Mahkamah Konstitusi dan Tantangan Terhadap Demokrasi Indonesia

waktu baca 3 menit
Jumat, 22 Nov 2024 20:33 0 59 Redaksi

OPINI | TD – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024 telah memicu perdebatan hangat di kalangan politisi dan masyarakat. Keputusan ini bukan hanya sekadar isu teknis pemilu; ia mencerminkan arah dan masa depan demokrasi Indonesia. Ada dua sisi yang harus diperhatikan: di satu sisi, keputusan ini dianggap dapat memperkuat partai politik dan meningkatkan kualitas anggota legislatif. Namun, di sisi lain, keputusan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa suara rakyat akan semakin terabaikan dan bahwa demokrasi kita dapat melemah.

Sistem pemilihan legislatif yang diubah oleh MK mengandung risiko yang signifikan. Dengan menghilangkan sistem proporsional terbuka, potensi untuk mengabaikan suara individu dalam pemilihan umum menjadi semakin nyata. Dalam sistem ini, rakyat cenderung kehilangan kontrol atas pilihan mereka, dan kekuatan partai politik besar akan semakin dominan. Hal ini dapat mengarah pada penguatan oligarki, di mana keputusan lebih banyak ditentukan oleh elit politik daripada suara rakyat. Dalam konteks ini, kekhawatiran akan melemahnya demokrasi sangatlah beralasan.

Etika kepemimpinan juga menjadi sorotan penting dalam diskursus ini. Seorang pemimpin yang melanggar etika akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan. Ketidakpercayaan ini mendorong apatisme politik di kalangan masyarakat, yang dapat mengurangi partisipasi dalam proses demokrasi. Selain itu, tindakan tidak etis dari pemimpin dapat menciptakan polarisasi di masyarakat, memicu ketegangan sosial yang merugikan stabilitas politik. Hingga saat ini, kita telah menyaksikan bagaimana krisis kepercayaan dan ketidakpastian politik dapat membuat masyarakat merasa cemas dan tidak aman.

Putusan MK yang kontroversial tidak hanya berhenti pada sistem pemilihan. Beberapa keputusan lain, seperti batas usia calon presiden dan hasil pemilu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, menggugah pertanyaan tentang keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Kebijakan yang dianggap menguntungkan kelompok tertentu atau mendukung dinasti politik dapat merusak prinsip-prinsip dasar demokrasi, dan menimbulkan spekulasi tentang peluang manipulasi politik yang lebih besar. Ini seperti memberikan pintu belakang bagi penguasa untuk memperkuat dominasi mereka.

Selain itu, polemik putusan MK telah menimbulkan ancaman nyata terhadap demokrasi Indonesia. Penguatan oligarki politik, kemunduran demokrasi, serta ketidakpercayaan terhadap lembaga negara, khususnya MK, merupakan konsekuensi yang harus dihadapi. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, langkah reformasi yang mendesak perlu diambil. Pertama, transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan MK harus ditingkatkan. Keputusan yang lebih terbuka dan jelas akan membantu membangun kepercayaan publik.

Kedua, independensi MK dari pengaruh politik adalah hal yang tak kalah penting. Untuk itu, penting bagi MK untuk menjaga kemandirian dalam setiap putusan yang diambil. Terakhir, meningkatkan kualitas hakim MK sangat penting untuk memastikan keputusan yang adil dan bijaksana. Hanya dengan langkah-langkah ini, kita dapat berharap demokrasi Indonesia dapat dipertahankan dan diperkuat.

Polemik seputar putusan MK adalah refleksi dari tantangan yang dihadapi oleh demokrasi kita. Keputusan-keputusan yang kontroversial berpotensi memperkuat oligarki politik dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Di masa depan, kita harus berkomitmen untuk menjaga prinsip-prinsip demokrasi yang adil dan representatif. Hanya dengan cara ini, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik untuk demokrasi Indonesia.

Penulis: Fazri Miftahul Firdaus, Mahasiswa FISIP Untirta Jurusan Ilmu Komunikasi. (*)

LAINNYA