OPINI | TD — Moral politik adalah fondasi yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia memuat nilai-nilai dan prinsip-prinsip etis yang harus menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, dan pelaksanaan kekuasaan. Menurut Michael Walzer, seorang filsuf politik, moral politik berkaitan dengan konsep keadilan sosial yang harus dijunjung tinggi dalam setiap aspek kehidupan politik. Sementara itu, John Rawls, dalam teorinya tentang keadilan, menekankan bahwa setiap tindakan politik seharusnya bertujuan untuk menciptakan kondisi yang adil bagi semua anggota masyarakat. Namun, dalam konteks Indonesia, telah terjadi perubahan moral yang mencolok dan hilangnya etika dalam berpolitik yang sangat memprihatinkan. Sejarah panjang konflik, ketidakadilan, dan penyalahgunaan kekuasaan menciptakan sebuah realitas yang menunjukkan bahwa moralitas dalam politik kita telah menurun dengan tajam.
Pertama-tama, pentingnya sistem pemilu yang transparan dan akuntabel tidak dapat dipandang sebelah mata. Dari sistem pemilu inilah legitimasi kekuasaan dibangun. Ketika sistem ini tidak berjalan dengan baik, legitimasi para pemimpin yang terpilih pun dipertanyakan. Kegagalan dalam sistem pemilu tidak hanya mengancam keadilan sosial, tetapi juga dapat memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi politik. Ketidakpercayaan ini berujung pada apatisme, di mana masyarakat merasa suara mereka tidak berarti dan mengabaikan tanggung jawab politik. Dalam konteks ini, moralitas masyarakat bukan hanya tanggung jawab politisi, tetapi juga menjadi kewajiban setiap warga negara untuk mengawasi dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin mereka.
Selanjutnya, demokrasi yang sehat tidak dapat berdiri tanpa partisipasi aktif masyarakat. Namun, realitas menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang skeptis dan apatis terhadap proses politik, sering kali sebagai akibat dari pengalaman buruk di masa lalu, di mana janji-janji politik tidak terealisasi dan praktik korupsi merajalela. Hal ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses politik. Tanpa moral dan etika yang tinggi dalam berpolitik, kita tidak akan mampu membangun tatanan politik yang adil, transparan, dan akuntabel, di mana kepentingan rakyat benar-benar diutamakan.
Era Reformasi yang seharusnya membawa harapan baru ternyata tidak sepenuhnya berhasil. Meskipun kebebasan berbicara mulai terwujud, pemahaman politik di kalangan masyarakat sering kali terdistorsi. Banyak aktor politik, baik pemimpin maupun aktivis, memandang politik sebagai ajang perburuan kekuasaan semata, tanpa memedulikan etika dan moral. Praktik politik transaksional dan korupsi semakin merajalela, merusak integritas individu dan menciptakan ketidakadilan dalam pengambilan keputusan. Para elit politik, yang seharusnya menjadi teladan, sering kali lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok daripada kepentingan masyarakat luas. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik pun semakin menurun.
Politik uang atau money politics menjadi salah satu indikasi jelas dari runtuhnya moral dalam politik Indonesia. Ketika uang digunakan sebagai alat untuk membeli suara, praktik demokrasi itu terganggu. Hal ini tidak hanya merugikan proses pemilihan, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sistemik yang menyebar ke semua lapisan masyarakat. Mereka yang memiliki kekayaan menggunakan posisinya untuk meraih kekuasaan, sementara mereka yang tidak memiliki sumber daya harus terpaksa terlibat dalam praktik ilegal demi mendapatkan suara. Situasi ini menciptakan kesenjangan dan ketidakpuasan sosial yang dapat memicu konflik lebih lanjut.
Dalam konteks ini, pendidikan politik menjadi sangat krusial. Masyarakat perlu mendapatkan pemahaman yang jelas tentang hak dan kewajiban mereka dalam sistem politik. Pendidikan politik yang efektif dapat membantu masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan menghindari praktik politik yang tidak etis. Dengan meningkatkan kesadaran politik, masyarakat akan lebih mampu menuntut akuntabilitas dari para pemimpin mereka, sehingga moralitas dalam berpolitik dapat ditingkatkan.
Pendidikan politik yang berkelanjutan dan terarah di semua tingkat pendidikan sangat penting untuk membangun generasi yang sadar akan hak dan tanggung jawab sebagai warga negara. Partisipasi yang rendah dalam pemilu, yang sering disebut sebagai golput (golongan putih), menunjukkan adanya apatisme yang perlu diatasi. Oleh karena itu, masyarakat harus didorong untuk meningkatkan kesadaran politik dan kepercayaan terhadap proses pemerintahan. Dengan partisipasi yang aktif dan terinformasi, masyarakat dapat menjadi kekuatan yang mendorong perubahan positif dan mengembalikan etika serta moral dalam berpolitik.
Kesimpulannya, telah terjadi perubahan moral dan hilangnya etika dalam berpolitik di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan upaya kolaboratif dari seluruh lapisan masyarakat untuk memperkuat moral politik dan menegakkan etika dalam pemerintahan. Hanya dengan cara ini, kita dapat mewujudkan Indonesia sebagai negara yang demokratis, adil, dan berkelanjutan, di mana kepentingan rakyat menjadi prioritas utama. Mari kita bersatu untuk memperbaiki sistem politik kita agar etika dan moralitas dapat kembali menjadi pijakan dalam setiap keputusan yang diambil untuk masa depan bangsa.