SOSOK | TD –- Walaupun telah memasuki usia enam puluh tahun, Pak Madin—begitulah para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) menyapa—masih terlihat enerjik. Sering menggunakan nama pena Madin Tyasawan, dia sebenarnya bernama asli E. Sumadiningrat. Madin lahir di Jakarta pada tanggal 15 Juli 1964 dan kini bermukim di Komplek Perumahan Kunciran Mas Permai, Kelurahan Kunciran Mas, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.
Sehari-harinya, dia aktif sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Teater dan Kajian Drama di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang, di mana Madin mengajar sejak 2011 hingga sekarang. Selain itu, dia juga pernah menjabat sebagai Dosen Luar Biasa untuk mata kuliah Apresiasi Drama dan Kajian Drama di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta.
Madin menempuh pendidikan di tiga kampus, yaitu Jurusan Ilmu Politik dan Kemasyarakatan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Jakarta, serta Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara untuk program extension Filsafat Kebudayaan dan Filsafat Manusia. Sosok yang dikagumi mahasiswanya ini juga pernah menjadi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di beberapa sekolah menengah swasta di Jakarta antara tahun 1987 hingga 2001. Selain itu, dia bekerja sebagai Headwriter di Anastra Production (2001-2002) dan Headwriter serta Supervisi Skenario di PT. Lunar Film (2016-2018).
Aktivitasnya sangat beragam. Selain menjadi tenaga ahli dalam penyusunan pedoman pelaksanaan lomba dan sebagai juri di Balai Pengembangan Talenta Indonesia Kemedikdasmen, dia juga merupakan penulis Buku Teks Utama di Pusat Perbukuan untuk bidang Seni Budaya. Madin pernah menjadi Instruktur Literasi Budaya Digital pada Gerakan Nasional Literasi Digital Kemenkominfo dan Instruktur Pelatihan Pengajaran Seni Budaya bagi guru-guru di P2KPTK2 Jakarta Barat. Selain itu, terpilih sebagai Ketua Komite Teater dan Ketua Bidang Umum Dewan Kesenian Jakarta selama dua periode, dari 2009 hingga 2015, serta menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perpustakaan Jakarta pada periode 2014-2019.
Dalam bidang penulisan skenario, Madin telah menulis lebih dari 400 judul sinetron, termasuk Film Televisi (FTV), serial, dan serial lepas. Karya-karyanya ditayangkan di berbagai stasiun televisi, seperti RCTI, TPI (sekarang MNC TV), SCTV, Indosiar, Trans TV, TV-7 (sekarang Trans7), Anteve, dan lainnya. Salah satu karyanya yang terkenal adalah script perjalanan kreatif Band Peterpan (Ariel dan kawan-kawan) yang ditayangkan di TV7 dengan judul program “Sebuah Nama Sebuah Cerita”.
Sejak 2017, Madin bergabung dengan Dewan Kesenian Kota Tangerang. Terpilihnya dia sebagai Ketua Dewan Kesenian Tangerang (DKT) merupakan langkah baru bagi DKT melalui Musyawarah Luar Biasa (Muslub) yang diadakan di Gedung MUI Kota Tangerang pada 19 Juni 2019. Sebagai Ketua DKT terpilih periode 2019-2024, Madin berharap DKT dapat bersinergi dengan Pemerintah Kota Tangerang, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dalam mengembangkan potensi seni di wilayah tersebut, baik melalui program-program maupun kegiatan kesenian. Berkat dorongan DKT yang dipimpin oleh Madin, Peraturan Daerah tentang Pemajuan Kebudayaan Kota Tangerang berhasil disusun dan disahkan oleh DPRD Kota Tangerang pada tahun 2024.
Madin juga sering menjadi juri dalam berbagai lomba, baik di tingkat wilayah, regional, maupun nasional, termasuk menjadi juri FLS2N tingkat nasional dan Festival Teater Jakarta. Sejak 1979, beliau aktif berteater sebagai aktor dan pernah menyutradarai beberapa pementasan, seperti “Ken Arok Murid Lohgawe” dan “Ruang Terbatas atawa Guru Dukri” karya Aan S, serta “Petang di Taman” karya Iwan Simatupang. Untuk memperdalam pengetahuannya dalam dunia teater, beliau mengikuti berbagai pelatihan dan workshop, termasuk pelatihan untuk tenaga pelatih dan juri kesenian bidang teater yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta. Dia juga memberikan Pelatihan Dasar Teater melalui gerakan olah tubuh dan olah pernapasan, termasuk akting, kepada anggota Teater Cahaya UMT pada acara makrab di Puncak Bogor, yang berlangsung pada tanggal 28-29 September 2024.
Salah satu prestasi menonjol Madin dalam bidang penulisan skenario adalah ketika FTV “Baju Seragam Anak Pemulung” yang ditulisnya ditayangkan oleh Trans TV dan meraih penghargaan sebagai Film Terbaik di Festival Film Bandung tahun 2009. Selain itu, dia juga pernah terpilih dua kali sebagai Aktor Terbaik dalam Festival Teater Jakarta, pada tahun 1986 dan 2000. Di masa mudanya, Pak Madin sering meraih juara dalam lomba Baca Puisi dan Baca Cerpen. Buku “Pedoman Guru Seni Teater” untuk jenjang SMA/SMK/MA Sederajat telah diterbitkan oleh Kemendikbudristek dan dibagikan kepada seluruh SMA/SMK/MA Sederajat di Indonesia.
Sebagai pengabdi di lingkungan FKIP UMT, Madin adalah penggagas dan pembuat event Festival Drama Antarkelas, yang kemudian berkembang menjadi Festival Drama Ajang Kreatif (FESDRAK) di FKIP UMT. Sejak pertama kali FESDRAK digelar pada tahun 2011, festival ini telah berlangsung sebanyak 19 kali hingga saat ini.
Dari beragam aktivitas yang dijalani oleh Madin, terlihat jelas bahwa dedikasi dan komitmennya dalam dunia seni dan pendidikan dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda saat ini. Menekuni bidang yang kita cintai dengan penuh tanggung jawab akan membawa kita pada prestasi yang bermanfaat bagi banyak orang. Jejak kehidupannya mengajarkan kita bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk dicapai. Pepatah “Tuntutlah Ilmu Sampai Ke Negeri Cina” menjadi motivasi baginya untuk terus mengejar apa yang diinginkan. Dari perjalanan hidupnya, kita dapat belajar tentang proses yang harus dilalui untuk menjadi seorang seniman yang sukses dan terkenal.
Perjalanan hidup Madin mungkin tidak selalu mudah; pasti ada banyak lika-liku, suka, dan duka. Namun, kunci untuk meraih kesuksesan terletak pada ketekunan, kegigihan, keuletan, kerja keras, dan semangat pantang menyerah. Seperti yang beliau katakan, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Kalaupun jatuh, kita akan jatuh di antara bintang-bintang.” Dengan semangat ini, Pak Madin terus berkontribusi dalam dunia seni dan pendidikan, meninggalkan jejak yang menginspirasi bagi banyak orang.
Penulis: Yening Vebriliana, Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Tangerang. (*)