OPINI | TD — Dalam era revolusi industri 4.0, garis pemisah antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya semakin kabur dan terus berkembang. Perkembangan ini mendorong transformasi signifikan dalam cara kita berinteraksi melalui teknologi dan informasi.
Sektor yang paling terpengaruh adalah teknologi dan telekomunikasi, terutama dengan kehadiran smartphone dan akses internet.
Dengan munculnya berbagai jenis media komunikasi, interaksi antar individu menjadi lebih cepat dan efisien. Kini, teknologi internet telah menjadi kebutuhan esensial, dan salah satu hasil paling menonjol dari revolusi digital adalah kemunculan media sosial.
Media sosial, atau yang sering disebut sosial media, adalah platform digital yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan membagikan beragam konten seperti teks, gambar, dan video.
Melalui media sosial, individu dapat membagikan kegiatan atau momen pribadi di profil mereka dan terhubung dengan orang-orang lain yang menggunakan platform yang sama.
Adanya media sosial juga mempercepat penyebaran informasi secara luas dan menciptakan ruang bagi pengguna untuk membangun komunitas atau kelompok dengan minat yang serupa. Dengan fitur-fitur yang terus diperbarui, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari banyak orang.
Menurut studi yang dilakukan oleh We Are Social bekerja sama dengan Hootsuite, terdapat 170 juta masyarakat Indonesia yang aktif menggunakan media sosial.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa total penduduk Indonesia mencapai 274,9 juta, dan pengguna internet mencapai 202,6 juta, dengan rata-rata waktu yang dihabiskan oleh pengguna media sosial di Indonesia adalah 3 jam 14 menit per hari.
Dalam hal demografi pengguna media sosial, kelompok berusia 25 hingga 34 tahun mendominasi, diikuti oleh kelompok umur 18-24 tahun.
We Are Social dan Hootsuite juga menganalisis platform media sosial yang paling banyak digunakan oleh pengguna internet yang berusia 16 hingga 64 tahun (Haryanto, 2021).
Hal ini menunjukkan bahwa remaja merupakan pengguna aktif dengan dampak yang signifikan dalam penggunaan media sosial. Namun, seperti dua sisi mata uang, penggunaan media sosial juga memiliki dampak positif dan negatif.
Saat digunakan dengan bijak, media sosial dapat menjadi alat yang efektif dalam mendukung perkembangan positif remaja. Mereka dapat memperluas jaringan sosial, berkomunikasi dengan teman dari berbagai belahan dunia, dan mengakses informasi yang bermanfaat untuk pendidikan dan karier mereka.
Banyak remaja yang berhasil membangun karier atau menjalankan bisnis melalui media sosial dengan memanfaatkan berbagai platform yang ada. Menurut (Ferlitasari et al., 2020), media sosial tidak hanya berfungsi sebagai sarana interaksi dan komunikasi, tetapi juga sebagai media promosi untuk menawarkan produk dan menampilkan tren terkini.
Namun, di sisi lain, penggunaan media sosial yang tidak bijak dapat menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak paling mencolok adalah kecanduan. Banyak remaja berpikir bahwa semakin aktif mereka di media sosial, semakin mereka dianggap keren dan gaul.
Hal ini mendorong mereka untuk terus-menerus beraktivitas di media sosial dengan intens, yang kemudian berujung pada kecanduan. Remaja yang mengalami kecanduan media sosial cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari kepuasan instan yang mereka dapatkan dari media sosial, sehingga mereka menghabiskan waktu tanpa tujuan dan sulit untuk melepaskan diri dari penggunaan media sosial yang berlebihan.
Selain itu, banyak remaja yang lebih suka berkomunikasi dengan relasi online mereka, seperti teman-teman dalam komunitas atau relasi lain yang jaraknya jauh. Fenomena ini menyebabkan perilaku dan sikap remaja berubah, dengan berkurangnya interaksi sosial secara langsung dan mengurangi waktu berkumpul dengan orang-orang di sekitar mereka.
Hal ini dapat berdampak negatif pada perkembangan keterampilan sosial remaja, karena mereka lebih nyaman berkomunikasi melalui layar daripada tatap muka, yang sebenarnya penting untuk membangun hubungan interpersonal secara langsung.
Penggunaan media sosial oleh remaja juga memiliki implikasi di bidang hukum. Salah satu dampak negatif dari media sosial adalah kemungkinannya disalahgunakan untuk tujuan kejahatan. Kejahatan yang muncul akibat penyalahgunaan internet dikenal sebagai cybercrime.
Cybercrime adalah jenis kejahatan yang berbahaya dan dapat menyebabkan kerugian di berbagai aspek, termasuk politik, ekonomi, masyarakat, dan budaya. Cybercrime mencakup tindakan yang melanggar etika, norma, atau hukum yang diterima dalam masyarakat.
Contoh dari cybercrime meliputi prostitusi online, perjudian online, penipuan, revenge porn, cyberbullying, ujaran kebencian, dan penyebaran berita palsu (scam) di dunia maya, yang merupakan dampak negatif dari penggunaan media sosial (Saragih et al., 2023).
Meskipun perilaku sosial, termasuk di media sosial, diatur oleh undang-undang, beberapa pengguna, terutama remaja, mungkin terlibat dalam perilaku yang berlawanan dengan hukum, yang dapat merugikan hak orang lain. Ini bisa terjadi karena kurangnya pemahaman mereka terhadap hukum yang berlaku.
Namun, kelalaian atau kesalahan tetap menjadi tanggung jawab individu sebagai subjek hukum (Febriansyah & Purwinarto, 2019).
Penggunaan media sosial oleh remaja memiliki potensi besar untuk memicu dampak negatif, terutama dalam hal pelanggaran hukum. Remaja, yang berada dalam fase perkembangan, seringkali belum sepenuhnya menyadari konsekuensi hukum dari tindakan mereka di dunia maya.
Situasi ini diperburuk dengan kurangnya pendidikan mengenai etika digital dan bahaya cybercrime. Tindakan kejahatan siber seperti penipuan, perundungan daring (cyberbullying), dan penyebaran berita palsu tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga dapat merusak reputasi serta kepercayaan di dunia maya, yang sulit untuk diperbaiki.
Oleh karena itu, selain penegakan hukum yang tegas, juga penting untuk memberikan pendidikan dan kesadaran kepada remaja tentang penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai hukum dan etika digital, remaja dapat lebih berhati-hati dalam berinteraksi online dan menghindari risiko terlibat dalam aktivitas ilegal.
Lebih jauh lagi, kecanduan media sosial dapat mempengaruhi kesehatan mental, seperti munculnya gangguan Nomophobia, yaitu kecemasan yang muncul ketika jauh dari smartphone. Remaja yang aktif di media sosial sering merasa perlu untuk selalu terhubung dengan dunia maya, memeriksa notifikasi, atau memperbarui status. Ketakutan untuk tidak terhubung atau tertinggal informasi bisa menyebabkan kecemasan, stres, dan bahkan perasaan terisolasi, yang jelas sangat merugikan perkembangan mental mereka (Muhammad & Exzayrani, 2019).
Selain itu, dampak dari kecanduan media sosial terhadap kesehatan mental juga dapat mengganggu kualitas tidur, konsentrasi belajar, dan interaksi sosial di dunia nyata. Ketakutan akan ketinggalan informasi atau merasa tidak berharga jika tidak mendapatkan perhatian di dunia maya dapat memperburuk perasaan rendah diri dan stres.
Oleh karena itu, penting bagi individu untuk lebih sadar akan dampak negatif dari penggunaan media sosial yang berlebihan dan berusaha mencari keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata agar kesehatan mental tetap terjaga.
Media sosial telah membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan remaja di era digital saat ini. Meskipun menawarkan beragam manfaat, seperti kemudahan berkomunikasi, memperoleh informasi, dan mengembangkan karier, penggunaan media sosial yang tidak bijak dapat menghasilkan efek buruk dari segi psikologis, sosial, maupun hukum.
Oleh sebab itu, sangat penting bagi remaja untuk memahami cara bijak dalam menggunakan media sosial dengan meningkatkan literasi digital agar dapat meminimalkan efek negatif serta memaksimalkan potensi positif yang bisa diperoleh. Pemerintah, sekolah, dan orang tua juga memiliki peran vital dalam memberikan edukasi terkait penggunaan media sosial yang sehat dan bertanggung jawab demi kebaikan bersama.
Penulis: Fahra Aprilia, mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu sosial dan Politik, Universitas Islam Syekh Yusug Tangerang. (*)