SAINTEK | TD – Perkembangan teknologi dalam budidaya dan pemanfaatan mikroalga tak lepas dari peran berbagai lembaga penelitian dan penyedia bibit mikroalga.
Berikut ini beberapa lembaga yang berperan dalam penyediaan bibit, pengembangan dan pemanfaatan mikroalga
1. Pusat pembibitan mikroalga
Dua dari sekian banyak yang melakukan proses pengumpulan dan isolasi mikroalga hingga menjadi sediaan bibit adalah LIPI, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) di Bogor dan Jepara (Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan, UPT Undip Press Semarang).
2. Toko online penjual bibit mikroalga
Penjualan bibit mikroalga juga dapat dijumpai di berbagai marketplace.
Meskipun penjualan bibit mikroalga sudah mulai mudah dijumpai, pastikan bibit mikroalga berasal dari penyedia yang dapat menjamin bibit bebas dari kontaminan.
Syarat lainnya dalam memilih bibit mikroalga adalah memastikan kesegaran bibit dan kualitasnya.
3. Lembaga-lembaga yang meneliti dan mengembangkan fungsi mikroalga
Lembaga-lembaga pendidikan, seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Universitas Brawijaya (UB) memiliki berbagai program penelitian dan pemanfaatan mikroalga yang sangat berguna.
Penelitian penyerapan karbon dioksida dengan memanfaatkan mikroalga yang ternyata lebih efektif dari kemampuan pohon tua dalam menyerap polutan karbon telah dilakukan oleh UGM (2023).
Dalam studi para penelitinya, Universitas Brawijaya menemukan kultur baru bagi budidaya spirulina.
Sedangkan IPB mengembangkan biogas mikroalga, baterai ramah lingkungan, dan minyak mikroalga sebagai pengganti minyak babi dalam kosmetik (2022).
Dan, ITB mengembangkan penelitian terhadap mikroalga biosilika yang dapat mempercepat penguraian limbah pengolahan kelapa sawit dan bahan enkapsulasi insulin.
ITB juga menghasilkan penelitian mengenai mikroalga Thalassiora species yang dapat digunakan sebagai biofuel dan bahan pigmen untuk makanan, kosmetik, dan obat.
Mengenai potensi besar para peneliti mikroalga, Dr Zeily Nurachman, seorang ahli biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB, mengatakan, “Jika Indonesia memiliki lima puluh ribu peneliti alga, maka Indonesia akan menjadi produsen biofuel nomor 1 di dunia.”