KABUPATEN TANGERANG | TD — Jalintar Simbolon, SH, kuasa hukum YS, terduga penggelapan di pabrik kerupuk PT Tanindo Prima Multi (PT TPM) membantah kerugian PT TPM mencapai miliaran rupiah akibat perbuatan kliennya.
“Bahwa adalah tidak benar, kerugian yang dialami oleh PT TPM, hingga mencapai 3 Miliar Rupiah. Bahkan menurut penyidik dan informasi yang kami terima sebelumnya, kerugian perusahaan adalah 6 Miliar rupiah tanpa alat bukti “audit” dari PT TPM,” katanya melalui hak jawab yang diterima TangerangDaily, dikutip Sabtu, 28 Mei 2022.
Namun dia membenarkan, telah terjadi peristiwa pidana yang diduga telah dilakukan oleh YS, pada tanggal 9 Maret, 2022, yaitu dengan menggelapkan 1.000 bal krupuk dan telah dijual kepada S (diduga sebagai penadah) tanpa membawa PO (Purchase Order) yang disimpan di rumah kontrakan di sekitar Pasarkemis.
Dalam melakukan aksinya, YS tidak melakukannya sendirian, melainkan dibantu oleh dua orang sopir yang berinisial N dan Si.
“Adapun harga satu bal krupuk adalah Rp30 ribu. Artinya harga krupuk yang berada dalam rumah kontrakan tersebut adalah 1.000 dikalikan Rp30 ribu, totalnya Rp30 juta,” terang pengacara dari Kantor Hukum Parnagogo & Rekan tersebut.
Menurutnya, penggelapan krupuk tersebut sudah diketahui oleh manajemen PT TPM, maka kepala gudang yang bernama A alias H menanyakan tentang keberadaan krupuk tersebut kepada YS, namun YS telah berbohong bahwa krupuk tersebut masih berada dalam gudang.
Kemudian, karena sudah ditunggu kurang lebih dua minggu, YS tidak mampu membuktikan keberadaan krupuk tersebut, akhirnya pada tanggal 23 Maret 2022, pihak PT TPM melaporkan YS ke Polres Kota Tangerang di Unit Harda-3
“Kami telah berusaha melakukan mediasi, baik mediasi pertama, mediasi kedua, bahkan sampai mediasi ketiga, sebagai wujud dari RJ (Restorative Justice), namun semuanya gagal dan tidak berhasil karena pongah dan sombongnya pihak PT TPM,” katanya.
Dia mengatakan, penyebab kegagalan mediasi itu, 5 orang tersangka (tiga diduga pelaku penggelapan, YS plus dua sopir dan dua penadah yaitu, A dan Si) dimintai uang satu persatu tanpa merinci berapa kerugian PT TPM.
“Para peserta mediasi yang merupakan keluarga dari pelaku, disekat-sekat dan dimintai uang satu persatu tanpa memahami rangkaian peristiwa pidananya dan menyebut berapa kerugian PT TPM yang sesungguhnya dan meminta uang sesuka dan semaunya,” katanya.
Dia mengatakan, ketika pihaknya meminta hasil audit dan rekapitulasi PT TPM, baik waktu mediasi pertama, mediasi kedua maupun mediasi ketiga, pihak PT TPM sama sekali tidak mampu menunjukkan berapa kerugian yang sesungguhnya menurut hasil audit perusahaan.
“Bahkan ketika mereka meminta rekening dan alur kas rekening tabungan oleh pihak PT TPM, baik rekening mandiri, rekening HSBC, kami sudah serahkan semuanya, di luar rekening BCA. Walaupun ketiga rekening tersebut bukanlah alat bukti, karena hanya sebagai alat pembanding setelah adanya bukti audit sebagai alat bukti kerugian,” katanya.
Namun, kata dia, secara tiba-tiba, muncul angka dalam berita, kerugian PT TPM sudah berubah dari 6 miliar menjadi 3 miliar rupiah.
“Maka dengan ini, kami menyatakan bahwa yang bisa kami pastikan, adalah kerugian PT. TPM yang dapat dibuktikan hanyalah 1.000 bal krupuk yang bernilai Rp30 juta,” tegasnya. (Red)