OPINI | TD — Korupsi, penyakit kronis yang menggerogoti Indonesia, bukanlah sekadar pelanggaran hukum biasa. Ia adalah perampokan sistemik terhadap hak-hak dasar rakyat, terutama bagi kelompok paling rentan: kaum miskin. Dari suap-menyuap hingga penggelapan dana publik, korupsi menghancurkan tatanan ekonomi dan sosial, menghalangi kemajuan bangsa, dan memperparah kesenjangan. Artikel ini akan mengupas akar permasalahan korupsi di Indonesia, dampaknya yang menghancurkan, dan langkah-langkah konkret yang harus diambil untuk memberantasnya.
Korupsi bukan sekedar soal uang; ia tentang penyalahgunaan kekuasaan. Lemahnya penegakan hukum, rendahnya transparansi pemerintahan, dan budaya impunitas telah menciptakan lingkungan yang subur bagi korupsi untuk berkembang. Kedekatan antara politikus, birokrat, dan pengusaha menciptakan lingkaran setan yang sulit dipecahkan. Keserakahan individu, tekanan ekonomi, dan kurangnya kesadaran akan etika publik memperburuk situasi. Sistem yang tidak akuntabel, di mana para pelaku korupsi cenderung lolos dari jerat hukum, semakin memperkuat budaya koruptif.
Dampak korupsi bukan hanya tergambar dalam angka-angka statistik ekonomi makro. Ia berdampak langsung pada kehidupan rakyat, terutama yang miskin. Dana publik yang dialihkan untuk kepentingan pribadi berarti pemotongan anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Sekolah-sekolah kekurangan buku dan guru, puskesmas kekurangan obat dan tenaga medis, jalan-jalan desa tetap rusak. Korupsi menciptakan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus. Tidak hanya itu, ketidakadilan yang ditimbulkan korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi publik, menciptakan rasa frustasi dan apatisme.
Memberantas korupsi membutuhkan strategi multi-faceted. Pertama, peningkatan transparansi mutlak diperlukan. Sistem pengadaan barang dan jasa harus transparan dan akuntabel, dengan akses publik yang mudah terhadap informasi keuangan negara. Kedua, penegakan hukum yang tegas dan adil sangat penting. Hukuman yang setimpal bagi para koruptor, tanpa pandang bulu, akan menjadi efek jera. Ketiga, pendidikan antikorupsi harus dimulai sejak dini, ditanamkan dalam sistem pendidikan dan budaya masyarakat. Keempat, partisipasi masyarakat dalam pengawasan penggunaan anggaran publik sangat krusial. Masyarakat perlu dibekali pengetahuan dan akses untuk melakukan pengawasan yang efektif.
Korupsi adalah musuh bersama yang harus dilawan secara serius dan berkelanjutan. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Kita harus membangun budaya antikorupsi yang kuat, di mana kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas menjadi norma. Hanya dengan upaya bersama, dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, kita dapat menciptakan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan bebas dari korupsi. Perjuangan ini panjang, namun harus terus diperjuangkan demi masa depan generasi mendatang.
Penulis: Adinda Az Zahrawain, Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Komunikasi, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). (*)