Pidato Panas Prabowo di Sidang PBB 2025: Indonesia Tak Lagi Diam di Panggung Dunia

waktu baca 4 minutes
Selasa, 7 Okt 2025 22:04 0 Redaksi

OPINI | TD — Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang digelar Selasa, 23 September 2025 di New York, Amerika Serikat, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto tampil mengejutkan. Dalam pidato perdananya sebagai kepala negara, Prabowo menyampaikan orasi politik yang tegas, kritis, dan menyentuh isu-isu global paling krusial—dari dominasi negara besar, ketidakadilan global, konflik Gaza, hingga ketimpangan akses terhadap teknologi.

Pidato ini menjadi penanda arah baru kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih berani dan progresif. Tidak lagi sekadar menjadi penonton, Indonesia kini tampil sebagai aktor global yang menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang di tengah panggung dunia.

Pidato Prabowo, Panggung Baru Indonesia

Kesempatan berpidato di urutan ketiga dalam sidang PBB adalah prestasi tersendiri bagi Indonesia. Dalam sejarah sebelumnya, kehadiran presiden Indonesia sering kali berada di luar spotlight. Kali ini, kehadiran Prabowo di posisi awal menunjukkan peningkatan posisi tawar diplomasi Indonesia.

Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan salam hormat kepada para pemimpin dunia dan menekankan pentingnya melihat satu sama lain sebagai sesama manusia, bukan sebagai sekat-sekat identitas rasial, agama, maupun kebangsaan.

Menggugat Dunia yang Tak Adil

Prabowo mengangkat ironi besar dunia modern: kemajuan teknologi tidak selalu sejalan dengan kemajuan moral. Ia mengkritik keras bagaimana diskriminasi, penindasan, hingga rasisme masih terjadi di tengah era globalisasi.

Dengan menyinggung Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Prabowo mengingatkan dunia bahwa prinsip kesetaraan dan kebebasan seharusnya menjadi dasar tatanan global yang adil. Namun realitas menunjukkan ketimpangan yang justru semakin mencolok, di mana negara-negara kuat memonopoli sumber daya, sementara negara berkembang tertinggal dan tertindas.

Tragedi Gaza dan Seruan untuk Keadilan Palestina

Pernyataan Prabowo soal konflik Palestina–Israel menjadi bagian paling berani dan emosional dari pidatonya. Ia menyampaikan bahwa dunia tidak bisa terus menutup mata atas penderitaan rakyat Palestina. Dengan mengutip sejarawan Yunani Thucydides, ia menyampaikan pesan mendalam: “Yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menderita apa yang harus mereka derita.”

Namun, Prabowo tetap menekankan pendekatan yang adil. “Hak rakyat Palestina untuk merdeka dan hak rakyat Israel untuk hidup aman harus berjalan seiring,” ujarnya. Pesan ini menggambarkan diplomasi Indonesia yang tetap berpihak pada kemanusiaan dan keadilan universal, bukan sekadar keberpihakan politik.

Kritik terhadap Ketimpangan Global

Pidato Prabowo tidak berhenti di Timur Tengah. Ia memperluas kritik terhadap struktur global yang timpang. Ia menyampaikan bahwa negara-negara maju kerap memonopoli pengetahuan, teknologi, dan sumber daya, sementara negara berkembang dibiarkan bergelut dengan krisis pangan, energi, dan perubahan iklim sendirian.

“Janganlah dunia ini hanya menjadi milik mereka yang kuat. Dunia harus menjadi tempat yang adil bagi semua bangsa,” tegasnya. Jika ketimpangan ini terus dibiarkan, kata Prabowo, dunia akan memasuki siklus konflik baru yang tidak terhindarkan.

Indonesia, PBB, dan Komitmen untuk Perdamaian

Dalam pidatonya, Prabowo juga mengingatkan dunia tentang peran besar PBB dalam membantu Indonesia di awal kemerdekaannya. Melalui lembaga seperti UNICEF, FAO, dan WHO, Indonesia menerima banyak dukungan yang memungkinkan bangsa ini bangkit dari keterpurukan pasca-kolonialisme.

Karena itu, Indonesia, kata Prabowo, akan terus mendukung kerja-kerja PBB dan siap memperkuat kontribusinya, termasuk dalam pengiriman pasukan perdamaian dan upaya menjadi jembatan diplomatik antarnegara.

Respons Dunia: Sorotan, Tepuk Tangan, dan Ketegangan

Pidato Presiden Prabowo segera menjadi sorotan media internasional. Delegasi dari negara-negara berkembang menyambut pidato tersebut dengan tepuk tangan panjang. Mereka melihatnya sebagai suara dari Global South yang selama ini termarjinalkan.

Namun tidak semua delegasi senang. Beberapa wajah kaku terlihat dari kursi negara-negara Barat yang memiliki kedekatan dengan Israel. Pidato Prabowo dianggap sebagai kritik langsung terhadap dominasi politik dan ekonomi mereka di panggung dunia.

Dari Penonton Menjadi Pemain Utama

Pidato panas Prabowo di Sidang Umum PBB adalah penanda bahwa Indonesia telah memasuki babak baru dalam politik luar negerinya. Bukan lagi negara yang hanya bersuara saat dibutuhkan, Indonesia kini memilih untuk berbicara lantang, membawa suara keadilan, dan menantang ketimpangan.

Dunia kini melihat Indonesia sebagai negara yang tidak hanya besar secara geografis, tetapi juga besar dalam keberanian dan komitmennya untuk membela kemanusiaan. Dan pidato Prabowo adalah titik awal perubahan itu.

Penulis: Muhammad Rayhan Ibrahim,
Mahasiswa Semester 1, Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

LAINNYA