TANGSEL I TD — Penulis Baduy A Novel Uten Sutendy menyatakan dukungannya terhadap gagasan mencetak satu juta penulis untuk menumbuhkan budaya literasi (menulis dan membaca) agar kelak lahir generasi baru Indonesia yang jauh lebih cerdas, produktif, dan berbudaya.
“Dengan makin banyaknya penulis dan karya tulisan yang dihasilkan, diharapkan Indonesia juga akan lebih siap dalam menghadapi tantangan di masa depan yang tidak semakin ringan,” katanya dalam perbincangan dengan awak media di Tangsel, awal pekan ini.
Menurut Uten, saat ini budaya menulis dan membaca, terutama di kalangan generasi muda di Tanah Air masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan budaya yang sama di negara-negara lain.
“Bahkan di tingkat Asia saja budaya menulis dan membaca di Indonesia masih jauh tertinggal,” kata penulis dan budayawan yang juga banyak menulis puisi serta dikenal sebagai motivator itu.
Oleh karena itu, penulis biografi beberapa tokoh nasional serta beberapa novel tentang kearifan lokal masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten itu menekankan perlunya semua pihak terkait mendukung gerakan melahirkan satu juta penulis tersebut.
Dalam kaitan itu, menurut Uten, pemerintah perlu mengeluarkan regulasi yang memungkinkan untuk bangkit dan berkembangnya budaya literasi, khususnya di kalangan anak-anak muda.
Penulis yang baru meluncurkan karya terbarunya Baduy A Novel itu juga mengemukakan, gerakan melahirkan satu juta penulis pertamakali digagas oleh Pemimpin Redaksi Penerbit Prabu 21 Rida Noor yang terobsesi ingin melahirkan satu juta penulis, dan obsesi tersebut kemudian menjadi motto Penerbit Prabu 21.
“Gagasan melahirkan satu juta penulis itu perlu dijadikan gerakan nasional karena Indonesia memerlukan penulis yang lebih banyak lagi untuk mengisi ruang-ruang publik di bidang literasi yang masih kosong,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Pemred Penerbit Prabu 21 menyatakan, pihaknya kini sedang membuka ruang seluas-luasnya bagi para penulis, terutama penulis baru di seluruh Indonesia.
“Silahkan kirimkan naskah ke Penerbit Prabu 21. Setiap naskah hasil tulisan sendiri pasti kami terbitkan dan kami pasarkan,” katanya. Penerbit Prabu 21 yang juga baru menerbitkan Baduy A Novel itu sendiri berkedudukan di kota Batu, Malang, Jawa Timur.
Menurut Rida, selama ini banyak penulis yang mengeluh saat berhubungan dengan penerbit-penerbit mainstream yang cenderung lebih mengutamakan pasar ketimbang kualitas isi buku serta lebih mengedepankan ukuran-ukuran yang dangkal dan kering.
“Misalnya ditanya berapa jumlah followers (pengikut) para penulis tersebut. Ini jelas tidak fair (adil) tegas Rida dalam perbincangan dengan budayawan Uten Sutendy dan sejumlah awak media itu.
Ia juga menyatakan, penerbit sudah selayaknya mempunyai misi dan tujuan luhur serta bukan sekedar berorientasi kepentingan ekonomi, melainkan juga bagaimana agar nilai- nilai luhur bangsa mulai mendapat tempat dalam dunia literasi di tingkat nasional dan dunia.
Sementara itu Komisaris Utama Prabu 21 Sutio Avianti Sada mengemukakan, gerakan mencetak satu juta penulis harus terus digelorakan secara nasional sebagai salah satu langkah inovatif untuk membangun Indonesia baru yang lebih baik.
“Salah satu caranya adalah tentu dengan mengurangi kesulitan birokrasi bagi para penulis agar mereka bisa tumbuh dan berkembang di bidang yang ditekuninya itu,” kata Sutio. (Ril/Red/Rom)