EKBIS | TD – Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, banyak perusahaan di Indonesia mulai mengubah pendekatan mereka terhadap tanggung jawab lingkungan. Salah satu inisiatif yang semakin digemari adalah mengintegrasikan penghijauan langsung dalam produk dan layanan mereka, menjadikan setiap pembelian sehari-hari berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Fenomena ini bukan hanya terjadi pada program CSR berskala besar, tetapi juga dalam aktivitas sehari-hari yang melibatkan konsumen. Dari produk teh celup hingga layanan digital, banyak perusahaan yang kini menambahkan nilai hijau dalam setiap transaksi mereka. Model kolaborasi seperti Collaboratree dari LindungiHutan memberikan solusi dengan menghubungkan bisnis dengan kegiatan konservasi berbasis masyarakat.
LindungiHutan menawarkan tiga skema dalam Collaboratree untuk memudahkan perusahaan bergabung dalam upaya penghijauan, yaitu: bundling produk, bundling layanan, dan kemitraan proyek langsung. Skema ini dirancang agar dapat diterapkan di berbagai sektor industri, termasuk F&B, ritel, teknologi, dan jasa keuangan.
“Banyak brand yang ingin berkontribusi, namun terkendala dalam mencari cara yang tepat. Collaboratree hadir untuk menjembatani kebutuhan ini dengan pendekatan yang mudah dan terukur,” kata Miftachur “Ben” Robani, CEO LindungiHutan.
Skema kolaborasi ini tidak hanya menarik minat perusahaan besar, tetapi juga UMKM yang ingin turut serta dalam gerakan penghijauan. Data LindungiHutan mencatat lebih dari 600 mitra perusahaan yang telah bergabung, berkontribusi dalam penanaman lebih dari 1 juta pohon di daerah-daerah rawan, seperti pesisir rob dan hutan tropis yang terdegradasi.
Namun, keberhasilan program ini tidak hanya dilihat dari angka kontribusi saja. Dampak positif juga dirasakan langsung oleh masyarakat lokal, terutama para petani hutan yang menjadi ujung tombak pelaksanaan kegiatan konservasi.
“Pendapatan petani meningkat hingga lebih dari 20% berkat keterlibatan mereka dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan pohon jangka panjang,” ungkap Aminul Ichsan, Kepala Yayasan LindungiHutan.
Dengan semakin mendesaknya tantangan lingkungan, seperti abrasi pesisir yang mencapai lebih dari 700 hektare per tahun di pesisir utara Jawa, kontribusi semacam ini menjadi semakin relevan. Melalui kolaborasi antara sektor swasta dan masyarakat lokal, upaya pemulihan ekosistem dapat dilakukan secara berkelanjutan dan terdesentralisasi.
Perubahan tren belanja konsumen yang semakin peduli pada produk dengan dampak sosial dan ekologis juga semakin memperkuat pentingnya keterlibatan brand dalam aksi-aksi penghijauan. Kini, kontribusi terhadap lingkungan bukan lagi sekadar bagian dari strategi pemasaran, tetapi sudah menjadi tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian bumi. (*)