OPINI | TD – Banyak hal yang menyebabkan kerusakan lingkungan Raja Ampat, terutama penambangan nikel di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran. Konsesi tambang berukuran besar yang sering melampaui batas ekologis dan melanggar undang-undang perlindungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU PWP3K) telah merusak pulau-pulau ini.
Penambangan nikel adalah sebab dari pembabatan hutan dan pengerukan tanah. Dan, hal ini megakibatkan sedimentasi dan polusi laut. Akibatnya, ekosistem laut menjadi sangat rusak, termasuk terumbu karang, ikan-ikan endemik, penyu, dan pari manta, yang merupakan daya tarik utama wilayah ini. Selain itu, mata pencaharian nelayan lokal yang bergantung pada kelestarian laut diancam oleh sedimentasi tambang.
Risiko tambang di Raja Ampat sering tumpang tindih dengan melibatkan kawasan konservasi dan suaka alam, yang menyebabkan banyak kritik. Lima perusahaan pertambangan pernah menerima izin pemerintah. Namun 4 dari izin tersebut dicabut karena tekanan publik dan organisasi lingkungan seperti Greenpeace. Hanya tersisa satu, yaitu izin milik PT Gag Nikel masih belum berubah.
Selain penambangan, terdapat berbagai permasalahan lain yang memperparah kerusakan lingkungan di Raja Ampat. Di antaranya, sampah dan limbah dari kegiatan pariwisata yang belum terkelola dengan baik. Ditambah lagi, terdapat sampah kiriman yang berasal dari luar daerah yang mengotori lingkungan pesisir. Kerusakan karena sampah ini telah mempengaruhi ekosistem hingga yang berada di bawah laut Raja Ampat.
Sementara itu, langkah-langkah yang diambil pemerintah tidak cukup untuk melindungi ekosistem Raja Ampat. Pencabutan izin tambang ataupun pemberian izin bagi penambang BUMN tidak menjamin perlindungan tersebut dalam jangka panjang. Padahal, sangat penting untuk meningkatkan tindakan konservasi dan tata kelola lingkungan agar daerah ini tetap menjadi salah satu surga keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan bagaimana kebijakan global seperti investasi asing, eksploitasi sumber daya alam, dan proyek pembangunan skala besar menyebabkan kerusakan ekologi di Raja Ampat. Seringkali, politik global mendorong dominasi investasi asing, mengabaikan hak masyarakat lokal dan preferensi mereka. Karena perbedaan kekuasaan antara negara maju dan kawasan berkembang, kebijakan yang tidak adil diterapkan di tempat seperti Raja Ampat.
Selain itu, ketika orang-orang dari negara-negara Barat berbicara tentang globalisasi dalam pelestarian lingkungan, mereka sering mengabaikan pengetahuan dan upaya masyarakat lokal untuk melindungi lingkungan. Negara-negara besar membawa model pembangunan yang sering menyingkirkan komunitas lokal dari tempat tinggalnya sendiri. Oleh karena itu, sangat penting bahwa diskusi tentang keadilan lingkungan dimulai. Hal ini akan melibatkan kembali masyarakat lokal yang mengontrol lingkungan dan sistem politik global yang mengeksploitasi.
Kepentingan internasional seperti perusahaan multinasional dan investasi asing sangat mempengaruhi kebijakan lokal Raja Ampat, terutama dalam hal tambang nikel. Dorongan ekonomi global untuk memenuhi permintaan bahan baku kendaraan listrik yang mendorong perusahaan asing, terutama Tiongkok, untuk masuk ke wilayah Raja Ampat dan mendapatkan izin penambangan dari pemerintah pusat. Dalam hal inilah, kebijakan lokal melindungi daerah ini karena nilai ekologisnya yang tinggi.
Namun, kebijakan lokal saat ini tidak efektif dan tidak dapat menghentikan pertumbuhan industri pertambangan. Rantai pasokan global terdiri dari perusahaan seperti PT Anugerah Surya Pratama dan PT Mulia Raymond Perkasa. Pada akhirnya, rantai ini memberikan nikel kepada produsen baterai mobil listrik internasional seperti Tesla dan BMW. Hal ini menimbulkan paradoks transisi energi hijau global menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan di tingkat lokal.
Selanjutnya, karena tekanan publik dan organisasi lingkungan seperti Greenpeace, pemerintah telah mencabut beberapa izin penambangan. Namun, karena dianggap berada di luar wilayah Geopark, beberapa perusahaan, seperti PT Gag Nikel, masih beroperasi. Kasus ini menunjukkan bagaimana kekuasaan ekonomi dan politik internasional dapat mengganggu kebijakan lokal, bahkan ketika masyarakat dan pemerintah daerah menolak tindakan yang merusak lingkungan.
Masyarakat sekitar dan lingkungan Raja Ampat terluka akibat penambangan nikel. Pembukaan lahan tambang menyebabkan deforestasi, erosi, dan peningkatan sedimentasi. Ini mencemari laut dan merusak terumbu karang dan habitat biota laut, termasuk spesies langka seperti penyu sisik dan pari manta. Selain itu, kehidupan nelayan dan masyarakat adat lainnya dipengaruhi secara langsung oleh polusi ini. Dampak selanjutnya, suku Bajo mengalami penurunan hasil tangkapan ikan, serta penurunan akses terhadap sumber air bersih, serta penurunan kemampuan mereka untuk menjalani gaya hidup tradisional mereka.
Demikianlah ironisnya kenyataan di Raja Ampat. Perusahaan tambang seperti PT Gag Nikel menghasilkan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi keberadaan tambang membahayakan ekosistem dan kesehatan masyarakat. Situasi ini menimbulkan paradoks antara tujuan ekonomi dan pelestarian lingkungan di tempat seperti Raja Ampat, yang memiliki banyak nilai ekologis.
Kerugian lingkungan di Raja Ampat merupakan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berpangkal dari permintaan tinggi terhadap nikel untuk industri kendaraan listrik di seluruh dunia. Ini adalah konsekuensi dari sistem politik dan ekonomi global. Meskipun wilayah tersebut merupakan kawasan konservasi yang dilindungi, pemerintah nasional mengeluarkan izin penambangan karena tekanan pasar global untuk menarik investasi asing dan meningkatkan devisa.
Kebijakan ini menunjukkan sikap ekonomi global yang mengutamakan investasi dan pertumbuhan daripada keberlanjutan lingkungan. Kebijakan lokal sering kali tunduk pada logika politik dan ekonomi global karena dominasi korporasi besar dan perlindungan hak-hak masyarakat adat yang lemah. Hal ini terbukti dalam banyak kasus penambangan di Raja Ampat, dimana perizinan diberikan tanpa partisipasi masyarakat dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar di laut dan darat.
Tidak adanya keseimbangan antara sistem ekonomi dan politik global mendorong eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan perusahaan asing seperti kendaraan listrik, yang menyebabkan kerusakan lingkungan di Raja Ampat. Perusahaan multinasional didorong untuk menambang nikel oleh kebijakan pemerintah pusat, yang merusak lingkungan dan hak masyarakat lokal, terutama masyarakat adat.
Meskipun banyak izin dicabut karena tekanan masyarakat dan asosiasi lingkungan, upaya ini belum cukup untuk menjaga Raja Ampat aman secara permanen. Diperlukan penggugatan sistem politik global dan pembentukan kesejahteraan ekologis yang melibatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama dalam pengelolaan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh dominasi investasi asing, model pembangunan yang eksploitatif, dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses perizinan .
Seperti yang terjadi di Raja Ampat, kita harus belajar bagaimana kekuatan politik dan ekonomi global dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Masyarakat, terutama generasi muda, harus menyadari bahwa krisis lingkungan merupakan bagian dari sistem global yang tidak adil dan eksploitatif, dan bukan sekadar masalah lokal.
Pada akhirnya, kita semua, mulai dari aktivis, peneliti, warga desa, dan pembuat kebijakan, harus bersatu untuk mendukung perlindungan lingkungan yang berkeadilan, menentang model pembangunan yang merugikan. Serta mendorong masyarakat adat untuk diakui dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Mari kita tuntut kebijakan yang mendukung kelangsungan hidup, kesejahteraan ekologis, dan keselamatan rakyat atas kehidupannya sendiri dari tingkat lokal hingga internasional. Raja Ampat lebih dari sekedar tempat wisata. Ini adalah simbol perlawanan terhadap penghapusan dan semangat untuk masa depan yang lebih baik bagi Bumi.
Penulis: Desvita Selviandi Putri, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Editor: Patricia
DAFTAR PUSTAKA
Greenpeace Indonesia. 2018. Greenpeace Indonesia. Diakses melalui (https://www.greenpeace.org/indonesia/) pada hari jumat 13 juni 2025 pukul 10.30 WIB
Valdevia, K. 2025. *Indonesia mencabut izin penambangan bijih nikel di Raja Ampat setelah adanya protes. Reuters. Diakses melalui (https://www.reuters.com/sustainability/indonesia-revokes-nickel-ore-mining-permits-raja-ampat-after-protest-2025-06-10/) pada hari jumat 13 juni 2025 pukul 11.45 WIB
Associated Press. 2024. Indonesia hentikan penambangan nikel di Raja Ampat karena masalah lingkungan. AP News. Diakses melalui (https://apnews.com/article/indonesia-raja-ampat-nickel-mining-suspend-a73cccb78485f7c8e3e785193d0bbede) pada hari jumat 13 juni 2025 pukul 15.35 WIB
Kompas.id. 2024. Hilirisasi nikel di Raja Ampat dan dampak global. Kompas. Diakses melalui (https://www.kompas.id/artikel/hilirisasi-nikel-di-raja-ampat-dan-dampak-global) pada hari jumat 13 juni 2025 pukul 18.20 WIB