OPINI | TD – Siapa sih yang tidak kenal bakso dan belum pernah mencicipinya? Makanan satu ini begitu populer dan hampir semua orang pernah menikmatinya.
Bakso adalah makanan olahan daging yang sangat populer di Indonesia. Produk ini umumnya terbuat dari daging sapi giling, bercampur dengan bumbu dan tepung tapioka, berbentuk bulatan, dan melalui proses rebus hingga matang. Daya tarik bakso terletak pada cita rasanya yang lezat serta teksturnya yang kenyal, kompak, dan elastis. Menurut Yannuarsita et al. (2023) dalam STOCK Peternakan, kekenyalan tersebut berasal dari pembentukan gel dan agregat protein myosin dalam daging sapi.
Namun, menurut Halid et al. (2023) dalam Jurnal Pengolahan Pangan, bakso mudah rusak dan memiliki umur simpan yang relatif singkat, yakni sekitar 12–24 jam pada suhu ruang. Hal ini karena bakso memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, pH mendekati netral (6,0–6,5), aktivitas air (aw) >0,9, serta kadar air yang mencapai 70%.
Kondisi ini mendorong sebagian oknum produsen melakukan kecurangan yang membahayakan kesehatan konsumen dengan menambahkan formalin dan boraks pada bakso. Formalin merupakan zat tambahan andalan produsen untuk memperpanjang masa simpan, mencegah pembusukan, dan menjaga tampilan bakso, sementara boraks berfungsi memberikan tekstur kenyal dan menjaga bentuk bakso tetap utuh meski disimpan lama pada suhu ruang.
Padahal, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 secara tegas melarang penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan tambahan dalam produksi pangan apapun.
Boraks sebenarnya mempunyai peruntukan keperluan industri. Seperti pembuatan kaca, enamel, deterjen, antiseptik, dan pestisida. Senyawa ini bersifat toksik bagi semua jenis sel, dan jika tertelan dapat merusak sistem saraf pusat, ginjal, serta hati. Efeknya bisa muncul secara perlahan, seperti mual, nyeri perut, diare, muntah darah, demam, dan sakit kepala. Paparan jangka panjang juga dapat menyebabkan kulit kering, iritasi, gangguan pencernaan, penurunan daya tahan tubuh, serta gangguan pada sistem reproduksi.
Sedangkan formalin adalah senyawa kimia berbahaya yang biasa berperan sebagai disinfektan, pengawet spesimen biologis, serta bahan industri resin dan tekstil. Berwarna bening, berbau menyengat, dan bersifat toksik, formalin sangat berisiko jika menjadi bahan tambahan dalam makanan. Senyawa ini dapat merusak fungsi dan struktur sel, menyebabkan iritasi lambung, alergi, diare, urin berdarah, gangguan peredaran darah, hingga meningkatkan risiko kanker karena sifat karsinogeniknya.
Oleh karena itu, analisis bahan pangan menjadi perlu sebagai langkah preventif untuk mendeteksi keberadaan bahan kimia berbahaya. Analisis ini bertujuan mengidentifikasi jenis, golongan, dan komponen penyusun suatu bahan, serta menentukan kadar masing-masing komponen. Dalam konteks bakso, analisis bertujuan memastikan tidak adanya bahan berbahaya seperti boraks dan formalin demi menjaga keamanan konsumen.
Metode untuk mendeteksi kandungan boraks dalam bakso yaitu dengan menggunakan tusuk gigi kunyit. Pengujiannya dilakukan dengan merendam tusuk gigi dalam larutan kunyit selama 10 menit, kemudian dikeringkan dan ditusukkan ke dalam sampel bakso selama 10 detik. Pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan warna pada tusuk gigi. Jika berubah menjadi merah bata, maka menunjukkan adanya boraks. Sebaliknya, jika tidak terjadi perubahan warna, maka bakso tidak mengandung boraks. Menurut Darmawati et al. (2022) dalam Jurnal Sains dan Teknologi Peternakan, reaksi ini berkaitan dengan senyawa kurkumin dalam kunyit yang mampu menguraikan boraks menjadi asam borat. Asam borat tersebut kemudian bereaksi dengan kurkumin membentuk kompleks berwarna merah bata (rososianin), yang menjadi indikator keberadaan boraks.
Bakso yang mengandung boraks dapat bertahan hingga lima hari pada suhu ruang, sedangkan tanpa pengawet hanya bertahan satu hari di suhu kamar atau dua hari di suhu dingin. Menurut Rakhmawati dan Handayani (2020) dalam EDUFORTECH, lamanya daya simpan bakso yang mengandung boraks disebabkan oleh kemampuannya mengurangi kelembaban, sehingga bakso tidak tampak basah atau berlendir. Selain itu, boraks juga menghambat pertumbuhan mikroba dan jamur, sehingga masa simpan menjadi lebih panjang.
Metode untuk mendeteksi formalin dalam bakso dapat dilakukan menggunakan kit uji formalin merek Labtes. Prosedur pengujian dimulai dengan menghaluskan dan menimbang sampel bakso sebanyak 10 gram, kemudian ditambahkan 20 ml air panas dan diaduk hingga merata. Setelah campuran didinginkan, diambil sebanyak 5 ml larutan dan ditetesi masing-masing 4 tetes Reagen A dan B. Campuran tersebut dikocok dan didiamkan selama 10 menit. Jika sampel mengandung formalin, maka larutan akan berubah warna menjadi merah muda.
Selain cemaran bahan kimia, bakso juga rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme patogen. Daging sapi sebagai bahan utama mudah rusak karena kandungan protein dan aktivitas air yang tinggi. Bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus sering ditemukan pada produk olahan daging salah satunya bakso dan dapat menghasilkan toksin berbahaya yang menyebabkan keracunan makanan dan gangguan saluran pencernaan, seperti diare, muntah, dan gastroenteritis.
Analisis keberadaan Staphylococcus aureus dalam bakso penting untuk menjamin keamanan pangan dan melindungi kesehatan masyarakat dari risiko keracunan serta penyakit saluran pencernaan.
Menurut SNI 3818:2014, batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus dalam bakso adalah 1 × 10² koloni/gram. Deteksi bakteri ini dapat dilakukan dengan metode hitung cawan, yaitu menghitung jumlah mikroba hidup berdasarkan koloni yang tumbuh pada media tertentu tanpa menggunakan mikroskop.
Media yang umum digunakan untuk mengidentifikasi Staphylococcus aureus adalah Mannitol Salt Agar (MSA). Media ini bersifat selektif karena mengandung 7,5–10% NaCl yang mendukung pertumbuhan bakteri Gram positif, dan juga bersifat diferensial karena dapat membedakan bakteri yang memfermentasi manitol. Adanya S. aureus ditandai dengan tumbuhnya koloni berwarna kuning dan zona kuning keemasan di sekitarnya, yang menunjukkan terjadinya fermentasi manitol.
Analisis pangan memegang peranan penting dalam menjamin keamanan bakso dari bahan kimia berbahaya seperti formalin dan boraks, serta dari cemaran mikrobiologis seperti Staphylococcus aureus. Melalui metode deteksi yang tepat, analisis ini mampu mengidentifikasi keberadaan zat berbahaya dan mikroba patogen dalam bakso, sehingga mencegah risiko gangguan kesehatan pada konsumen. Dengan demikian, analisis pangan menjadi langkah preventif yang penting dalam menjaga mutu dan keamanan produk olahan daging yang banyak memiliki penggemar ini.
Penulis: Nanda Saharani, Mahasiswa jurusan Teknologi Pangan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Editor: Patricia
Referensi: