Pengaruh Korean Wave terhadap Dinamika Politik Bilateral Indonesia – Korea Selatan

waktu baca 4 minutes
Kamis, 11 Des 2025 10:11 0 Nazwa

OPINI | TDKorean Wave, atau Hallyu, merupakan fenomena budaya global yang mulai menguat sejak akhir 1990-an. Fenomena ini mencakup musik K-pop, drama televisi, film, fesyen, hingga gaya hidup modern yang secara konsisten membangun daya tarik budaya Korea Selatan. Di Indonesia, Korean Wave tidak hanya mengubah preferensi masyarakat terhadap hiburan, tetapi juga berkembang menjadi instrumen soft power yang memengaruhi dinamika hubungan politik Indonesia–Korea Selatan. Gelombang budaya tersebut berhasil membangun citra positif Korea Selatan di mata publik Indonesia, memperkuat posisi diplomatiknya, dan membuka jalan bagi kerja sama yang lebih luas di sektor ekonomi, budaya, dan pendidikan.

Pemerintah Korea Selatan memanfaatkan Korean Wave sebagai sarana diplomasi publik untuk membentuk persepsi positif tentang negara mereka. Upaya ini dilakukan secara terstruktur melalui lembaga seperti Korea Foundation dan Korea Creative Content Agency (KOCCA) yang aktif mempromosikan konten budaya ke Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai target utama karena memiliki populasi muda yang besar. Popularitas drama seperti Winter Sonata maupun grup K-pop seperti BTS bukan hanya menciptakan komunitas penggemar yang masif, tetapi juga menumbuhkan persepsi bahwa Korea Selatan adalah negara yang inovatif, modern, dan bersahabat. Persepsi tersebut menjadi modal penting dalam mendukung agenda bilateral, mulai dari kerja sama perdagangan, investasi, hingga kemitraan strategis di berbagai bidang. Keberhasilan diplomasi budaya ini terletak pada sifatnya yang non-coercive, mengalir secara alami, dan menyentuh ranah emosional publik.

Dalam konteks teori hubungan internasional, Korean Wave berfungsi sebagai instrumen soft power yang efektif. Daya tarik budaya yang begitu kuat memungkinkan Korea Selatan mengonversi popularitas K-pop dan drama sebagai alat pembentuk opini publik. Para penggemar K-pop bahkan berperan sebagai aktor non-negara yang memperkuat jembatan hubungan kedua negara melalui kegiatan komunitas, kampanye sosial, hingga partisipasi dalam acara budaya. Persis seperti konsep soft power yang dikemukakan Joseph Nye, daya tarik budaya terbukti lebih efektif dibandingkan tekanan ekonomi atau militer dalam membangun aliansi jangka panjang. Dampak nyata dapat dilihat melalui meningkatnya kerja sama ekonomi dan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap produk dan investasi asal Korea Selatan.

Periode 2016–2019 menjadi fase intensif perkembangan Korean Wave dalam hubungan bilateral Indonesia–Korea Selatan. Pada masa ini, pertukaran budaya, kerja sama ekonomi, hingga diplomasi masyarakat meningkat pesat. Pembentukan klub penggemar K-pop di berbagai kota, adaptasi format acara Korea oleh televisi nasional, serta bertambahnya program pertukaran pelajar dan seniman menjadi bukti tumbuhnya interaksi lintas budaya. Dari sisi politik, Korean Wave memperdalam people-to-people diplomacy yang menjadi fondasi penting hubungan kedua negara. Dampaknya terlihat dalam meningkatnya investasi Korea di sektor infrastruktur Indonesia, bertambahnya lapangan kerja, serta perluasan akses beasiswa dan program akademik. Berbagai studi pada periode ini menegaskan bahwa Korean Wave berperan sebagai katalis yang mengubah hubungan yang semula bersifat formal menjadi lebih relasional, dinamis, dan saling menguntungkan.

Pengaruh Korean Wave tidak hanya merambah aspek politik dan ekonomi, tetapi juga membentuk ruang budaya Indonesia, khususnya di kalangan remaja. Adopsi gaya hidup, fesyen, penggunaan bahasa Korea sederhana, hingga preferensi kosmetik dan kuliner Korea menunjukkan bagaimana Hallyu menjadi bagian dari identitas generasi muda. Peningkatan ekspor kosmetik, makanan instan, hingga perangkat teknologi asal Korea membuktikan pengaruh ekonomi dari tren budaya tersebut. Di sisi lain, partisipasi aktif penggemar membuat masyarakat Indonesia menjadi bagian langsung dari arus diplomasi global Korea Selatan, bahkan turut memberi dorongan politik untuk memperkuat kerja sama di forum seperti ASEAN–Korea. Meski begitu, tantangan seperti potensi dominasi budaya Korea juga muncul. Sebagai respons, muncul gagasan Indonesian Wave sebagai upaya menyeimbangkan pertukaran budaya secara lebih setara.

DAFTAR PUSTAKA

E.D. Sendow, Beatrix. 2018. “Korean Wave sebagai Instrumen Soft Power Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan di Indonesia.”

Pramadya, Teguh Puja. 2016. Hallyu as Part of South Korea’s Cultural Diplomacy and Its Impact on Cultural Hybridity in Indonesia.

Septansyah, Winda Karlina. 2020. “Pengaruh Korean Wave Dalam Hubungan Diplomasi Antara Indonesia dengan Korea Selatan.”

Yuel, Maria Veri Diana Baun. 2023. “Strategi Diplomasi Publik Korea Selatan terhadap Indonesia melalui Korean Wave.”

Suratmi. Korean Wave as a Tool of Public Diplomacy: The Impact of South Korean Cultural Globalization in Indonesia (2018–2023).

Penulis: Shafa Yunah Afdhaliyyah
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

LAINNYA