DEN HAAG | TD – Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Sains Belanda, Eppo Bruins, menegaskan pentingnya kerja sama erat dalam mempercepat pemulangan benda-benda budaya karya warisan Indonesia yang selama ini disimpan di Belanda. Kesepakatan ini menjadi tonggak penting dalam melanjutkan upaya repatriasi warisan budaya sebagai bagian dari penguatan hubungan bilateral kedua negara.
Berdasarkan siaran pers Kementerian Kebudayaan RI pada Minggu, 15 Juni 2025, pertemuan bilateral yang berlangsung di Kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Sains Belanda di Den Haag pada 14 Juni 2025 menghasilkan komitmen bersama untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama jangka panjang. Fokus utama adalah melakukan riset menyeluruh mengenai asal-usul koleksi benda budaya serta penyederhanaan mekanisme pengembalian artefak bersejarah dan kultural yang berasal dari Indonesia.
Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari pengembangan kemitraan komprehensif antara Indonesia dan Belanda, khususnya dalam Plan of Action 2024–2025 yang mengedepankan aspek kebudayaan sebagai salah satu pilar utama. Kedua menteri juga sepakat untuk memperpanjang Technical Arrangement on Repatriation yang direncanakan ditandatangani pada Juli 2025, guna memastikan proses repatriasi berjalan lancar dan tanpa hambatan administratif.
Fadli Zon menyampaikan apresiasi atas keberhasilan pemulangan 828 objek warisan budaya hingga akhir 2024, termasuk koleksi berharga seperti Pita Maha, Harta Karun Lombok, dan puluhan artefak yang berasal dari Museum Rotterdam. Ia menegaskan bahwa repatriasi bukan sekedar pengembalian materi, tetapi juga langkah penting dalam melengkapi narasi sejarah, memulihkan ingatan kolektif, dan menjaga identitas budaya bangsa.
Sementara itu, Menteri Bruins menyatakan dukungannya secara pribadi terhadap upaya restitusi benda-benda budaya dari Belanda ke Indonesia. Ia menegaskan bahwa semua artefak yang secara historis bukan bagian dari Belanda harus dikembalikan ke asalnya demi menghormati akar budaya dan nilai historis masing-masing benda tersebut.
Bruins juga menekankan perlunya riset asal-usul artefak yang teliti, namun menuntut agar proses pengembalian dapat dilakukan secara cepat dan efisien tanpa hambatan birokrasi. Selain itu, kedua menteri membahas peluang kerja sama di bidang pemanfaatan arsip kolonial dan penguatan MoU ANRI–NAN (2022–2027), serta dukungan terhadap revitalisasi Museum Nasional Indonesia sebagai pusat pengelolaan museum terkemuka di Asia Tenggara.
Di bidang teknologi konservasi, Menteri Bruins menyampaikan potensi kolaborasi dengan fasilitas canggih di Belanda yang dapat dijadikan rujukan dalam kerja sama teknis antar museum. Sedangkan di sektor ekonomi dan industri budaya, Fadli Zon mendorong pemanfaatan perjanjian kerja sama perfilman yang telah ditandatangani pada Desember 2024, serta pengembangan Joint Development Fund yang terintegrasi dengan lembaga pendanaan budaya Belanda seperti Mondriaan Fonds.
Selain itu, produksi film bersama yang mengangkat sejarah kedua negara telah diwujudkan, termasuk karya film “Perang Kota” yang menjadi penutup Festival Film Rotterdam pada Februari 2025. Kerja sama ini menjadi wujud nyata dari kolaborasi kreatif yang memadukan narasi sejarah dan budaya secara sinergis.
Pertemuan juga menyentuh pentingnya peran Indonesia House Amsterdam (IHA) sebagai pusat diplomasi budaya dan ekonomi kreatif di Eropa, serta hubungan dengan Erasmus Huis Jakarta yang akan memperingati 55 tahun kehadirannya pada November 2025. Kedua institusi ini diharapkan terus memperkuat sinergi melalui berbagai program kolaboratif.
Menutup pertemuan, Fadli Zon mengundang Menteri Bruins dan delegasi Belanda untuk berpartisipasi dalam CHANDI Summit 2025, forum dunia yang akan diselenggarakan di Bali pada September 2025. Forum ini menjadi panggung global untuk membahas kebijakan budaya, inovasi, dan keberlanjutan lintas negara.
Kunjungan bilateral ini menandai era baru dalam hubungan budaya antara Indonesia dan Belanda yang semakin setara, transparan, dan berorientasi pada masa depan yang saling menguntungkan. (*)