatikan.
Hal tersebut disepakati oleh Tati. Menurutnya, Sumbar yang boleh dikatakan minim sumber daya alam, harus benar-benar melihat seni dan budaya sebagai aset berharga, salah satunya gamaik.
“Pada 1980-an, saat industri musik di Sumbar sedang maju-majunya, para musisi dan industri ini menyumbang cukup banyak untuk pendapatan daerah. Bayangkan kalau semua itu bisa kita bangkitkan lagi hari ini. Ini belum termasuk potensi pariwisata yang ada pada seni budaya seperti gamaik. Sudah saatnya seni budaya menjadi ‘jualan’ Sumbar,” tutupnya. (Rel/Ril/Red)