Percepatan Hilirisasi dan Investasi Industri Baja sebagai Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

waktu baca 3 minutes
Selasa, 3 Jun 2025 15:35 0 Elvira

Di tengah upaya pemerintah Indonesia untuk memperkuat hilirisasi dari berbagai sektor utama seperti nikel, tembaga, dan sawit, industri baja mulai menjadi tumpuan penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Pada ajang Indonesia Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025, Dedi Latip, Deputi Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, mengungkapkan strategi pemerintah dalam menjadikan industri besi-baja sebagai penggerak utama peningkatan produktivitas dan ekspor dengan nilai tambah tinggi.

Investasi di sektor baja menunjukkan pertumbuhan signifikan, seiring dengan kebijakan pemerintah yang mengarahkan transformasi ekonomi dari sektor primer ke industri hilir yang lebih bernilai. Data menunjukkan investasi di industri logam dasar, termasuk baja, naik tajam sebesar 152%, dari Rp 94,6 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 238,4 triliun pada tahun 2024. Dedi menegaskan bahwa besi dan baja bukan sekadar bahan konstruksi, melainkan fondasi penting dalam industrialisasi nasional.

Menyambut target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto untuk periode 2025–2029, pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi mencapai Rp13.032 triliun, dengan mayoritas berasal dari sektor swasta. BKPM memproyeksikan sektor logam dasar, termasuk baja, sebagai salah satu pilar utama, dengan konsumsi baja nasional diperkirakan meningkat hingga 100 juta ton per tahun pada 2045.

Dalam roadmap hilirisasi baja 2023–2029 yang disusun oleh BKPM, target kapasitas produksi mencakup produk dari hulu seperti billet dan slab hingga produk hilir seperti pelat baja (plate), Hot Rolled Coil (HRC), pipa, dan wire mesh. Beberapa capaian produksi bahkan telah melebihi target fase pertama, seperti steel plate yang mencapai 312,8%, steel slab 215%, dan steel HRC 391%. Namun, produk hilir seperti wire mesh dan coated steel masih memerlukan dorongan investasi lebih lanjut.

Untuk mengatasi kendala perizinan yang sering menjadi hambatan, pemerintah memperkenalkan aturan Fiktif Positif melalui UU No. 6/2023 dan PP 5/2021, di mana izin yang tidak diproses dalam waktu tertentu otomatis dianggap disetujui secara hukum. Sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko memudahkan pengurusan izin dengan kewenangan BKPM untuk menerbitkan izin di 16 sektor prioritas, termasuk industri baja.

Selain itu, BKPM menyediakan berbagai insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance serta mendorong pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan industri di seluruh Indonesia sebagai pusat distribusi investasi baja, khususnya di luar Pulau Jawa. Pemerintah juga aktif mempromosikan potensi investasi ini di forum internasional untuk menarik mitra global dengan teknologi tinggi yang dapat berkolaborasi dengan BUMN dan pelaku industri lokal.

Meski kapasitas produksi dan investasi meningkat, neraca perdagangan baja Indonesia masih defisit. Ekspor pada 2023 mencapai US$2,99 miliar, sementara impor sebesar US$9,19 miliar. Dedi menyoroti perlunya dukungan dari sektor pengguna baja seperti otomotif, maritim, dan pertahanan untuk memaksimalkan pemanfaatan produk dalam negeri. Kolaborasi lintas sektor melalui platform seperti ISSEI menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan industri baja yang berkelanjutan dan kompetitif di tingkat regional maupun global.

Sebagai pemain utama, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk terus memperkuat kapasitas produksi dan kualitas produk baja, sekaligus mengembangkan infrastruktur pendukung untuk membangun ekosistem industri baja yang terpadu dan unggul, mendukung visi Indonesia Emas 2045.

LAINNYA