Pemusatan Kekuasaan dan Kedaulatan Rakyat: Argumentasi Terhadap Tarik Menarik Kepentingan dalam Demokrasi Indonesia

waktu baca 3 menit
Senin, 4 Nov 2024 16:35 0 95 Redaksi

OPINI | TD – Di tengah perjalanan demokrasi Indonesia, sebuah polemik yang tak kunjung usai adalah tarik-menarik antara pemusatan kekuasaan dan kedaulatan rakyat. Banyak pihak berpendapat bahwa pemusatan kekuasaan adalah praktik yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi, sementara kedaulatan rakyat dianggap sebagai fondasi yang harus dijunjung tinggi. Namun, apa sebenarnya dampak dari dinamika ini terhadap kehidupan politik dan sosial di Indonesia?

Sejak reformasi 1998, Indonesia seharusnya telah memasuki era di mana kekuasaan dipisahkan dan rakyat mendapatkan hak untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Namun, kenyataannya justru menunjukkan bahwa sentralisasi kekuasaan masih menjadi masalah yang signifikan. Di balik proses demokratisasi, kelompok elit yang memiliki kepentingan besar di berbagai sektor seperti pertambangan, perkebunan, perbankan, dan konstruksi terus merajai panggung politik. Kelompok elit ini tidak hanya memiliki pengaruh yang kuat terhadap lembaga negara, tetapi juga menjalin hubungan erat dengan pejabat tinggi, sehingga mengurangi ruang bagi partisipasi rakyat.

Pemusatan kekuasaan oleh segelintir orang ini secara langsung merusak prinsip kedaulatan rakyat. Dalam sistem demokrasi, seharusnya suara rakyat menjadi yang utama. Namun, dalam praktik, suara rakyat sering kali terpinggirkan. Ini menjadi masalah serius karena kedaulatan rakyat seharusnya menjamin bahwa keputusan yang diambil oleh pemerintah mencerminkan kepentingan dan kehendak rakyat. Ketika kekuasaan terpusat pada kelompok elit, kekhawatiran muncul bahwa kebijakan yang diambil tidak lagi mencerminkan kepentingan umum, melainkan kepentingan sekelompok kecil individu.

Selain itu, pemusatan kekuasaan juga menimbulkan tantangan baru dalam bentuk kontrol informasi. Media, yang seharusnya berperan sebagai pengawas pemerintah, sering kali berfungsi untuk mendukung stabilitas kekuasaan yang ada. Ketika media diarahkan untuk menjaga kepentingan kelompok tertentu, masyarakat menjadi sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat dan objektif. Ketimpangan akses informasi ini berpotensi mengancam prinsip-prinsip dasar demokrasi, di mana rakyat seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Namun, dalam era digital, munculnya media sosial memberikan harapan baru. Masyarakat kini memiliki akses untuk menyuarakan pendapat dan mengkritik tindakan pemerintah. Media sosial memungkinkan terciptanya narasi tandingan yang dapat menantang dominasi informasi yang dipegang oleh elit. Ini adalah peluang bagi rakyat untuk mengekspresikan kedaulatan mereka dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Namun, tantangan baru muncul dalam bentuk disinformasi dan polarisasi politik yang bisa mengganggu proses demokrasi.

Dalam menghadapi situasi ini, literasi media dan politik menjadi kunci. Masyarakat perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menganalisis informasi, sehingga mereka dapat membedakan mana berita yang akurat dan mana yang tidak. Kesadaran politik yang tinggi juga diperlukan agar masyarakat tidak terjebak dalam manipulasi informasi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Kesimpulannya, perjuangan antara pemusatan kekuasaan dan kedaulatan rakyat dalam konteks demokrasi Indonesia adalah masalah yang kompleks. Masyarakat tidak boleh lengah terhadap upaya manipulasi informasi yang dapat merugikan hak-hak mereka. Dengan menguatkan partisipasi politik, literasi media, dan kesadaran kritis, rakyat dapat berkontribusi dalam menjaga kedaulatan mereka serta mendukung keberlangsungan demokrasi yang lebih sehat. Dalam perjalanan ini, peran aktif masyarakat sangat penting untuk mengimbangi kekuatan elit dan memastikan bahwa suara rakyat didengar dan diakui.

Penulis: Lailatus Istianah, Mahasiswi Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univeristas Sultan Ageng Tirtayasa.. (*)

LAINNYA