SOSOK | TD — Tanjung Pasir adalah sebuah desa yang terletak di Jalan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten. Di desa ini terdapat Pantai Tanjung Pasir, sebuah objek wisata yang dikenal luas.
Sesuai dengan namanya, Tanjung Pasir merupakan tanjung yang menjorok ke laut, dikelilingi oleh hamparan pasir yang luas dan memiliki gradien pantai yang sangat landai, serta keindahan alam yang masih terjaga.
Sebelum menjadi destinasi wisata, pantai ini dulunya merupakan kawasan nelayan yang ramai, di mana banyak penduduk setempat menggantungkan hidup dari hasil laut.
Berada dekat dengan Teluk Jakarta, Tanjung Pasir juga menjadi lokasi transit bagi kapal-kapal kecil yang mengangkut barang atau ikan dari pulau-pulau di sekitarnya.
Awalnya, pantai ini hanya dikenal oleh warga lokal sebagai tempat untuk mencari ikan atau bersantai. Namun, dengan letaknya yang strategis dan pemandangan yang menawan, Tanjung Pasir mulai menarik perhatian pengunjung dari luar daerah.
Keunikan lainnya adalah akses langsung ke Pulau Seribu; dari pantai ini, pengunjung dapat menyewa perahu motor untuk menyeberang ke berbagai pulau di kepulauan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, Pantai Tanjung Pasir mulai berkembang sebagai lokasi wisata. Berbagai warung makan yang menyajikan seafood segar, seperti ikan bakar dan kepiting, bermunculan dan menjadi daya tarik bagi pengunjung. Selain itu, fasilitas sederhana seperti tempat parkir, gazebo, dan layanan penyewaan perahu juga mulai tersedia.
Hingga saat ini, Pantai Tanjung Pasir tetap menjadi tujuan favorit, terutama bagi penduduk sekitar Tangerang. Dengan harga yang terjangkau dan akses yang mudah, pantai ini menawarkan berbagai pengalaman, mulai dari menikmati pemandangan laut, mencicipi kuliner seafood, hingga menyeberang ke Pulau Seribu atau Pulau Untung Jawa.
Pantai ini menjadi contoh bagaimana tempat sederhana dapat berkembang menjadi destinasi yang dicintai banyak orang, tanpa kehilangan ciri khasnya yang asli.
Di tengah deburan ombak dan riuhnya modernisasi, pesisir Tanjung Pasir menyimpan kisah legendaris tentang seorang tokoh yang dikenal sebagai Ki Buyut Miskin. Sosoknya yang sederhana namun penuh dengan keberanian ini diabadikan dalam cerita rakyat sebagai penjaga pantai Tanjung Pasir pada masa kolonial.
Menurut kisah yang diwariskan dari generasi ke generasi, Ki Buyut Miskin adalah seorang ulama sekaligus pejuang kemerdekaan. Bersama sahabatnya, Ki Buyut Kasman yang dikenal sebagai Ki Buyut Sangcang Sembilan, ia menjaga pesisir dari ancaman tentara Belanda.
Selain keberaniannya, Ki Buyut Miskin juga dihormati karena kedermawanannya, kebijaksanaannya, dan dedikasinya dalam membantu masyarakat yang menderita akibat penjajahan.
Salah satu warisan legendaris dari Ki Buyut Miskin adalah sebuah golok yang dikenal dengan nama “Buluk Basuh. ” Konon, golok ini terbuat dari batu meteor yang jatuh di empang miliknya. Empang tersebut diyakini membawa berkah, selalu melimpah dengan ikan, udang, dan kepiting, sementara empang di sekitar seringkali kosong.
Meski memiliki sumber daya melimpah, Ki Buyut Miskin memilih untuk tidak menikmatinya sendiri. Ia dengan tulus membagikan seluruh hasil empangnya kepada masyarakat yang kelaparan. Tindakan mulia ini semakin mengukuhkan posisinya sebagai sosok yang dihormati, bukan hanya karena kemampuannya, tetapi juga karena kebaikan hatinya.
Sayangnya, proses modernisasi dan pembangunan di kawasan pesisir menjadi tantangan besar bagi pelestarian legenda ini. Kurangnya dokumentasi sejarah menghadapi kisah Ki Buyut Miskin pada risiko terlupakan. Oleh karena itu, tokoh masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Tangerang harus berupaya untuk menghidupkan kembali jejak sejarah melalui festival budaya, pelatihan bagi generasi muda, serta pengembangan wisata berbasis sejarah.
Legenda Ki Buyut Miskin bukan hanya sekedar pengingat akan pentingnya menjunjung keseimbangan antara manusia dan alam, tetapi juga berfungsi sebagai sumber inspirasi bagi generasi muda untuk menghidupkan kembali semangat kebersamaan dan kedermawanan.
Tanjung Pasir tidak hanya sekadar destinasi wisata, ia juga mencerminkan kekayaan sejarah dan budaya Tangerang yang layak untuk dilestarikan.
Penulis: Desti Amelia, Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Tangerang. (*)