Memanfaatkan AI dalam Bidang Pendidikan Lebih Banyak Plusnya

waktu baca 6 menit
Jumat, 2 Agu 2024 09:02 0 88 Redaksi TD

OPINI | TD — Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir—lengkap dengan pro dan kontranya—terutama setelah munculnya ChatGPT yang dirilis Open.ai. Wilayah penggunaannya kian melebar, dari sumber informasi personal, penyusunan berbagai teks publik dan akademis, pembuatan gambar, desain, dan musik dengan menggunakan teks, analisis data, hingga perencanaan bisnis.

Salah satu bidang yang juga memanfaatkan AI adalah pendidikan. Pemanfaatan AI dalam bidang pendidikan menawarkan berbagai potensi untuk merevolusi cara dan proses belajar mengajar. Memang, AI juga memiliki berbagai plus minus yang perlu dipertimbangkan dengan cermat, tetapi secara keseluruhan bisa ditunjukkan bahwa nilai plusnya jauh melebihi minusnya.

Sebagaimana teknologi informasi lainnya yang berbasis internet, nilai plus pertama pemanfaatan AI dalam bidang pendidikan adalah memperluas akses pendidikan ke berbagai kalangan. Platform pembelajaran berbasis AI dapat diakses dari mana saja selama ada koneksi internet sehingga siswa di daerah terpencil atau dengan keterbatasan akses ke pendidikan formal pun dapat tetap belajar.

Contohnya adalah program Khan Academy, organisasi pendidikan nirlaba yang didirikan pada 2006 oleh Sal Khan. Khan Academy menggunakan AI untuk membantu siswa belajar berbagai mata pelajaran secara online.

Meskipun demikian, terdapat beberapa keberatan, di antaranya adalah besarnya biaya investasi. Namun, hal ini bisa diatasi dengan menargetkan investasi yang tepat dalam infrastruktur digital, terutama jika biaya tersebut disediakan pemerintah yang sebagaimana menjadi rahasia umum, cenderung bocor di sana-sini.

Meskipun biayanya besar, investasi untuk infrastruktur digital perlu dipertimbangkan karena AI bisa mengurangi kesenjangan digital antarwilayah. Untuk itu, program pemerintah yang menyediakan perangkat dan akses internet di daerah terpencil memang harus memastikan bahwa lebih banyak siswa yang dapat memanfaatkan teknologi ini.

Nilai plus kedua pemanfaatan AI dalam bidang pendidikan adalah pengalaman belajar yang dipersonalisasi. Dengan menganalisis data siswa, mulai kebiasaan belajar dan mata pelajaran yang diminati, AI dapat memahami kebutuhan dan kelemahan mereka serta memberikan materi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa. Misalnya, seorang siswa yang kesulitan dalam matematika dapat menerima latihan tambahan yang dirancang khusus untuk memperbaiki kelemahannya.

Memang ada kekhawatiran bahwa ini akan membuat siswa terlalu bergantung pada teknologi. Namun, dengan literasi digital yang tepat, siswa bisa diajari untuk memanfaatkan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai penopang utama pembelajaran mereka.

Berikutnya, AI juga bisa mengoreksi tugas dan ujian dalam hitungan detik sehingga bisa memberikan umpan balik instan kepada siswa. Selain memperingan tugas guru, ini juga membantu siswa memahami kesalahan mereka saat itu juga dan memperbaikinya dengan segera. Bayangkan seorang siswa yang mengerjakan soal matematika dan langsung mendapatkan pembetulan serta penjelasan setelah menjawab soal.

Terakhir adalah masalah efisiensi. AI bisa digunakan untuk mengotomatisasi tugas-tugas administratif, seperti pengelolaan jadwal dan pelaporan. Dengan berkurangnya beban tugas administratif, guru dan staf sekolah bisa lebih berfokus pada pengajaran dan pengembangan kurikulum. Google Classroom, misalnya, dapat digunakan untuk membantu mengelola tugas dan penilaian siswa.

Beberapa lembaga sudah memanfaatkan nilai-nilai plus di atas. Ada Duolingo dan Century Tech, platform-platform pembelajaran yang menggunakan AI untuk mempersonalisasi pengalaman belajar penggunanya. Ada Carnegie Learning, yang menggunakan AI untuk mengembangkan perangkat lunak matematika untuk membantu guru dan siswa. Untuk lembaga lokal, penelitian beberapa dosen Universitas Dehasen Bengkulu pada SMAN 4 Kebawetan menunjukan bahwa AI dapat membantu guru menyusun materi pelajaran lebih cepat dan menarik serta menilai tugas siswa secara lebih efisien.

Akan tetapi, pemanfaatan AI untuk pendidikan juga memiliki nilai minusnya sendiri. Ini juga hal yang mesti dipertimbangkan dengan cermat. Salah satunya adalah ketergantungan yang berlebihan pada teknologi. Hal ini bisa menjadi masalah ketika terjadi gangguan teknis atau ketika infrastruktur teknologi tidak memadai. Namun, ketergantungan ini bisa diatasi dengan meningkatkan literasi digital siswa dan guru serta memastikan infrastruktur teknologi yang memadai.

Hal lain yang menjadi kepedulian sebagian kalangan adalah soal privasi data. Penggunaan AI akan melibatkan pengumpulan dan analisis data siswa dalam jumlah besar (big data) sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data. Untuk meminimalkan masalah ini diperlukan regulasi yang ketat, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa, serta penerapan protokol keamanan yang kuat oleh sekolah dan institusi pendidikan atas sistem jaringan mereka.

Selain itu, meskipun AI dapat memperluas akses pendidikan, hal ini juga dapat memperburuk kesenjangan digital antara mereka yang memiliki akses ke teknologi canggih dan mereka yang tidak. Oleh karena itu, perlu ditetapkan strategi untuk menjembatani kesenjangan ini. Program pemerintah atau lembaga swasta yang menyediakan perangkat dan akses internet hendaknya memastikan bahwa semua siswa dapat memanfaatkan AI dalam pembelajaran mereka.

Terakhir, ada juga kekhawatiran tentang pengaruhnya terhadap kecerdasan sosial siswa. Karena pendidikan tidak hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang pengembangan karakter dan keterampilan sosial, penggunaan AI yang berlebihan bisa mengurangi interaksi langsung antara siswa dan guru.

Untuk hal ini, yang perlu diingat adalah bahwa AI tidak dimaksudkan untuk menggantikan guru, tetapi untuk membantu mereka. Ini juga yang ditekankan seorang pakar pendidikan, Dr. Agus Wijaya, tentang peran AI dalam personalisasi pendidikan. Menurutnya, peran guru tetap penting karena AI hanyalah alat bantu. Guru tetap kunci dalam membentuk karakter dan kreativitas siswa. Dengan menggunakan AI untuk menangani tugas-tugas rutin, guru menjadi memiliki lebih banyak waktu untuk berfokus pada interaksi pribadi untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Misalnya, AI bisa membantu mengoreksi tugas sehingga guru bisa lebih banyak berdiskusi langsung dengan siswa tentang materi pelajaran.

Tentu saja, kurang afdal kalau kita tidak menyebutkan juga contoh-contoh pemanfaatan AI yang berefek kurang bagus terhadap siswa. Salah satu contohnya adalah Proctorio. Ini adalah platform pengawasan ujian online yang menggunakan AI untuk mendeteksi perilaku mencurigakan selama ujian. Meskipun tujuannya adalah untuk mencegah kecurangan, banyak pelajar yang merasa tidak nyaman dan tertekan oleh sistem ini.

Contoh lainnya adalah sistem penilaian otomatis yang digunakan beberapa sekolah dan universitas untuk menilai esai dan tugas tertulis. Sistem ini terkadang justru memperumit karena AI terkadang tidak dapat menangkap nuansa dan kreativitas dalam tulisan siswa, yang menyebabkan penilaian yang tidak adil. Misalnya, ada kasus di mana siswa yang menggunakan bahasa yang lebih kompleks atau struktur esai yang tidak biasa, menerima nilai lebih rendah dibandingkan siswa yang mengikuti template standar—padahal isi dan argumen mereka yang dinilai rendah oleh AI itu sebenarnya lebih kuat.

Melebihi nilai minusnya, nilai plus pemanfaatan AI tidak berhenti pada yang diuraikan di atas. Masih ada beberapa nilai tambah yang ditawarkan AI dalam bidang pendidikan. Di antaranya, AI membuka jalan bagi metodologi pembelajaran baru yang lebih interaktif dan menarik. Misalnya, pembelajaran berbasis game atau simulasi yang didukung oleh AI bisa meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa. Bayangkan belajar sejarah melalui simulasi interaktif yang menghidupkan kembali peristiwa sejarah, seolah-olah para siswa hadir langsung menyaksikannya.

Nilai tambah lainnya adalah dukungan bagi pembelajaran sepanjang hayat dengan menyediakan platform pembelajaran yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Ini memungkinkan individu untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan mereka seumur hidup, misalnya melalui kursus online yang dapat disesuaikan dengan jadwal pribadi dan kebutuhan masing-masing individu.

Dengan demikian, pemanfaatan AI dalam pendidikan jelas menawarkan lebih banyak nilai plus daripada minusnya. Di antaranya, akses atas materi pembelajaran lebih luas, pembelajaran bisa dipersonalisasi, evaluasi lebih cepat, dan yang tak kalah penting, efisiensi administratif. Meskipun ada nilai minus yang perlu diperhatikan, seperti ketergantungan teknologi, masalah privasi dan keamanan data, kesenjangan digital, dan kurangnya sentuhan manusia, dengan pendekatan yang tepat dan regulasi yang ketat, kita dapat memanfaatkan AI untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan, sambil meminimalkan risikonya.

Penulis : Devi Sartika, Dosen Universitas Dehasen Bengkulu. (Red)

LAINNYA